Senin, 05 September 2011

> Siti Jenar dan Wali Sanga [Bag 17]

“Baiklah, mudah-mudahan bisa memperkuat dugaan kita dalam persidangan di majelis para wali.” Ki Sakawarki melangkah pelan disamping Ki Demang Bintoro. Ketika langkah keduanya hampir mendekat, para prajurit penjaga berteriak. Menyampaikan kabar bahwa, murid Syekh Siti Jenar bunuh diri dengan membenturkan kepalanya ke dinding hingga kepalanya pecah.

Mendengar kabar demikian, Ki Sakawarki dan Ki Demang terkejut. Keduanya saling tatap seraya mengurut dada dan menarik napas dalam-dalam.

“Sangat kuat pengaruh ajaran Syekh Siti Jenar, Ki Sakawarki.” Ki Demang Bintoro menggeleng-gelengkan kepala saat melihat jasad anggota pasukan Gelap Sewu yang terbujur kaku dengan kepala pecah, berlumuran darah. “Ajaran hidup mati, mati hidup.”

“Ki Demang, kita sudah bisa mengambil kesimpulan bahwa benar ajaran Syekh Siti Jenar itu sesat dan menyesatkan.” Ki Sakawarki berjongkok disamping jasad.

“Cukup bukti kita untuk kembali melaporkan hal ini ke hadapan para wali, Ki Sakawarki.”

“Benar, kita harus segera melapor ke pusat kota Demak!” Demang Bintoro menganggukan kepala. “Sebagai bukti tidak ada salahnya jika jasad ini dibawa.”

“Menurut hemat saya sebaiknya jasad ini kuburkan saja di sini selayaknya. Kasihan jika harus dibawa ke Demak, sebab perjalanan kita memakan waktu hampir seharian. Setelah itu baru keesokan harinya kita bisa menguburkan setelah diperiksa para wali.” terang Ki Sakawarki. “Tidak ada salahnya jika jasad ini dikuburkan berbarengan dengan korban lainnya.”

“Tapi dia beraliran sesat, Guru?” ujar seorang santri yang berjongkok disampingnya.

“Ajarannya yang kita anggap sesat. Bukankah jasadnya tetap perlu kita hormati dengan penguburan yang selayaknnya.” terang Ki Sakawarki.

“Saya setuju,” Demang Bintoro menganggukan kepala, “Prajurit kuburkanlah mereka dengan layak, begitu juga para korban tewas lainnya.” lalu memerintah.

***

Padepokan Syekh Siti Jenar yang berada di kaki bukit Desa Khendarsawa, tampak hening. Matahari pagi mulai meninggi, kirimkan sinar terang dan kehangatannya. Cahayanya menerobos setiap celah dan ruang yang berada di atas bumi, tidak ada kecuali, tidak pula membeda-bedakan, seluruhnya terbagi sesuai dengan ketinggian matahari berada.

Nun jauh di atas jalan yang terbentang panjang dan penuh kelokan, dua orang penunggang kuda bergerak cepat. Jalan yang membelah Desa Khendarsawa akan melintas ke arah padepokan Syekh Siti Jenar.

Bersambung………