Rabu, 07 September 2011

> Siti Jenar dan Wali Sanga [Bag 72]

“Ya, dalam mabuk tidaklah mudah tercipta keharmonisan batin, ucapan serta tindakan. Mungkin saja bicara ngelantur, bertindak serampangan, batinnya tertutup….”

“Tapi siapa?”

“Yang tenggelam dalam gemerlapnya hidup. Apa pun yang kita nikmati disini hanyalah sekejap saja. Tiada kenikmatan yang bisa dirasakan dalam lama. Sebab disini adalah terciptanya awal kegusaran, keresahan, kekecewaan, kesedihan. Ketahuilah saat orang tertawa hanya menunggu waktu datangnya menangis tersedu-sedu, ketika orang menggenggam erat sebuah kekuasaan tinggal menunggu kekuasaan itu berpindahtangan, cepat atau lambat. Dalam tertawa telah lupa, dalam semuanya seakan tiada berakhir.  Kematian terkadang memutus mata rantai dari semuanya, meski ada pula yang sempat tersadar sebelumnya.”

“Hidup ini untuk mati, mati untuk hidup?”

“Itulah ajaran kebenaran, kemutlakan akan manusia. Milik setiap makhluk…..”

“Manusia itu memiliki awal yang sama, santapan yang sama. Yang membedakan hanyalah jumlah tumpukan makanan. Tetapi ingatlah baik orang miskin atau pun kaya menyuapkan makanan pada mulutnya hanya satu suapan. Adakah yanglebih dari itu?”

“Tidak…”

“Yang melebihi hanyalah nafsu keserakahannya. Padahal kantung perut semuanya sama, ketika kenyang nafsu makan perlahan hilang. Atau terlalu kenyang manusia akan menjadi lemah. Sama pula ketika manusia semakin tamak dan serakah…semakin pula kehilangan kekuatannya. Dalam titik lemah itulah para penunggu bersiap. Bukankah kekuasaan itu berpindahtangan ketika manusia terjebak dalam kebodohan yang telah melemahkan dirinya sendiri?”

“Adakah kaitannya dengan hidup untuk mati, mati untuk hidup?”

“Tentu, andai manusia itu dalam keaadaan sadar dan tidak bodoh….” Kebo Kenongo bangkit, “Tetapi jika manusia terlalu masuk pada persoalan ini tentu saja jagat raya tidak akan seramai sekarang. Mereka yang memahami ajaran ini akan menghindari persoalan yang menyebabkan dirinya lemah dan bodoh. Bandingkanlah ketika andika makan alakadarnya hanya untuk menepis rasa dahaga dan lapar dengan ketika andika sangat bersemangat untuk makan dan minum sebanyak-banyaknya karena takut kembali lapar? Apa hasilnya?”

“Tentu akan…”

“Tidak perlu dijawab cukup andika renungkan….”

Bersambung……