Rabu, 07 September 2011

> Siti Jenar dan Wali Sanga [Bag 62]

“Kang Mas, mengapa tanganmu berlumuran darah?” terperanjat.

“Mana darah ?” mengerutkan kening, pandangannya tidak beranjak dari wajah pucat pasi ketakutan.

“Tangan, wajah, tubuh kakang berdarah…? Mengapa Kakang tidak merasakan sakit? Sebaliknya malah bertanya?” semakin menjauhi.

“Dimas?” yang ditanya semakin bingung, berkali-kali memandang tangan serta tubuhnya lalu menatap lagi.

“Apakah Syekh Siti Jenar yang melukai Kakang? Lalu dimana rombongan kita?”

“Aneh?” Pangeran Bayat gelengkan kepala. “Apa sebenarnya yang telah terjadi, Dimas? Tidakah melihat rombongan kita berada di atas bukit?”

“Kakang yang aneh? Sedang apa mereka di atas bukit? Bukit yang mana?”

“Dimas? Bukankah mereka sedang menyaksikan pertarungan Syekh Siti Jenar dengan Kanjeng Sunan Kalijaga? Mengapa dimas lupa?”

“Jangan mendekat! Darah itu, darah itu, mengapa kakang tidak merasakan sakit?”

“Darah yang mana? Siapa pula yang berdarah-darah?” berusaha meraih bahu, “Jangan menjauh!”

“Tidak….” terpeleset, jatuh telenlang di atas rumput hijau.

“Rupanya pingsan?” telapak tangannya mengusap kening, terasa panas. “Sakitkah dia?” mencoba mengingat sebelum peristiwa terjadi.  Terbayang ketika Pangeran modang mengikat sebongkah gedebog pisang lalu memukuli serta menyeretnya sendiri menuruni padepokan.

“O, itu rupanya. Tapi mengapa dia berbuat aneh…?”

Bersambung….