Rabu, 07 September 2011

> Siti Jenar dan Wali Sanga [Bag 69]

“Benar, Ki Ageng. Saya sependapat dengan Ki Donoboyo. Tidak semestinya kita berdiam diri terus….”

“Berdiam diri atau tidak bukanlah persoalan besar. Jangankan gerak-gerik kita, selembar daun jatuh pun tdak terlepas dari kekuasaan Tuhan….”

“Bukankah kita diharuskan berikhtiar?”

“Berikhtiarlah jika itu yang ingin Kisanak lakukan….”

“Ki Ageng sendiri?”

“Saya memilih mengikuti mata batin yang saya lihat….”

“Diamkah?”

“Mengikuti mata batin.”

Ki Chantulo dan Ki Donoboyo saling tatap seakan-akan berusaha memaknai, memahami yang dikatakan Kebo Kenongo. Keduanya tiada  juga menemui, hingga berlama-lama merenungkan.

Hembusan angin mengusik jubah mereka, berkelebat-kelebat berlomba dengan suara gemirisiknya dedaunan. Batin mereka mengembara mencari tahu tentang segala hal yang perlu diketahuinya.

Betapa sulit mengikuti pengembaraan batin Kebo Kenongo, keduanya seakan tidak sanggup melampaui. Hingga beranjak dari ketinggian melemaskan kaki di atas tikar pandan.

“Tidak semestinya Kisanak mengikuti batin saya….” tatap Kebo  Kenongo, menghampiri.

“Saya tidaklah mungkin menduga-duga,”

“Kami tidalah setarap dengan Ki Ageng.”

“Kita sama sebagai makhluk Tuhan yang lemah. Pencapaian bukan pembeda derajat manusia….”

Bersambung……