Minggu, 18 September 2011

> Saya Sudah Bosan Menyembah Al Quran

Ini saya tulis sebagai mercu suar. Semoga saja ada sinyal yang terdeteksi oleh tulisan ini. Mudah-mudahan ada vibrasi kesadaran yang merambat. Tapi jika tidak, jangan memaksakan diri. Sesuaikan dengan lebar bandwith pikiran dan pemahaman anda. Jika muncul gejala mual, muntah-muntah dan antipati, segera hubungi dokter spiritual anda.



Saya masih teringat ketika saya berdebat panas
dengan adik saya ketika dia tidak mau mengikuti pola saya dalam beragama
yang sangat taat secara ritual. Tapi dia membantah. Dia beragumentasi.
Saya tersinggung. Marah. Hingga akhirnya saya mengutip ayat-ayat yang
mendukung kemarahan saya untuk melemahkan alasan kemalasannya. Semakin
dia membantah semakin gencar saya mencari ayat yang mendukung pandangan
saya untuk menembak argumentasinya. Termasuk untuk membela sikap saya
bahwa saya tergolong orang yang beriman dan dia tersudut sebagai orang
yang ingkar.



Saya masih teringat ketika saya tidak mampu melakukan sesuatu, ketika
saya gagal dalam berusaha, gagal untuk tampil eksis berpresatasi, maka
saya mensugesti diri dengan ayat-ayat yang mendukung sikap dan kemalasan
saya. Dan kemudian saya timpali dengan rajin berdoa pada Tuhan agar
saya dikukuhkan dengan sikap yang saya pillih. Dan secara psikologis
itu saya artikan sabagai beriman dan istiqamah. Tapi diam-diam, di sudut
kecil kesadaran saya tetap bersembunyi perasaan bahwa sebenarnya saya
sedang membohongi diri. Bahwa saya sebenarnya malas belajar, malas
bersusaha, takut untuk melakukan uji coba dan gamang untuk menghadapi
tantangan dan menerima resiko hidup.



Dan masih banyak hal-hal senada yang intinya saya menjadikan Alquran sebagai perisai psikologis untuk segala hal yang saya alami, segala hal yang saya rasakan dan segala hal saya pikirkan. Tapi …..



Kini saya sudah berhenti.

Berhenti berlindung secara psikologis pada Alquran

Kenapa?



Saya harus berlingung pada diri sendiri.

Saya harus kembali pada diri sendiri.

Harus tegak di atas inti kesadaran diri.



Kenapa?

Apakah saya ingkar pada Islam?

Apakah saya tidak lagi meneladani Muhammad?



BUKAN!

Justru saya INGIN dan MERUJUK langsung pada pribadi Muhammad

Saya terinspirasi dari perkatakaan Aisyah ketika ditanya sahabat Nabi tentang akhlak Rasulullah, yang dijawab Aisyah dengan:



Akhlak Rasullullah adalah Alquran.



Kalimat singkat itulah yang merubah pemahaman saya.

Kalimat singkat itulah yang menginspirasi saya.

Selain juga peresetubuhan saya dengan pengalaman hidup sehari-hari.

Ditambah dengan perjalanan perenungan dan pemikiran saya yang cukup lama dan melelahkan.



Apakah itu sudah tercapai? Belum!

Bagi saya justru itulah perjuangan sepanjang hayat.

Yaitu proses menjadi Islam. Proses menjadi Alquranik.

Proses menubuhkan Alquran dalam diri.

BUKAN MENGHAFAL DAN MENGUTIP ALQURAN



Di zaman Nabi Muhammad wahyu Tuhan belum dicetak.

Dan Muhammad sendiri sesekali senang minta dibacakan ayat-ayat Alquran
oleh sahabatnya, yang saat itu masih tersebar dan terdokumentasi secara
alamiah pada benda-benda seperti daun, kulit kayu dan tulang belulang.



Kenapa minta dibacakan?

Karena Muhammad tidak menghafal Alqruan.

Tapi dirinya, inti kepribadiannya itulah nilai-nilai moral dasar Alquran, seperti dikatakan Aisyah di atas.



Artinya nilai-nilai Alquran hidup dalam dirinya. Sudah menjadi pakaian
kepribadiannya. Dengan kata lain, Muhammad tidak menyembah Alquran.
Tidak menjadikan Alquran sebagai perisai psikologis untuk setiap
kealfaan dirinya. Apalagi untuk menyerang orang lain.



Ibaratnya, Muhammad bagaikan terusan Suez. Dia bagai penghubung antara
Laut Merah dengan Laut Tengah. Muhammad adalah mediasi antara Tuhan
dengan umatnya dari sisi sumber nilai-nilai Islam, yaitu berupa wahyu
atau ayat demi ayat Alquran. Yang merupakan locus percikan Kebenaran
(Tuhan) di bumi.



Secara metaforis, Tuhan di langit dan manusia di bumi. Maka Kebenaran
Absolut mengejewantah ke bumi melalui pribadi Muhammad. Dan hasilnya?
Itulah ayat-ayat Alquran. Dengan kata lain, Muhammad adalah locus persemaian nilai-nilai Islam di bumi. Dengan kata lain, Muhammad adalah katalisator. Mesin spiritual ayat demi ayat Alquran.



Begitulah saya memahami bahwa ahklak Muhammad adalah Alquran.



Setiap sikap dan perbuatannya adalah prototipe praktis yang dimaksud oleh Alquran.

Ini mirip ketika saya membaca satu perpustakaan buku-buku tentang bisnis.

Saya tidak akan menjadi seorang pebisnis sejati sebelum semua buku itu
menubuh dalam diri saya. Sebelum SPIRIT buku-buku bisnis itu menjadi
hidup dalam sikap dan tindakan saya dalam berusaha.



Kenapa? Karena buku itu adalah terori. Adalah manual. Meniduri satu
perpustakaan buku-buku bisnis tidak akan menjadikan saya seorang yang
bermental bisnis. Tidak akan menjadikan saya seorang pebisnis dalam arti
yang sesungguhnya.



Lalu seperti apa protipe seorang pebisnis sejati?

Itulah sosok dan pribadi para pelaku bisnis. Dari dirinyalah sekian buku
bisnis dicetak. Dengan kata lain, atas segala ucapan, sikap dan
tindakannya itulah buku bisnis ditulis. Tapi dia tidak butuh lagi buku
bisnis secara harfiah. Karena memang mental bisnis, sikap pebisnis, dan
segala strategi bisnis itu sudah inheren dalam dirinya.



Demikianlah saya memahami Alquran dalam hubungannya dengan pribadi Muhammad.

Muhammad adalah Alquran hidup. Karena itu untuk menajdi seorang yang
Alquranik, secara hakikinya identik menjadi seperti profilnya Muhammad.
Meneladani pribadi Muhammad. Uswatun hasanah. Bukan dengan menyembah
Alquran. Bukan menjadikan< Alquran sebagai perisai, tameng dan dalih.