Selasa, 06 September 2011

> Siti Jenar dan Wali Sanga [Bag 59]

“Belum paham apanya, keparat!” teriaknya, matanya berputar mencari pemilik suara. Semakin dicari, semakin memusingkan.

“Bukankah sudah saya katakan, andaikan hati kisanak dalam keadaan tenang. Tentu akan memahami semuanya….dengan siapa kisanak bicara? Dengan siapa kisanak berhadapan?”

“Andika ini Iblis, Jin, Makhluk Ghaib, ataukah Sihir Syekh Siti Jenar?”

“Cari saja sendiri siapa saya. Bukankah kisanak memiliki kesaktian? Itu pun andai tidak mau menuruti nasihat saya untuk membuka mata hati. Saya kira olahkanuragan dan ilmu kadigjayaan bukan tempatnya untuk menemukan saya. Apalagi membuka mata hati, karena di depan ilmu kadigjayaan yang ada hanya musuh secara lahiryah….”

“Diam! Jika andika pengecut dan takut pada ilmu kadigjayaan saya mana mungkin mau menampakan diri.”

“Ha..ha…masa orang sakti dan digjaya tidak bisa menangkap dan menemukan saya?”

“Huhhhh…keparat!” dengan kemarahan yang semakin menjadi, telapak tangannya yang mengeluarkan tenaga dalam menghantam pepohonan secara membabi buta.

Krakkkkk, brukkk, beberapa pohon roboh bertumbukan dengan lainnya. Hiruk-pikuk yang disebabkan kemarahan Pangeran Modang mulai mengusik heningnya suasana di Padepokan Syekh Siti Jenar.

“Ha..ha…makhluk dungu macam apa kisanak ini? Mengapa merusak pepohonan yang tiada berbuat salah pada kisanak. Apakah kisanak mau menakuti saya dengan cara merusak pohon? Bukankah kisanak ingin menangkap dan menemukan saya? Jika itu yang diperbuat kisanak hanya semakin menciptakan jarak antara yang mencari dan yang dicari…haha…”

“Haaaakkkk…hiaaaattt!” semakin kencang terjangannya, tenaga pun berlipatganda diarahkan pada sasaran kemarahan.

Bersambung…..