Senin, 05 September 2011

> Siti Jenar dan Wali Sanga [Bag 16]

“Aduhhhh….!!!” betapa terperanjatnya Loro Gempol, ketika ada lelaki berjubah putih yang turun dari langit dan mengirimkan tendangan keras ke arah dadanya, hingga dirinya terpental dan jatuh dari punggung kuda. “Makhluk apakah yang menendang dadaku hingga terasa sesak dan panas….membakar sekujur tubuhku….”

“Bukankah andika murid Syekh Siti Jenar yang sakti?” Ki Sakawarki melayang dan berdiri dihadapan Loro Gempol yang terhuyung, seraya tangan kirinya memegang dada.

“Siapa andika? Mengapa bisa terbang seperti Syekh Siti Jenar guru saya?”

“Saya Sakawarki, muridnya Sunan Kalijaga. Andika mengaku muridnya Syekh Siti Jenar dan menganggap remeh para wali. Ternyata ilmu yang andika pelajari dari Syekh Siti Jenar tidak seberapa?” Ki Sakawarki mendekat, “Andika harus ditangkap karena telah berani melakukan pemberontakan dan……”

Hiatttt….belum juga Ki Sakawarki selesai berbicara, Kebo Benowo dengan cepat menyambar tubuh Loro Gempol yang terhunyung-huyung. Dinaikan ke atas kuda dan melarikan diri dari pertempuran.

“Mundurrrrrrr!!!!” teriak Kebo Benowo, seraya memacu kudanya dengan cepat.

“Jangan lari keparat!” Ki Sakawarki bersiap untuk mengejar, namun Lego Benongo menghadangnya.

“Kematian itu indah, kehidupan ini adalah penderitaan. Karena kematian lebih baik dari hidup miskin dan terjajah, hamamayu hayuning bawana.” ujar Lego Benongo, seraya menyilangkan golok di dadanya.

“Tidak salah yang andika ucapkan, Ki Sanak?” Ki Sakawarki mengurungkan gerakan silatnya, sejenak berdiri dan mencerna ucapan Lego Benongo. “Mungkin inikah yang dinamakan sesat?”

“Siapa yang sesat? Andikalah dan para wali, juga penguasa negeri Demak Bintoro yang sesat?” lalu Lego Benongo menyelinap di antara lautan prajurit yang merangsek, setelah itu melarikan diri.

“Aku jadi kehilangan kejaran.” Ki Sakawarki mengincar salah seorang pasukan gelap sewu untuk ditangkap. Mereka terlihat berlarian dari medan tempur setelah pimpinannya menghilang ditelan gelapnya malam. “Sulit juga menangkapnya. Mereka pintar menyelinap!”

“Kademangan Bintoro telah terbebas dari pemberontak!” teriak para prajurit. Sebagian berjaga-jaga, yang lainnya menolong yang terluka, serta mengangkut korban tewas.

“Ki Sakawarki, benar bukan mereka muridnya Syekh Siti Jenar?” Ki Demang Bintoro berdiri di samping Ki Sakawarki.

“Ya, namun mungkinkah beliau mengajarkan ajaran seperti ini?”

“Mengapa tidak mungkin?” ujar Ki Demang, “Bukankah kita sudah berhasil menangkap hidup-hidup salah seorang muridnya yang mengaku anggota pasukan gelap sewu. Orang ini kita bawa ke pusat kota Demak untuk memasuki persidangan para wali sebagai saksi dan bukti.”

“Dimana dia?”

“Dia berada dalam penjagaan para prajurit.” Ki Demang menunjuk ke utara, seraya kakinya melangkah pelan. “Mari kita tanyai!”

Bersambung…………