Selasa, 06 September 2011

> Siti Jenar dan Wali Sanga [Bag 41]

“Ya, saya paham, Kanjeng.” Pangeran Bayat menganggukan kepala.

“Kabar, Kanjeng Sunan Kudus?” tatap Syekh Siti Jenar.

“Ya, Syekh.”

“Bukankah kabar itu sesuatu yang belum pasti?”

“Hari inilah saya datang ke padepokan andika untuk membuktikan kabar tadi.”

“Bahwa saya telah mengajarkan dan menyebarluaskan ajaran sesat dan menyesatkan?” Syekh Siti Jenar perlahan mengangkat wajahnya ke langit, lalu kembali menatap Sunan Kudus.

“Bukankah andika tadi sudah menyadari, Syekh?” tatap Sunan Kudus, “Jika andika menyebarkan kesesatan artinya telah keluar dari ajaran Islam yang sesungguhnya….”

“Benar, Kanjeng.” tampak tersenyum, “Seandainya saya melakukan kesesatan dan menyebarluaskannya. Artinya saya telah murtad, kafir, mungkin juga musrik. Tetapi benarkah tuduhan itu? Bahwa saya telah sesat dan menyesatkan dengan ajaran yang saya sebarkan. Bukankah saya menyebarkan ajaran Islam? Meskipun kita hanya memiliki satu ayat menurut Kanjeng Nabi, maka sampaikanlah. Tidak bolehkah menyampaikan sesuatu tentang ajaran Islam yang saya anggap benar dan harus disebarluaskan?”

“Memang itu tidak salah! Sudah seharusnya karena mengajarkan dan menyebarluaskan agama merupakan kewajiban kita sebagai umatnya.” Sunan Kudus berhati-hati, “Tetapi andika sudah dianggap melenceng, bahkan sesat.”

“Mengapa saya dianggap melenceng dan sesat? Karena saya bukan seorang wali seperti andika? Mungkinkah karena saya hanya seorang rakyat jelata?”

“Tidak,”

“Lantas?”

“Ya, ajaran itulah yang mengkhawatirkan? Jika andika terus menyebarkan ajaran sesat saya khawatir rakyat yang menerimanya keluar dari esensi Islam yang sesungguhnya.”

“Andika dari tadi menuduh saya telah menyebarkan kesesatan, Kanjeng.” Syekh Siti Jenar menyapu wajah Sunan Kudus dengan tatapannya. “Dimanakah letak kesesatan ajaran Islam yang saya sebarkan?”
Bersambung……