Rabu, 21 September 2011

> Hakekat Islam Bagi Saya

Tentu saja tulisan ini pendapat saya. Bukan fatwa!

Islam, saya pahami sebagai keselamatan. Dan keselamatan itu impian setiap manusia, bahkan segala mahkluk di alam semesta. Sedang medium dari keselamatan itu adalah mekanisme hukum alam yang berlaku Universal. Tidak pandang bulu. Siapapun akan ditimpa hukum alam tanpa terkecuali. Contoh yang paling gamblang adalah MATI. Setiap orang akhirnya mati. Para Nabi dan orang-orang yang dianggap suci pun akhirnya juga mati. Bagi saya ini petanda bahwa hukum alam tidak memihak. Adil sesuai kondisinya masing-masing.

Begitu juga untuk keselamatan. Siapapun yang menyerempet bahaya, maka jelas akan diluluhlantakkan oleh bencana hukum alam. Dan siapa yang bisa beradaptasi, menyelaraskan diri dengan segala perangkat hukum alam, baik yang bersifat fisis maupun yang bersifat psikologis, akan selamat. Tidak bisa dibantah, hasilnya setimpal dengan usaha dan kondisi yang mensyaratkannya. Dengan kata lain, apa yang dialami dan diterima manusia adalah akumulasi total dari kehendak, usaha dan kondisi lingkungannya.

Itulah Islam bagi saya. Dan itulah yang disebut sebagai rahmatan lil alamin. Rahmat bagi semesta alam. Melampaui ruang dan waktu. Abadi sepanjang masa. Hanya orang tolol yang tidak akan mengaminkan mekanisme hukum alam. Paling tidak, jadul dengan cakrawala ilmu pengetahuan.

Karena itu, mengaminkan, mengatakan YA terhadap hidup, dengan segala dinamikanya, bahkan dengan segala carut marutnya, adalah sebuah sikap Islami dalam pengertian yang sesungguhnya. Bahwa manusia, tidak punya pilihan untuk menolak realitas yang tak pernah bisa dibantah. Dengan cahaya kesadaran itulah kesabaran otentik bisa tumbuh mendasar dalam diri manusia. Bahwa dia, tak bisa hidup diluar realitas. Bahwa manusia tidak bisa menggadaikan penerimaannya terhadap kenyataan dengan ilusi dan utopia yang dibangunnya secara imajiner.

Dengan kata lain, akhirnya manusia harus kembali pada dirinya. Menerima segenap kenyataan yang ada pada dirinya. Dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Dengan segala tantangan dan evolusi kosmis yang mengitari hidupnya. Segala doa, segala jeritan dan tangisan, akhirnya harus mendarat pada sikap menerima kenyataan sambil tersenyum: “Memang inilah hidup!” Bukan mencari perlindungan pada dunia lain. Pada Nabi, Yesus, Buddha, Bapa, Tuhan dan segala sosok eksternal diluar kediriannya. Selagi manusia menjual dirinya demi sesuatu diluar dirinya, maka dia akan masuk jurang psikologis yang dalam, yang pada akhirnya akan dibungkam oleh sikap kultusisme, dogmatisme, tahyul, mitos dan indoktrinasi diri. Semua itu, tanpa disadari akhirnya akan menghabisi kedirian manusia. Dan itu, meski dihayati sebagai ketaatan, bagi saya, hanya sebuah tipuan. Tipuan yang dibangun secara bertahap sejak masa kanak-kanak. Baik secara pribadi maupun secara sosial dari masa ke masa.

Dan itu bagi saya bukan Islam, tapi tahyul dan klenik.
Kitab Suci, nabi, Yesus, Buddha, Bapa, Tuhan dan seterusnya menjadi antidot, menjadi placebo, obat penenang psikologis dari rasa kegamangan psikologis yang terlunta-lunta. Padahal, hukum alam, sudah built in dalam segenap evolusi kehidupan. Siapa yang menyetubuhinya, dengan segala kesadarannya, dengan usaha tanpa tedeng aling-aling, akan merasakan bahwa segalanya ada mekanisme alamiahnya. Manusia tidak perlu menjerit dan menghamba pada juru selamat dan Tuhan imajiner. Karena jalan itu, jalan keselamatan itu adalah sekuler! Jalan itu alamiah. Jalan itu ada disetiap sudut muka bumi. Titah alam semesta melalui mekenisme hukum alam. Dan siapa yang selaras dengannya akan selamat. Tinggal soal, siapkah manusia untuk menjalaninya, tanpa tangis dan rengekan pada dunia lain yang ilusif dan utopis.

Itulah hakikat Islam bagi saya!
Sekularisme.
Diluar itu, bagi saya hanya Islam Sloganisme!
Lebih tepatnya, Islam Ritualisme.

Dan ingat!
Ini penghayatan saya pribadi.
Dilarang meniru adegan berbahaya ini tanpa mentor spiritual anda.