Senin, 26 September 2011

> Saya Memilih Diskusi Dengan Setan dari pada Teroris

Dua jam yang lalu saya telah meliput hasil wawancara Diskusi Soal Teroris Dengan Setan. Maka kali ini saya justru akan meliput hasil wawancara dengan seorang hamba Tuhan tentang kenapa mereka lebih suka diskusi dengan setan. Berikut petikannya:

Saya:
Selamat sore mas. Senang sekali anda bisa hadir di sini. Kita langsung saja pada pokok persoalan. Akhir-akhir ini kan lagi marak disksusi soal teroris. Baik di masjidil taklim, kampus, dan di berbagai media berita dan penyiaran. Nah, tapi kenapa justru anda diskusi soal teroris lebih tertarik dengan setan?



Hamba Tuhan:

Ya karena saya sudah bosan dengan cara pandang biasa yang sudut pandangnya itu-itu saja.

Saya:
Maksud anda?



Hamba Tuhan:

Isinya sudah sering saya dengar sejak saya belajar mengaji sewaktu di TK, sampai saat saya hampir mati seperti sekarang ini.

Saya:
Bukankah agama itu tidak pernah berubah sepanjang masa?



Hamba Tuhan:

Hakikatnya iya. Tapi cara memandang dan menghayatinya kan bisa berkembang sesuai perkembangan zaman.

Saya:
Maksudnya?



Hamba Tuhan:

Sebagai contoh saja. Dulu Nabi Muhammad kemana-kemana kan menggunakan onta. Terus memakan korma. Nah, apa anda harus meniru semua itu secara harfiah?

Saya:
Tidak. Terus apa hubungannya dengan teroris?



Hamba Tuhan:

Ya sama. Dulu Nabi terpaksa berperang melawan kaum kafir Quraisy karena umat Islam terancam. Karena mereka diganggu. Nah, kalau sekarang tidak ada yang mengganggu anda dalam beribadah kenapa anda masih berperang? Yang anda sebut dengan jihad itu?

Saya:
Ya tapi kemaskiatan kan semakin meraja lela sekarang mas?



Hamba Tuhan:

Penyelesaiannya kan tidak harus dengan perang fisik. Itu kan perang hukum rimba. Perangnya masyarakat primitif. Padahal kita mengaku sudah modern. Bahkan sudah postmodern. Itu kan sama dengan membunuh seekor tikus dengan cara membakar rumah.

Saya:
Okey saya sudah paham maksud anda. Tapia apa hubungannya dengan ketertarikan anda diskusi dengan setan?



Hamba Tuhan:

Ya karena pandangan yang sangat harfiah seperti itu. Pandangan yang selalu membabi buta. Sedikit-sedikit bilang iman. Cinta Islam. Membela Islam Sedikit-sedikit jihad. Sedikit-sedikit haram, kafir, jihad. Sebentar-sebentar Allahu Akbar. Tapi maknanya omong kosong. Nuansa perenungan spiritualnya gersang.

Saya:
Jadi?



Hamba Tuhan:

Saya sudah bosan dengan diskusi yang sok suci seperti itu. Bunyinya sangat harum tapi prakteknya busuk. Teorinya muluk tapi amalannya?

Saya:
Hm .. okey okey. Berarti di situ ya kata kuncinya. Tapi bukankah setan itu mahkluk Tuhan yang paling munafik?



Hamba Tuhan:

Untuk menggoda kita memang. Ia berlagak baik, berlagak suci dihadapan kita. Tapi itu ia sengaja untuk menggelincirkan kita. Tapi mereka mengaku dengan terang pada Tuhan bahwa ia membangkang. Dan dia minta izin dan waktu pada Tuhan untuk menggoda manusia sampai akhir zaman. Dan Tuhan mengabulkan permintaan mereka itu.

Saya:
(terdiam)



Hamba Tuhan:

Tapi apa yang terjhadi pada kita? Makanan haram berlabel halal. Niat busuk dengan retorika yang memukau. Ceramah ria berjubah iman.

Saya:
Lho? Anda ini terlalu ekstreem saya rasa. Apa anda bisa tahu isi hati orang?



Hamba Tuhan:

Ya dari setanlah saya tahu. Ia yang memberi tahu bahwa hati kita sudah ditipunya. Dari dialah saya belajar bahwa apa yang terbetik di hati kita yang paling dalam. Dia katakan rata-rata kita munafik. Jadi malaikat tidak dan jadi setan pun juga tidak. Maka tidak jelas lagi siapa yang benar-banar beriman dan siapa yang kafir. Siapa yang benar-benar baik dan siapa yang benar-benar jahat. Jadi sudah amburadul. Sudah blur. Sudah chaos. Makanya segalanya menjadi begini.

Saya:
Hmm ..begitu toh maksudnya. Jadi solusinya?



Hamba Tuhan:

Sudah saatnya kita belajar dari musuh ketimbang belajar dari teman yang diam-diam ternyata seorang pengkhianat. Seorang penjilat. Seorang musuh dalam selimut.

Saya:
Itu yang anda artikan lebih baik berteman dengan setan dari pada dengan manusia?



Hamba Tuhan:

Itu hanya kesimpulan anda. Ini metaforis. Bahasa kiasan. Anda bisa pahami tidak?

Saya:
Maaf saya takut salah mengambil kesimpulan. Makanya saya minta penegasan anda.



Hamba Tuhan:

Makanya anda gunakan nalar. Dan belajar berjiwa sportif seperti pengakuan setan pada Tuhan.

Saya:
Maksudnya?



Hamba Tuhan:

Benturkan kepala anda ke layar monitor