Kamis, 08 September 2011

> Siti Jenar dan Wali Sanga [Bag 88]

“Bukankah tujuan dari dzikir, shalat, dan ritual itu untuk  mendekatkan diri kita dengan Yang Maha Agung?” timpal Kebo  Kenongo.

“Benar sekali Ki Ageng Pengging.” langkahnya terhenti di tepi  jalan, sejenak, lalu memandang awan yang berserak di langit biru.  “Jika kita sudah dekat apalagi menyatu dengannya masihkah kita  perlu melakukan upaya dan tata cara pendekatan?”

“Tentu saja jawabnya tidak.” Kebo Kenongo menatap keagungan sinar  yang terpancar dari wajah Syekh Siti Jenar.

“Upaya pendekatan apalagi yang harus kita lakukan, jika kita  sudah melebihi dari dekat. Apa pun yang kita inginkan bisa terwujud hanya dengan kalimatnya. Kun, jadi. Maka terjadilah!”  tambah Syekh Siti Jenar. “Namun ketika kita sudah berada pada  tahapan tadi, mana mungkin akan tertarik pula dengan urusan dunia  dan seisinya. Karena lebih nikmat didalam kemanunggalan tadi  dibandingkan dengan dunia dan segala isinya.”

“Mungkin juga, Syekh.” Kebo Kenongo mengerutkan dahinya, mencoba  mencerna uraian Syekh Siti Jenar.

“Untuk meyakinkan segala hal yang saya katakan sebaiknya Ki Ageng Pengging mencobanya.” saran Syekh Siti Jenar.

“Saya sering melakukan semedi dan tapabrata, Syekh. Namun yang dikatakan kemanunggalan kita dengan Sang Pencipta itu di sisi  mana?” tanya Kebo Kenongo.

“Ketika wah’datul wujud.” Syekh Siti Jenar menghela napas dalam- dalam. “Saya baru bisa menjelaskan lebih mendalam jika Ki Ageng  Pengging mencoba, lalu ada perbedaan dari sebelumnya. Maka hal  itu baru saya uraikan kembali menuju Manunggaling Kawula Gusti.  Sebab tidak mungkin saya mengurai sebuah persoalan jika  seandainya Ki Ageng tidak menjelaskan terlebih dahulu hal yang  mesti dibahas.”

Saya paham maksud, Syekh.” Kebo Kenongo menganggukan kepala.

***

“Saya mendapat kabar tentang pesatnya ajaran yang disampaikan  oleh Syekh Siti Jenar.” ujar Sunan Bonang, duduk bersila di  hadapan Sunan Kalijaga.

“Saya juga demikian, Kanjeng.” Sunan Kalijaga mengamini.

“Kenapa dia bisa berhasil dengan pesat dalam penyebaran agama  Islam di tanah Jawa Padahal dia bukanlah seorang wali?” Sunan  Giri menyela.

 ”Benar, Kanjeng. Penyebaran ajaran dengan pesat di sini bukan  berarti mayoritas, sebab Kanjeng Sunan Kalijaga pun cukup  berhasil dalam upaya ini.” terang Sunan Bonang.

“Tidak lupa pula  para wali yang lain.”

 ”Bukankah kita pun sebagai para wali telah menyisir seluruh pulau  jawa dalam upaya penyebaran ajaran Islam?” ujar Sunan Giri. Sunan Bonang menatap Sunan Kalijaga, berbicara melalui batinnya. 

 ’Bukankah maksud kita bukan urusan pesatnya penyebaran yang akan  dibicarakan. Tetapi tentang isi ajaran yang disampaikannya.’

‘Itulah yang membuat saya khawatir, Kanjeng Sunan Bonang. Namun  mudah-mudahan yang kita khawatirkan itu tidak..’

“Kenapa andika berdua terdiam?” Sunan Giri menatap Sunan Bonang  dan Sunan Kalijaga.

“Ada apa?”

 ”Tidak, Kanjeng Sunan Giri. Kita hanya memaklumi saja kemampuan  seorang rakyat jelata seperti Syekh Siti Jenar mampu  mengembangkan dan menyebar luaskan ajarannya. Itu yang sedang  kami renungkan.” terang Sunan Bonang.

“Tetap saja pesatnya ajaran yang dia bawa penyebarannya tidak  akan seluas para wali, termasuk pengaruh dan wibawanya. Mungkin  hanya sekelompok kecil saja yang kemungkinan terserak di pelosok  Negeri Demak Bintoro.” ujar Sunan Giri. “Namun itu bukan sebuah  persoalan selama dia tidak menyimpang dari aturan para wali.”

‘Apa boleh buat, justru itulah nantinya akan menuai persoalan.’  batin Sunan Bonang.

Bersambung…..