Rabu, 14 September 2011

> Oh..Ken Arok

Kulihat Ken Arok disela-sela awan hitam siang ini. Aku tidak mendengar ia sedang menyebut Tuhan. Sepertinya Ken Dedes yang sejak masih di bumi dicintainya belum lekang dari ingatan. Ada rasa trenyuh kulihat gurat wajah dengan rambut semrawut yang nyaris menutup wajahnya. Kuperhatikan, ia masih lumayan tampan, meski sudah puluhan abad ia pamit pada bumi.

“Apa yang sedang kau pikirkan, saudaraku Ken Arok?” Tanyaku sesantun mungkin. Mencoba terapkan ilmuku tentang etika yang pernah kupelajari diberbagai buku.

Iya hanya menatapku. Matanya masih tajam. Meski dalam keadaan kuyu seperti itu, sisi garangnya masih muncul.

“Hm, aku merasa sedih dengan catatan di buku-buku sejarah kalian dibumi yang telah abadikanku sebagai seorang pembunuh. Hanya karena cinta aku menjadi pembunuh. Aku memang sangat mencintai Ken Dedes.”

“Kenapa tidak kau sambangi saja dulu Tunggul Ametung. Coba minta maaf, setelah itu kau minta pada Tuha untuk izinkan reinkarnasi lagi, dan kau luruskan saja sejarah itu nanti.”

“Iya, mungkin benar seperti yang kau katakan, Saudaraku Tapi aku malu pada Tuhan. Aku senja kemarin sudah berada di pintu nirwana. Berniat untuk mengetuk pintunya dan minta maaf pada Tunggul Ametung. Walaupun, aku sudah tidak tertarik untuk meluruskan lagi sejarah yang sudah tertulis oleh kalian. Biarlah kalian tulis semua yang kalian tahu, apa adanya.Mungkin benar aku seorang pembunuh. tapi aku sangat menghargai kejujuran. Tetapi aku juga teringat pada Empu Gandring yang mati karena keangkuhanku.”

“Apakah kau mengira Empu Gandring dan Tunggul Ametung masih menyimpan dendam terhadapmu?” Tanyaku dengan ekspresi agak sedikit menyelidik

Ia terlihat menarik napas panjang,”aku minta padamu sebelumnya, jangan mengajakku untuk berfilsafat. Aku masih melihat mereka sebagai manusia. Aku berkeyakinan, mungkin saja mereka masih menyimpan dendam itu. Karena dulu kematian membuatnya tidak berkesempatan untuk membalas dendam itu. Tunggul Ametung sendiri memang tidak tahu bahwa akulah pembunuhnya, tapi justru aku merasa sangat berdosa padanya. Ketika di dunia aku memang memanfaatkan seorang karib yang sekarang sudah tidak kuingat namanya. Aku yakin, mereka semua masih dendam padaku”

Sejurus aku dengannya larut dalam pikiran masing-masing. Sesekali ia terlihat mengusap-usap beberapa helai awan putih tersisa, di sela-sela siluet siang yang lebih dipenuhi mendung.

“Kau masih mencintai Ken Dedes?” Selidikku

“Benar. Aku masih sangat mencintai Ken Dedes. Tapi jangan bicarakan itu dulu. Karena aku masih dihantui rasa bersalah pada Gandring dan Ametung.” Jawabnya

“Baik. Biarkan penyesalan itu ada dalam hatimu. Jangan kau lawan perasaan itu. Nanti kau pasti akan lebih tenang setelah sesal itu selesai tiba di puncaknya.”

“Tetapi aku tidak kuat, saudaraku. Aku malah terpikir andai diizinkan Tuhan untuk bereinkarnasi, aku akan laksanakan saranmu tadi. Aku akan menabur kebaikan di bumi. Tapi semua terlambat. Kau jangan pergunakan logika dari dunia untuk pahami perasaanku disini. Logika dari sana tidak akan menyentuh apapun yang ada di ruang-ruang waktu disini. Diruang yang sedang kutapaki ini!”

“Aku jadi terpikir Arok. Terpikir pada cinta-Nya. Sering aku mendebat diri sendiri, apakah cinta-Nya disekat-sekat oleh ruang dan waktu? Aku sendiri bingung. Tetapi, aku masih saja meyakini, cinta-Nya Maha Luas. Bila kau saja masih membawa bayangan Ken Dedes ke alam sekarang, apakah Cinta Tuhan mudah tanggal hanya di lorong-lorong bumi yang berselemak kebodohan itu.”

“Baiknya, jangan kau larut dengan pandanganmu itu, Sahabat. Pandanganmu itu justru akan membuatmu kelak melegitimasi kesalahan yang kau lakukan di bumi. Sudahlah, jangan kita berdebat lagi. Biarkan aku dengan semua sesalku. Sembari mencoba mengais-ngais nostalgia indahku bersama Ken Dedes dulu. Mungkin sedikitnya bisa mengobati resahku. Sambil tetap menumbuhkan harap, agar Tuhan sudi izinkan aku minta maaf pada Empu Gandring, Tunggul Ametung dan orang-orang yang aku zalimi dulu. Ajarkan cinta ke bumi dengan apa yang kau bisa. Aku cukup puas dan bahagia bila didunia itu sudah basah oleh hujan cinta. Kendati disini nanti aku akan tercebur dalam neraka. Karena, sekarang baru aku tahu, hanya dengan cinta, duniamu terselamatkan. Selamat dari kemunafikan, fitnah, kedengkian hingga darah. Yakinlah, bumi itu akan lebih hijau hanya ketika kalian izinkan nurani-nurani kalian bebas dari warna-warna merah. Nyala merah yang kalian taburkan selama ini disana kelak akan berujung pada sesal seperti yang ku alami. Kembalilah, aku percaya kau bisa pengaruhi dunia untuk lebih melihat cinta secara lebih jernih. Dan kau bisa membuat mereka merasakan trans oleh cinta. Jika perasaan itu sudah merasuk kedalam jiwa mereka. Masukkan ke dalam dadanya pelajaran tentang cinta yang lebih besar. Tidak seperti cintaku yang hanya dimonopoli oleh Ken Dedes. Pulanglah Sahabat. Ceritakan pesanku pada mereka.”

Ada rasa haru juga dihatiku dengan ketulusan yang dimilikinya. Jujur, airmata menggenangiku. Walaupun lelaki, aku selalu izinkan airmata untuk jatuh didepan setiap kebaikan. Tapi, aku tidak bisa lakukan apapun untuk membantunya sampai aku tiba-tiba tersadar sudah kembali ke bumi.