Selasa, 06 September 2011

> Siti Jenar dan Wali Sanga [Bag 58]

 ”Eeh…sihir apalagi yang andika gunakan, Syekh?”

 ”Pangeran, tidak semestinya seorang terpelajar dan memiliki jabatan menduga-duga dan menuduh. Padahal tuduhan tadi menunjukan ketidakpercayaan diri kisanak.”

“Andika yang menduga-duga?”

 ”Katakanlah dengan nurani, Pangeran. Tidak sepantasnya memutarbalikan kata andai itu hanya untuk melipur lara karna takut.” berdiri tegak, tatapan matanya yang tajam seakan-akan menembus kelopak mata Pangeran Modang dengan seringainya menahan sakit.

‘Keparat, benarkah dia itu bisa membaca isi hati saya? Ah…mana mungkin manusia sanggup menyelami hati orang lain?’ sejenak termangu, telapak tanganya mengelus punggung tangan yang terasa sakit. ‘Jika tidak, mengapa dia tahu saya merasa ciut…’

“Benarkan apa yang saya katakan, Pangeran?”

 ”Diam!” geramnya, jari-jemarinya dengan kasar menjabak leher baju Syekh Siti Jenar.

“Mana mungkin orang sekasar kisanak bisa mendalami agama dengan baik. Apalagi mendakwahkannya pada orang lain. Prilaku saja sudah tidak sanggup menarik simpati. Tidak salahkah para wali memungut kisanak sebagai abdi negara? Bukankah rakyat semacam saya ini perlu diayomi…”

“Tidak, karna andika bukanlah rakyat Demak Kebanyakan. Andika tiada lain pesakitan yang sudah semestinya mendapat perlakuan seperti ini.”

 ”Bukankah kesalahan saya ini belum terbukti, Pangeran?”

“Nanti akan kita buktikan dalam persidangan…”

 ”Haruskah yang belum jelas kesalahannya diperlakukan sebagai pesakitan?”

“Andika ini memang pesakitan!” bentaknya dengan muka memerah.

“Tidakah kisanak dalam keadaan gusar? Setiap ujaran berbenturan dengan lainnya.”

 ”Diam!” Pangeran Modang merenung sejenak. Disisi lain rasa gengsi sangat kuat untuk memperlakukan Syekh Siti Jenar dengan cara yang kurang hormat, dipihak lain membenarkan ucapan musuhnya. “Sudah!” lalu menyeret lagi.

“Sebaiknya Pangeran istirahat dulu…”

“Diam!” lalu membalikan tubuh ke belakang ternyata Pangeran Bayat menjauhi dirinya seakan berlari kembali ke Padepokan menghampiri para Sunan yang tidak mengikuti langkahnya. “Ada apa ini?” dahinya dikerutkan.

Bersambung…..