Jumat, 21 Oktober 2011

> Lebih Baik menyembah pohon dari pada mengidolakan Tuhan

Dahulu orang tidak mengerti bagaimana caranya untuk menyembah Tuhan, tapi mereka tahu Bahwa Tuhan itu ada tapi tak tahu ada dimana, karena Tuhan tiada bentuk dan rupa. Lalu mereka mencari-cari, dengan hati yang masih lugu. Mereka beranggapan kemungkinan Tuhan berada dibalik pohon-pohon besar atau gunung yang paling tinggi dan diatas langit. Maka Menyembahlah mereka dengan segala ketulusan kepada pohon besar itu yang dalam hati mereka anggap itu adalah perwujudan Tuhan. Atau pula yang memenggadah keatas langit untuk menyembah dan memberi penghormatan kepada Tuhan.
Tapi mereka sungguh melakukannya penuh hikmat, dengan memakai pakaian yang terbaik dan sepenuh hati dan jiwa. Namun kita yang kepintaran menganggap mereka menyembah berhala. Tetapi tanpa sadar kita yang hidup dijaman sekarang justru lebih menyembah berhala yang bernama uang!

Kita yang menganggap diri beragama dan percaya Tuhan, menganggap orang lain menyembah berhala, seberapakah ketulusan yang kita lakukan dalam menyembah Tuhan? Tak jarang disaat ke tempat ibadah masih bisa memakai baju seadanya, tapi kalau menghadap boss pakaiannya sungguh kerennya.
Saat beribadah, dering handphone saut menyahut, tak jarang dengan suara berbisik masih sempatkan bicara soal bisnis. Saat mengikuti ibadah, otak kita masih bisa berkeliaran kemana-mana. Masih sempat menggosip dan dipenuhi pikiran kotor. Tak ada malu sedikit pun juga. Selesai berpuja bakti sudah timbul kebencian lagi. Itulah yang terjadi pada diri sendiri. Tapi tak perlu malu untuk mengakuinya saat ini. Simbol-simbol agama memenuhi tubuh kita. Kalau Tuhan ada fotonya, pasti setiap kamar kita ada mengantungnya .

Sekarang ini kita hanya sekedar mengidolakan Tuhan, bukan dengan sungguh-sungguh percaya dan menyembahnya lagi. Ini terbukti dari perbuatan kita yang sering memalukan Tuhan. Nama Tuhan dan ajaran-ajaran Nabinya hanya jadi pajangan dan bacaan tanpa tahu maknanya. Hanya jadi pembicaraan tanpa ada dalam pelaksanaan. Kalaupun dilaksanakan, dengan cara yang salah dan ditutupi dengan pembenaran. Buktinya adalah, Tuhan harus terpaksa terus menurunkan bencana-bencana untuk mengingatkan kesalahan-kesalahan kita.
Dan itu terjadi lagi dan lagi, kenapa belum sadar juga? Yang ada kita masih sibuk untuk saling menyalahkan.

Tuhan, maafkan saya, karena saya termasuk salah satu pelakunya. Masih adakah kesempatan untuk merubahnya?

Kamis, 20 Oktober 2011

> Budaya Nusantara VS Agama timur tengah

“Kalau tidak memberi dana untuk perawatan, kami bom patung raksasa ini.” Kata pemimpin Taliban enteng, sambil mengelus-elus jenggot lebat.

“Gila, masak peninggalan budaya mau di bom!”

“Biaran saja! Tak usah diladeni! Hari ini dikasih, besok-besok pasti minta lagi.”

“Sayang, peninggalan sejarah dan budaya jadi sasaran.”

“Kan bisa dijadikan objek wisata, sumber duit, bodok amat itu orang, mau hancurkan!”

“Mereka memperlakukan perempuan dengan biadab, bisa-bisa diberi uang juga untuk menindas perempuan!”

Hampir semua negera mengecam.

Taliban tak mengertak, mahakarya berseni tinggi simbol kejayaan leluhur masa silam, berdiri kokoh ribuan tahun di jalur Jalan Sutra tersebut, diledakkan.

Cerita di atas, digubah dari peristiwa heboh beberapa tahun silam, ketika Taliban masih berkuasa di Afganistan.

Mungkin Anda pernah mendengar peristiwa tersebut. Dan, Anda juga tahu bagaimana Taliban memperlakukan perempuan.

Entah “gizi” apa yang merasuk ke otak dan jiwa sebagian besar laki-laki di sana, sangking “jeniusnya” menafsirkan ajaran Islam, sampai-sampai perempuan harus mengkarung seluruh badan, menyisahkan sedikit celah untuk mata; perempuan tidak boleh sekolah, kalau sekolah diintimidasi, dipukuli, sampai di siram dengan air keras; derap langkah perempuan juga dibilang haram, karena bisa merangsang nafsu laki-laki; apapun dari perempuan, asal laki-laki merasa bisa terangsang, maka haram. Kalau yang terjadi sebaliknya, ya tak apa-apa.

Pembaca, mungkin Anda masih ingat, ancaman membom Borobudur, dari kelompok yang salah menafsirkan agama, beberapa tahun silam.

Terbayang tidak, apa jadinya, kalau Borobudur dan Prambanan akan diledakkan, dengan alasan itu berhala dan relief di kedua candi menampakkan dada, kelamin perempuan dan laki-laki?

Nah, bagaimana dengan Nusantara (baca: Indonesia) Akankah perempuan di sini, atas nama agama, bernasib (atau lebih ringan sedikit) seperti perempuan di Afganistan khususnya, Timur Tengah umumnya?

Tidak!

Kenapa?

Karena raga Nusantara yang melahirkan Indonesia Raya, ditopang jiwa Bhinneka Tunggal Ika, jiwa yang lebih kuat, lebih besar dari budaya (baca agama) Timur Tengah!

Mau bukti?

Para pendiri negara ini, salain sangat intelek, juga penganut agama-agama produk Timur Tengah, namaun mereka sapakat negara ini tidak berazaskan Islam atau Kristen, tetapi berazaskan Pancasila sebagai dasar negara!

Adat kebiasaan yang mewarnai agama, yang muncul di daerah padang pasir, beriklim kestrim (siang sangat panas, malam sangat dingin), memang harus beradaptasi dan “tunduk” pada budaya tuan rumah (baca: Nusantara) yang lahir di tempat tropis nan subur. Terutama cara berpakaian! Hidup di padang pasir dengan iklim ganas, tentu wajar melilitkan kain menutupi sekujur tubuh, kalau tidak bisa mati kedinginan dan meleleh disengat matahari. Bukankah tidak ada orang Eskimo di kutub berbusana singlet saja?

Agama adalah bagian dari budaya! Dan budaya harus beradaptasi dengan lingkungan dan manusia di luar produk budaya itu lahir. Hal senada, secara apik,

Silahkan simak tulian dan tanggapan yang sangat menarik tersebut

Salam Nusantara, rahayu

Selasa, 18 Oktober 2011

> Agama Saya adalah Sontoloyo

Pencerahan adalah suatu kata yang menyegarkan. Menggairahkan. Optimistik. Vitalitastik. Dan entah apalagi istilahnya asal adrenalin hidup bisa lancar mengalir seiring denyut nadi kehidupan. Sejalan dengan mekanisme hukum alam. Tapi

Ketika agama dipahami sebagai berhala tua yang disemir lalu dipajang di langit untuk disembah, maka agama akan berubah menjadi racun sontoloyo. Pembunuh gairah hidup. Mengingkari akal dan menumpulkan kepekaan hati.

Pencerahan, menurut saya, adalah lawan dari tabir. Dan keduanya bukanlah barang mati. Keduanya hidup saling bertempur dalam dialektika kehidupan. Jika hari ini ada pencerahan, maka setahun kemudian mungkin yang disebut pencerahan itu telah ditutup lagi oleh tabir baru yang bernama usang. Jadul. Ketinggalan zaman.

Agama, sejauh yang saya pahami, adalah pelembagaan iman dalam satu komunitas yang seiman. Pelembagaan dari suatu kelompok yang menganut sebuah kitab suci. Akan tetapi ketika agama yang dipahami sudah melampaui fungsinya, maka ia telah menjadi berhala, menjadi sesembahan yang memberangus pembebasan. Dimana iman, kitab suci, sejatinya datang untuk membebaskan manusia dari tirani, dari cengkaraman mitos dan tahyul, dari belengggu hawa nafsu, dari belenggu kepicikan, dari tabir sempit pandangan. Dari kultus dan dogmatisme. Iman datang untuk membebaskan manusia dari menyembah apa saja selain Tuhan. Bukan menyembah para Nabi, para leluhur, para syeh, para ulama, tradisi dan apa saja.

Agama hanyalah bungkus dari iman. Ibarat kepala, agama hanya topi. Jika kepala tumbuh menjadi besar, maka topilah yang akan dimodifikasi. Bukan kepala yang dicincang. Tapi dalam prakteknya, tidak jarang posisi agama sudah terbalik. Agama seakan-akan sudah menjadi isi. Tidak boleh disentuh apalagi dipahat ulang. Akibatnya agama mengkorup nilai-nilai iman. Maka terjadilah kebuntuan, stagnan, jumud. Umat beragama bersikeras menarik kehidupan hari ini ke sekian abad silam. Agar cara hidup umat beragama hari ini kembali ke cara hidup seperti di zaman agama itu dicanangkan di zaman para Nabi. Sebuah nostalgia psikologis.

Andai agama dipahami demikian, tidak akan ada para pembaharu agama di sepanjang jejak sejarah. Tidak akan ada para mufasir, faqih, teolog, cendikiawan dan para ulama yang selalu estafet seiring perjalanan waktu. Tidak akan ada mazhab Maliki jika imam Malik tidak merekonstruksi pandangan gurunya imam Hanafi. Tidak akan ada mazhab Hanbali jika iman Ibnu bin Hanbal tidak merekonstruksi pandangan gurunya imam Syafii. Tidak aka ada Ibnu Taymiah, Ibnu Qayyim, Muhammad bin Abdul Wahhab, Muhammad Abduh, Muhammad Iqbal, Hassan Al Banna, dan seterusnya jika masing masing mereka tidak menata ulang pemahaman agama dari gurunya masing-masing.

Iman tidak perlu diperbarui, karena iman sudah Absolut Universal. Sebuah penghambaan pada Realitas Absolut, Unlimited Power, atau Tuhan. Tapi iman hanya perlu dihidupkan, dibangkitkan agar semakin peka dan menggetarkan dalam hati dan pikiran. Tapi agama, tetap harus diperbarui seiring perkembangan zaman. Jika tidak, agama hanya akan menjadi barang aneh dalam kehidupan sehari-hari. Seperti minyak dalam air. Tidak pernah bisa melebur inklud dalam keseharian umatnya. Tidak pernah menjadi garam dalam sebuah masakan.

Umat beragama akan selalu berada dalam dua ketegangan ini. Iman yang Absolut dalam diri pribadi, dan agama yang relatif kondisional di medan sosial. Hablum minan nas dan hablum minallah. Fanatik (jika istilah ini yang akan digunakan) ke dalam diri pribadi, dan toleran dengan sesama manusia lain dalam kehidupan sosial.

Tapi jika agama masih dianggap sebagai sesuatu yang Absolut, yang tidak boleh dijamah, yang selalu menjadi sebuah TABU, maka pencerahan agama akan tiarap digulung zaman. Jika itu terus berlangsung bukan tidak mungkin di suatu zaman nanti, manusia akan mengatakan: AGAMA TELAH MATI!

Minggu, 16 Oktober 2011

> Tuhan itu tidak Ada

Saya sering menulis Tuhan tidak ada, Tuhan saya bunuh, Tuhan omong kosong, dan seterusnya dengan lontaran cadas menyeramkan. Hingga banyak pembaca kalang kabut, ngeri, lalu lari tunggang langgang. Dan sebagian mereka tak sabar lalu mengamuk melempari saya dengan granat kata-kata. Bahkan seorang Pepi, sempat menjadikan saya target utama untuk dilempari bom buku sebelum Ulil Abshar Abdalla. Akan tetapi juga tidak sedikit yang merasa tercerahkan oleh tulisan saya, yang pengakuan mereka langsung mendarat di email, inbox dan chat boox saya dimanapun saya berada di dunia maya.

Singkat kata,
Riwayat saya di medan tempur wacana agama di belantara maya hiruk pikuk sudah.

Tapi saat ini …
Akan saya eja dengan lain cara.

Tuhan, sejatinya tidak mungkin saya bunuh. Mana mungkin. Bagi saya, tidak ada satu mahkluk yang paling gagah pun yang akan sanggup membunuh Tuhan. Menemukan Tuhan, proses mencari Tuhan, berlangsung sepanjang hayat usia manusia. Itu pun terseok-seok jatuh bangun tidak karuan. Perih dan menggetirkan. Mengguncang nalar merinding bathin. Apalagi untuk membunuh Tuhan.

Tuhan yang saya bunuh, adalah Tuhan imajiner. Tuhan yang ada dalam imajinasi saya. Karena imajinasi itulah yang merusak saya. Karena Tuhan menjadi seperti keinginan saya. Menjadi seperti dambaan saya. Dengan kata lain, saya mengukir Tuhan sesuai keperluan saya. Secara psikologis, tentu manusiawi. Karena tidak ada cara lain untuk membayangkan Tuhan selain berimajinasi. Tapi secara teologis, adalah keliru menganggap Tuhan yang saya bayangkan adalah Tuhan yang sebenarnya, yang terlalu agung, tak terbatas, jauh teramat jauh di luar batas kemampuan saya untuk memahaminya. Apalagi untuk menunjukNya sambil berseru: “Inilah Tuhan!”

Jebakan imajinasi inilah yang saya coba lepaskan.
Hanya saja, saya melemparkan semua penghayatan ini kemana-mana di setiap sudut bumi maya. Hingga tidak semua pembaca selamat saat melahapnya. Tidak sedikit yang mabok, pingsan dan kejang otot penafsiran. Maka sekarang saksikanlah saya dengan keyakinan saya yang sebenarnya.

Tuhan, bagi saya adalah puncak penghayatan metafisis.
Puncak penerawangan bathin.

Tidak ada topik yang paling menarik bagi saya selain perbincangan mengenai Tuhan. Lama sudah saya geluti. Dalam sendiri di ruang bathin. Dalam sunyi dalam malam dalam gelisah yang tak terperi. Tak ada yang tahu bagaimana kecamuk bathin saya mencari Tuhan dalam kesadaran diri. Selain hanya bercermin dan bertarung dalam diri sendiri.

Pembaca….
Tuhan, tak akan kemana. Dia selalu ada dan hadir. Dimana-mana. Sampai kapan pun. Tapi Tuhan sekaligus juga mudah mati dalam kesadaran saya. Dalam hidup saya. Dalam kecamuk sosial masyarakat. Bahkan dalam agama, Tuhan begitu mudah mati. Digantikan oleh berhala-berhala yang bernama penyembahan terhadapa ritualitas seremonial. Penyembahan terhadap pemuka-pemuka agama dan pimpinan ajaran spiritual tertentu.

Tuhan, melampaui segala yang ada.
Tak terjamah, tapi selalu ada.
Karena Tuhan adalah ROH. 
Roh yang menjadi darah daging Alam Semesta.

Tuhan yang saya yakini, bukanlah objek. Bukanlah sebuah persona. Bukanlah sebuah sosok yang terpisah dari alam apalagi diri saya. Tapi Tuhan yang saya yakini adalah Tuhan yang meresap dalam segala zat dalam segala yang ada. Dia adalah sumbu mistik kehidupan. Disebut atau tidak, dinyatakan atau tidak, diyakini atau tidak, bahkan ditolak sekalipun, DIA, Sang Tuhan, selalu ada.

Siapakah Dia?
Tidak bisa saya lukiskan. Tapi bagi saya Tuhan juga bukan khayalan.
Tuhan bukan nabi, malaikat, setan, nabi,dll.
Tuhan bukan kitab Suci. Tuhan bukan Alquran bukan injil bukan Alkitab dan seterusnya.

Tuhan, bagi saya adalah perasaan yang berkecamuk dalam diri saya
Tuhan adalah kerinduan. Tuhan adalah kegetiran hidup yang tak tertahankan. Tuhan adalah embun sejuk yang membasahi pagi. Tuhan adalah kehangatan mentari. Tuhan adalah keindahan Rembulan. Tuhan adalah tangis bayi di malam hari. Tuhan adalah nikmatnya senggama. Tuhan adalah segarnya es rumput laut.

Dan Tuhan adalah ditemukannnya energi listrik. Tuhan adalah ditemukannya internet. Tuhan adalah kemunculan, Facebook dan entah apalagi.

Tuhan, bagi saya selalu mengepung saya.
Sejak saya lahir, hingga saya mati. Jadi tanah.
Jadi cacing dan bangkit lagi menjadi dan kembali padaNya.

Itulah sebabnya sering saya lontarkan Tuhan tidak ada.
Karena saya tidak bisa mencariNya. Karena Dia adalah Saya. Anda dan kita semua. Dan …. semua entitas Alam Semesta. Tak satupun lepas dari substansi Tuhan. Meski yang disebut adalah ini dan itu, tapi sejatinya yang disebut dalah Dia. Tidak ada selain Dia. Hanya Dia yang ada. Tidak ada tandinganNya. Dia satu-satunya ZAT yang otentik. Dan saya, anda, semua mahkluk hidup, Alam Semesta, adalah serbuk tak terhingga dalam Dia.

Tuhan, bagi saya hanya sebuah istilah.
Tapi rohNya, kehadiranNya, kesadaran akan Dia, sudah include dalam diri setiap manusia.
Sejak manusia dilahirkan. Sejak alam ada, serentak Tuhan didalamnya.

Jadi, bila dipandang secara personal, sebuah sosok pribadi yang berdiri di luar alam semesta, maka bagi saya Tuhan tidak ada. Ini yang sering disebut sebagai Atheisme. Dan saya termasuk di dalamnya. Tapi bila dipandang secara totalitas, saya meyakini ada pusat energi, medan mistik Alam Semesta, pintu bathin, visi ruhani, dan apapun istilahnya.
Dan itulah Tuhan bagi saya

Minggu, 09 Oktober 2011

> Jadilah Islam Sejati Bukan Islam Kampungan

Tentu saja tidak semua umat Islam.

Tapi sebagian besar umat Islam.

Sangat banyak jika fakta ini dibeberkan.
Tapi cukup saya nyatakan satu hal saja:

Yaitu soal nilai-nilai moral kemanusiaan

Umat Islam mengklaim bahwa nilai-nilai moral itu hanya ada dalam agama Islam. Dan sumbernya dalam Alquran. Sedang pada agama lain, apalagi pada kaum yang tidak beragama, mereka pandang tidak ada. Mereka itulah kaum yang membolehkan hidup seenaknya. Hidup kacau tanpa pedoman mulia dari Tuhan. Bebas sebebas bebasnya.

Bagi saya, itulah perasaan merasa benar dan merasa super sendiri pada umat Islam. Dan itu konyol dan memalukan. Karena nilai-nilai moral, sense of morality, bagi saya sudah include dalam diri setiap manusia. Karena pada hakikatnya, manusia punya hati nurani. Dan ketika hati nurani itu membisu, maka disaat itulah manusia menjadi biadab. Dan itu bisa menimpa siapa saja. Baik pada orang beragama maupun pada orang atheis. Karena soal moral, tidak ada labelnya. Murni soal akhlak kepribadian seseorang. Itulah naturnya manusia. Titah kosmik. Inspirasi mistik Alam Semesta (Tuhan).

Siapa yang tidak akan merinding bahkan menangis ketika melihat pembataian sesama manusia? Melihat pembunuhan terhadap orang yang tak bersalah? Dan segala perbuatan lainnya yang benar-benar menyayat hati?

Perlukah manusia sadar diri bahwa dia beragama A atau B kemudian baru menetes air matanya? Bukankah air mata itu refleks emosional saat hati nurani merasa tersentuh dan haru? Bahkan orang bisu tuli yang tak pernah mendengar kotbah agama sekalipun, setahu saya tetap akan bergetar hatinya saat melihat kejahatan yang tidak manusiawi.

Dengan kata lain, bagi saya:
Moral, hati nurani itu, sumur tanpa dasar.
Tanpa batas wilayah keyakinan, apalagi harus bernama Islam!

Rabu, 05 Oktober 2011

> Orang Tua Kita Lebih Baik dari pada Nabi

Benarkah nasihat Nabi lebih baik dari nasihat orang tua kita? Menurut saya belum tentu. Nabi diutus untuk membawa wahyu Tuhan, dan memberi nasihat secara umum mengenai berkehidupan yang Tuhan inginkan. Tapi, orang tua kita lebih mengenal kita daripada Nabi manapun yang pernah hidup di dunia.

Jika anda berdosa, bersalah menurut masyarakat. Pantas dikeroyok masyarakat. Pantas dihujat masyarakat. Pantas dibunuh masyarakat. Siapa yang paling dahulu mengampuni anda? Nabi? Belum tentu. Jika kesalahan anda dianggap dosa memerangi agama, sudah pasti Nabi duluan yang akan memenggal kepala anda.

Yang akan mengampuni anda dalam hitungan detik adalah ibu. Lalu ayah. Orang tua kita akan sabar menunggu kita kembali ke jalan yang benar. Sementara orang lain buru-buru meminta Tuhan mengazab kita. Jadi menurut saya, kasih sayang dan nasihat orang tua untuk kita adalah yang terbaik, melebihi kasih sayang dan nasihat Nabi untuk kita.

Selasa, 04 Oktober 2011

> Kandjeng, sebenarnya kita ini berasal dari Kera atau dari Adam ?

Kandjeng, sebenarnya kita ini berasal dari Kera atau dari Adam ?
 
Kandjeng ; Kalau kamu rasanya berasal dari Kera, wong tampang dan kelakuanmu seperti Monyet. Kalau saya pasti dari Adam, kalau nggak percaya, tanya isteri saya ! Ha ha ha ha.
Kalau kamu tanya seperti itu, seperti tanya mana yang lebih dulu ; “ayam” atau “telor”, yang tak akan terjawab sampai kiamat.
Sebenarnya ada dua pendekatan atau pijakan dalam memahami ktab suci dan kehidupan, untuk menemukan jawaban, terutama tentang proses “Penciptaan”, yaitu pendekatan TEXTUAL atau SKRIPTURAL dan pendekatan KONSEPTUAL.
Yang pertama, mengartikan teks secara lebih harafiah dan dengan demikian akan percaya bahwa manusia itu keturunan Adam. Karena dalam kitab suci dinyatakan bahwa Tuhan menciptakan Dunia dengan mengatakan ; “Kun faya kun ! Bila kukatakan jadi, maka jadilah” Kemudian dielaborate dalam firman yang menceritakan kisah “The Garden of Eden” atau “Taman Sorga”, sebuah cerita bagaimana Adam dan Hawa diturunkan ke Bumi.
Yang kedua, adalah pemahamanan berlandaskan “konsep’, yaitu apa yang dapat dibayangkan oleh pikiran seorang  yang beriman dan berilmu, sehingga kita memperoleh gambaran  atau abstraksi akan makna dari apa yang kita pahami. Hal ini dimungkinkan karena sebagaimana firman Tuhan, Alqur’an diturunkan sebagai sejelas – jelasnya alkitab, berisi perumpamaan – perumpamaan, bagi orang – orang yang beriman dan berilmu !.
Secara konsepsional, evolusi adalah sebuah alternatif kemungkinan. Karena, Tuhan tentu mampu dan dapat berbuat menurut kehendakNya. Marilah membayangkan jagad raya ini sebagai komputer tiga dimensi Tuhan, yang terprogram sedemikan rupa, sehingga sesuatu terjadi secara alami berdasarkan hukum alam (soft ware) yang diciptakan. Dengan demikian terjadilah perkembangan – perkembangan yang kemudian kita kenal sebagai sebuah evolusi, seperti yang diamati oleh Darwin. Tetapi, tentu Tuhan dapat juga menginsert program “Penciptaan Manusia” dalam komputernya, dan seperti inilah yang digambarkan oleh alkitab tentang keberadaan Nabi Adam. Kita tidak tahu Tuhan melakukan yang mana, rasanya akan tetap menjadi rahasia Sang Pencipta. Jadi tidak perlu diperdebatkan.
 
Lalu, berlandaskan pandangan konseptual, bagaimana keberadaan Adam dan Hawa ?
 
Kandjeng ; Konsepsi seperti ini akan memandang cerita tentang “Penciptaan” sebagai sebuah Mitologi, dan menempatkan Adam sebagai simbol makhluk yang mulai berbudaya, yang kemudian disebut manusia, yang dengan demikian membutuhkan ajaran moral, dan saat itulah perlu dihadirkan agama. Inilah makna cerita “The Garden of Eden” atau “Taman Sorga” yang tertulis dalam kitab suci, bagi orang - orang yang berpandangan konseptual.

> Daging Babi Haram...Masa?

Dalam Al – Qur’an surat Al Maidah ayat 3 tertulis : “ Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya [395], dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. …. “
Berdasarkan ayat tersebut diatas, secara tekstual atau skriptural, tak dapat dibantah bahwa memakan daging Babi adalah haram hukumnya ! Janganlah menghalalkan apa yang diharamkan oleh Tuhan !.

Yang perlu direnungkan atau mungkin dipertanyakan adalah ; Apa sebenarnya yang melatar belakangi pengharaman tersebut diatas. Kaum tekstual atau skripturalis menganggap hal itu tak perlu dipertanyakan, karena merupakan sebuah NAS atau ketetapan Tuhan. Keimanan kita harus menjadi landasan akan pelaksanaan garis ketetapan tersebut.

Namun kaum Konseptualis, yang menggunakan akal pikirannya, sebagai anugrah paling berharga dari Sang Khalik, untuk memahami Al – Qur’an, dengan cara membayangkan ( conceive ) tentang gambaran mendasar ( general notion ) sebuah perkara, akan berusaha mendapatkan jawaban, apa sebenarnya latar belakang pengharaman tersebut. Karena, mereka menganggap ayat tersebut merupakan ayat mutasyabihat ( tersamar ), sebagai sebuah konsep tentang suatu perkara besar yang berkaitan dengan hidangan, yang menjadi santapan manusia.

Ternyata dalam surat berikutnya yaitu Al Anam ayat 145, terdapat keterangan tambahan terhadap pengharaman tersebut, yang berbunyi : ” Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi karena sesungguhnya semua itu kotor atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa yang dalam keadaan terpaksa, sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.

Secara konseptual yang diharamkan adalah menyantap hidangan yang kotor, baik jasmaniah maupun rohaniah. Bangkai, kucuran darah dan Babi adalah kotor dalam pengertian jasmaniah. Sedangkan binatang yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah adalah kekotoran secara ruhaniah. Secara konseptual, bangkai, kucuran darah dan babi seharusnya tidaklah diartikan sebagai barang atau benda yang kotor semata, tetapi harus diartikan sebagai representasi dari beberapa jenis kekotoran berdasarkan sifat kekotoran yang dimiliki oleh ketiga makhluk atau benda tersebut.

Bangkai terbayangkan sebagai benda yang kotor dengan telah munculnya jasad renik yang ditandai dengan bau busuk, yang dengan demikian berimplikasi lebih jauh akan menimbulkan penyakit bila disantap. Darah adalah barang atau benda yang menjijikkan, yang membuahkan kesan dan bayangan yang muncul sebagai cairan dari luka binatang atau manusia, yang dengan demikian menjijikkan. Babi adalah sebagai binatang liar yang hidup dihutan, yang habitat maupun makananannya tidak terjaga, sehingga kesan jorok yang melekat pada tubuhnya. Dengan demikian seyogyanya ayat yang menyatakan haram terhadap hidangan sebagai santapan manusia adalah : untuk kepentingan jasmani, adalah semua yang busuk, jijik dan jorok adalah dharamkan. Untuk kepentingan ruhani, atau secara spiritual, hidangan yang mendistorsi keimanan kita adalah haram hukumnya !.

Dalam Al – Qur’an dinyatakan ; segala binatang ternak adalah halal untuk dimakan. Karena dengan diternakkan maka dapat dihindari kekotoran karena habitat dan makananannya, serta dapat diawasi cara mematikannya, sehingga tidak menjadikannya busuk, berkesan jijik dan jorok.

Yang menjadi pertanyaan adalah ; jenis babi yang tidak termasuk babi hutan sebagai binatang liar dan dapat diternakkan, dan  dengan demikian terjaga segala aspek kebersihannya, adalah termasuk yang diharamkan atau dihalalkan ? Saya perlu saran anda untuk menjawab pertanyaan diatas.

Senin, 03 Oktober 2011

> Sok Tau!

Kandjeng, ada tiga gereja dibakar di Malaysia oleh “orang – orang Muslim”, karena menyebut nama Allah dalam kebaktiannya, ini gejala apa lagi Kandjeng ?
Kandjeng: Itu kan cermin mentalitas orang yang baru mengenal Tuhannya. Padahal Tuhannya itu sudah dikenal dan diakrabi oleh orang lain, bahkan sebelum Nabi Muhammad yang membawa Islam, lahir. Seperti OKB ( Orang Kaya Baru ), hanya sebegitu saja sudah merasa kaya. Lalu semua – semua seakan sudah menjadi miliknya. Itulah kelakuan beberapa orang Malaysia. Baru memakai “Batik”, seakan Batik menjadi miliknya. Baru mengenal “Reog”, seakan Reog menjadi miliknya. Baru bisa menari “Tari Pendet” seakan Tari Bali adalah miliknya. Kalau mengenal agama hanya diujung, mereka tahunya Al Qur’an itu berdiri sendiri, padahal sebenarnya kelanjutan dari Taurat (Torah) dan Injil (Bible). Dan di dua kitab yang lahir lebih dahulu itu, Allah sudah disebut sebagai Tuhan … Yang Tertinggi. Ada sebuah literatur yang meyakini, Allah itu digunakan oleh kalangan Aramaic untuk menyebut Tuhannya, yang berasal dari kata Eli – yah. Eli berarti “Yang Tertinggi”, Yah ( Jah ) berarti Tuhan. Jadi kan aneh, lha wong kita yang “meminjam” kok melarang yang lebih dulu “punya”.

Minggu, 02 Oktober 2011

> Dongeng Al Quran

Dalam diskusi-diskusi santai dengan teman-teman saya pernah melempar sebuah pertanyaan. Dalam Alquran dinyatakan bahwa penyebab turunnya Adam dan Hawa ke bumi adalah gara-gara tergelincir dosa di sorga, yaitu karena memakan buah yang dilarang Tuhan. Ini menyiratkan bahwa kalau Adam dan Hawa baik-baik saja di sorga tentu mereka dan keturunannya (kita manusia) tidak akan turun ke bumi dan tetap hidup bahagia di sorga.

Ini bisa berarti bahwa dari semula Tuhan tidak berencana untuk melemparkan manusia ke bumi. Artinya manusia terdampar ke bumi adalah di luar perencanaan Tuhan semula. Atau, kalau memang Tuhan sudah merencanakan, kenapa harus melewati sorga dulu. Kenapa harus ditunggu Adam dan Hawa tergelincir dulu baru kemudian manusia terlempar ke bumi? Kenapa Tuhan tidak dari awal langsung campakkan manusia ke bumi? Jadi ada ketegasan dan kepastian perbuatan Tuhan. Tapi yang digambarkan Alquran seolah-olah Tuhan tidak perkasa dengan planning dan keputusannya.

Dalam kesempatan lain saya juga pernah melempar sebuah pertanyaan lain. Kalau memang Adam adalah manusia pertama, kenapa ketika Tuhan hendak menciptakan manusia, malaikat protes: “ nanti manusia itu akan membuat bencana di muka bumi”. Dari mana malaikat tahu bahwa manusia mempunyai sifat demikian? Apakah itu berarti malaikat sok tahu atau arogan? Atau memang dia sudah tahu sebelumnya. Kalau ya, berarti tentang manusia sudah ada dalam memori malaikat, dan itu berarti bahwa Adam bukanlah manusia pertama, karena sudah ada manusia sebelum Adam yang menjadi rujukan memori malaikat.

Ini hanyalah sebagian kecil saja hal-hal yang terasa ganjil dalam Alquran bila di teropong dengan kaca mata nalar. Masih banyak kisah-kisah dan hal-hal lain yang menurut saya, di hadapan nalar, kedengarannya bagai sebuah dongeng. Berhadapan dengan persoalan ini bisa diajukan 2 pilihan. Pertama, atas nama nalar semua itu bia ditolak.

Kedua, jika Alquran akan tetap diyakini sebagai firman Tuhan, ia harus dipahami secara simbolik. Artinya ayat-ayat itu adalah ungkapan metaforis, kiasan-kiasan. Tujuannya adalah untuk mengetuk kesadaran manusia untuk berbuat baik, bukan pada kebenaran kisah atau logika ayat demi ayat. Apabila kisah demi kisah itu sudah mengetuk hati dan mendorong seseorang untuk berbuat baik berarti misi Alquran sudah tercapai.

Bukankah Nabi Muhammad bersabda: “Aku diutus ke dunia untuk merubah akhlak manusia”. Dalam hadis lain beliau juga bersabda: “Tuntutlah ilmu walaupun sampai ke negeri Cina”. “Hikmah adalah barang seorang Muslim yang hilang, pungutlah ia dimana pun kamu temukan”. Ini menyiratkan bahwa target Nabi Muhammad bukanlah untuk memahami kebenaran, bukan untuk mensyiarkan ilmu pengetahuan (sains), melainkan adalah menyeru agar manusia berbuat baik agar umatnya menjadi orang yang bermoral.

Yang menjadi persoalan adalah banyak pendapat, keyakinan, yang bersikeras bahwa Alquran adalah segala-galanya. Tidak diperlukan lagi sumber-sumber lain (termasuk hasil-hasil temuan ilmiah, sains dan sejenisnya selain alquran untuk memahami kebenaran, prinsip kenyataan dan kehidupan. Sehingga dalam banyak perdebatan seputar agama dan ilmu pengetahuan, banyak pendapat yang bersikukuh mencari pembenaran ilmu pengetahuan dengan Alquran. Setiap ditemukan hal-hal baru dalam sains, para apolog (pembela fanatik) Alquran selalu mengatakan bahwa itu sudah ada sebelumnya dalam Alquran. Bahkan jika sebuah temuan ilmiah tidak selaras dengan Alquran maka hasil temuan itu ditolak atau harus ditolak, untuk menjaga keutuhan dan kemurnian Alquran.

Tetapi anjing menggonggong kafilah berlalu. Waktu terus bergulir, penelitian dan penemuan-penemuan ilmiah terus berlangsung. Suka tidak suka, yakin tidak yakin, banyak dari hasil temuan sains telah memberi manfaat yang nyata dalam kehidupan nyata sehari-hari, apakah di bidang kedokteran, ilmu bintang, fisika, teknik, dan sebagainya.

Jika memang Alquran adalah segala-galanya, kenapa Nabi Muhammad masih mendorong umatnya mencari ilmu ke negeri Cina (yang bukan Islam), atau mencari hikmah (ilmu) dari sumber di mana pun kita temukan? Kenapa beliau tidak suruh ke Alquran saja? Secara tersirat bukankah ini bisa diartikan sebagai sportifitas Nabi, bahwa untuk soal akhlak (moral), tirulah aku, dan jadikan Alquran sebagai pedoman. Tetapi untuk menuntut ilmu (memahami prinsip-prinsip realitas) carilah dimana pun kamu temukan. “Kamu lebih tahu urusan duniamu”. Artinya Nabi ingin mengatakan bahwa aku bukanlah ahli segala-galanya.

Bertebaranlah di muka bumi ini. “Alam dengan segala isinya menjadi tanda-tanda bagi orang yang berpikir”. Artinya alam adalah ayat-ayat yang hidup, yang selalu siap untuk ditemukan makna dan manfaatnya bila kita terus dan terus menggalinya. Dengan kata lain, Alquran bukanlah satu-satunya ayat Tuhan.

Sehubungan dengan ini ada pula yang gigih menyatakan bahwa Alquran adalah pusat kebenaran, miniatur kehidupan dan ringkasan ilmu Tuhan, sehingga jika ada orang yang mampu menguasai Alquran maka ia sudah menyamai ilmu Tuhan. Padahal, bukankah ada ayat yang mengatakan bahwa jika kering air laut untuk dijadikan sebagai tinta, maka tidak cukup untuk menuliskan ilmu Tuhan. Bukankah ini menggambarkan bahwa betapa dahsyatnya keberadaan Tuhan dangan segala sifatnya, termasuk ilmuNya? Bukankah alam dan kehidupan yang terbentang ini menyimpan banyak misteri yang terus menggelitik dahaga keingintahuan dan kerinduan manusia akan kebenaran yang tak pernah berhenti? Tidakkah itu bisa dipahami sebagai ayat-ayat Tuhan yang terbentang hidup dalam pengalaman nyata manusia?

Begitulah. Banyak kisah dalam Alquran memang bisa menyentuh ketakjuban dan keasadaran manusia. Tetapi di sisi lain kisah-kisah itu juga bisa menjadi obat tidur yang meninabobokan nalar manusia. Setiap kisah dan perumpamaan-perumpamaan dalam Alquran ditelan mentah-mentah sebagai pil ajaib untuk meneropong dan memahami kebenaran.

Kadang-kadang dalam fantasi nakal saya, pikiran ini membayangkan sebuah dialog ironis. Ketika seseorang bertanya pada temanya: “Bagaimana cara membuat komputer?”. Temannya menjawab: “Carilah dalam Alquran. Semuanya sudah ada di sana!”

> Kenapa Tindakan Tuhan Ngawur

Kata Aquran Adam semula hidup damai di sorga bersama Hawa. Tapi karena godaan iblis akhirnya dia kilaf dan melakukan perbuatan yang dilarang Tuhan. Singkat kata Tuhan murka dan akibatnya Adam ditendang ke bumi. Maka sejak itulah semua manusia, keturunan Adam, hidup di muka bumi.

Yang menjadi pertanyaan saya adalah:

Diyakini oleh umat Islam bahwa Tuhan sudah menentukan segala sesuatunya dari awal. Istilahnya sejak azali. Segalanya sudah tertulis di Luh Mahfuz. Ibaratnya Tuhan sudah punya grand desain kehidupan dari awal sampai akhir. Dan semuanya berada dalam pengetahuan dan kekuasaan Tuhan. Dan tidak ada yang bisa menghalangi kehendak Tuhan.

Nah, jika demikian, kenapa adanya kehidupan di muka bumi terjadi secara kebetulan. Yaitu gara-gara Adam tergelincir dosa di sorga (Ini juga menyisakan pertanyaan sisipan: Kenapa di sorga masih ada kejahatan: Iblis menggoda Adam dan Adam berbuat dosa). Apakah jika Adam tidak tergoda bujuk rayu iblis dia akan tetap di sorga? Jika jawabannya ya, berarti Tuhan tidak berkuasa akan jalannya kehidupan. Karena ternyata bergantung pada mekanisme hukum alam. Bergantung pada evolusi kesadaran penghuni alam semesta. Tapi jika jawabannya tidak, artinya tanpa digoda iblis pun Adam tetap akan dikirim ke bumi. Tapi pilihan ini tentu akan muncul pertanyaan baru:

Kenapa Tuhan harus menyusun skenario tragedi Adam tergoda bujuk rayu Iblis di orga? Untuk akhirnya ada alasan agar kenapa Adam dilemparkan ke bumi? Kenapa tidak langsung saja dirancang dari awal bahwa bumi memang sudah dipersiapkan untuk tempat tinggal manusia? Sehingga kemunculan manusia di bumi bukan membawa dosa asal seperti yang lazim dikenal dalam Teologi Kristen?

Bisakah anda membantu saya untuk menjawabnya.
Tapi jawaban yang memuaskan akal pikiran. Bukan jawaban dogmatis.
Karena jika jawaban dogmatis, sudah percuma. Karena sudah sering saya dengar sejak kecil. Misalnya, Tuhan memangberbuat sekehendakNya. Jadi manusia harus patuh dan menerima saja.

Okey, bisa bantu saya?
Sebelum saya melajur menganggap bahwa Alquran itu hanya karya sastra yang penuh dengan majaz atau metafora. Untuk menyampaikan pesan-pesan moral demi sebuah cita mulia kehidupan damai sesama manusia.

Silahkan dan terima kasih.

Jumat, 30 September 2011

> Jilbab Pakaian yang Merusak Agama Islam

Benarkah jilbab sesuatu yang Islami?

Masih teringat bagi saya sekitar 15 tahun yang lalu, bagaimana reputasi jilbab masih anggun bagi umat Islam, sehingga lazim terjadi untuk menebak baik tidaknya seorang wanita bisa langsung ditakar dengan jilbab. Wanita berjilbab cendrung dapat dipercayai. Begitu seorang laki-laki muslim mencari jodoh, rata-rata orang tua menasehati agar mereka mencari wanita yang berjilbab. Saya pun sebelum menikah juga sempat dinasehati nenek saya demikian. Singkatnya jilbab adalah sebuah lambang kebaikan bahkan keimanan seoarang wanita Islam.

Meskipun demikan, kenapa begitu susahnya untuk menganjurkan semua wanita Islam untuk memakai jilbab, apalagi dikalangan remaja? Begitu mahalnya kesadaran memakai jilbab ini, maka jika terlihat seorang wanita yang baru memakai jilbab, maka itu adalah sebuah pemandangan yang menajubkan, sehingga muncul banyak pertanyaan: Kenapa ia telah memakai jilbab? Ada apa gerangan?

Saat itu, memang tidak mudah bagi seorang perempuan memutuskan untuk memakai jilbab, karena konsekuensinya cukup banyak dan saling terkait, lebih dari sekedar menukar pakaian biasa. Karena tidak mudahnya, maka sebelum memakai jilbab seorang perempuan akan berpikir berulang kali dalam waktu yang cukup lama sampai akhirnya memutuskan akan memakai jilbab. Karena waktu itu jilbab dianggap umat Islam sebagai simbol kesadaran, simbol rahmat dan hidayah Tuhan, karena memang tidak semua wanita tergerak hatinya untuk memakai jilbab.

Sebelum seorang wanita beralih memakai jilbab maka ia tetap dinilai sebagai seorang muslimah yang belum sadar. Tetapi sebaliknya bila ia sudah memakai jilbab maka spontan alam bawah sadar umat Islam meyakini bahwa ia telah menjadi muslimah yang sadar dan baik, meskipun satu dua diantara mereka juga ada yang menggunakan jilbab sebagai kedok. Tetapi rata-rata wanita yang memakai jilbab saat itu biasanya memang berprilaku sebagai wanita yang feminim sebagaimana gambaran wanita ideal dalam pandangan Islam konvensional. Singkatnya, jilbab waktu itu diyakini bukan sekedar pakaian biasa, melainkan sebuah pakaian yang menyandang sakralitas keagamaan.

Dan kini, tampakanya jilbab sedang mencapai kejayaannya. Jilbab sedang mengalami revolusi besar-besaran, baik dari segi jumlah maupun statusnya. Dimana-mana hari ini ditemui umumnya wanita Islam sudah memakai jilbab. Di kalangan remaja wanita yang dulunya enggan memakai jilbab, karena dulu dianggap kolot dan kampungan, kini trendnya justru sudah terbalik. Justru tidak memakai jilbab dianggap tidak gaul.

Beberapa sekolah, mulai tingkat SD sampai SLTA telah menganjurkan bahkan ada yang mewajibkan murid-murid wanitanya memakai jilbab. Boleh diakatakan apa yang diinginkan orang-orang dahulu sudah tercapai, yaitu bagaiamana suatu saat nanti semua wanita muslim hendaknya memakai jilbab.

Tatapi pertanyannya kemudian adalah benarkah harapan itu sudah terpenuhi sesuai harapan mereka? Sesuai visi atau nilai-nilai moral yang terkandung dibalik jilbab tersebut? Adakah korelasi jilbab dengan agama atau keimanan? Atau hanya sekedar trend busana masa kini?

Tidak mudah untuk menjawab semua pertanyaan ini.
Tapi kalau ditanyakan pada saya, buka jilbab anda.
Saya suka transparant. (Sssstttt …. Ini khusus untuk orang dewasa).
Hati-hati memahami tulisan ini, jangan sampai terpeleset!

Rabu, 28 September 2011

> Agama Saya adalah Agama Bebas

"Agama, bagi saya adalah kesadaran bathin.

Kesadaran spiritual pada dunia dalam.

Dunia yang tidak membutuhkan angka dan puja puji.

Dunia sunyi dalam diri yang tercerahkan.

Yang tak terusik oleh lumpur dan peluru ancaman apapun.

Karena sejatinya, agama, jika ingin dianggap kredibel

Harus tumbuh diatas kebebasan spiritual,

Bukan dengan peluru gombalisme dan ancaman."

(Sabda: Karyonagoro)

> Hadiri..

Hadiri Sarasehan Nasional dan Kearifan Lokal,
Tajuk "Gugah Guyah Gugur Gugat Syekh Siti Jenar" di Balai Pertemuan TMII, tgl 7 januari 2012 jam 19.00 WIB, pembicara Prof Dr Simuh, Prof Dr Munir Mulkan, Kandjeng Pangeran Karyonagoro. [Contack Wedy[Trans TV] +6281808182182]

Senin, 26 September 2011

> Saya Memilih Diskusi Dengan Setan dari pada Teroris

Dua jam yang lalu saya telah meliput hasil wawancara Diskusi Soal Teroris Dengan Setan. Maka kali ini saya justru akan meliput hasil wawancara dengan seorang hamba Tuhan tentang kenapa mereka lebih suka diskusi dengan setan. Berikut petikannya:

Saya:
Selamat sore mas. Senang sekali anda bisa hadir di sini. Kita langsung saja pada pokok persoalan. Akhir-akhir ini kan lagi marak disksusi soal teroris. Baik di masjidil taklim, kampus, dan di berbagai media berita dan penyiaran. Nah, tapi kenapa justru anda diskusi soal teroris lebih tertarik dengan setan?



Hamba Tuhan:

Ya karena saya sudah bosan dengan cara pandang biasa yang sudut pandangnya itu-itu saja.

Saya:
Maksud anda?



Hamba Tuhan:

Isinya sudah sering saya dengar sejak saya belajar mengaji sewaktu di TK, sampai saat saya hampir mati seperti sekarang ini.

Saya:
Bukankah agama itu tidak pernah berubah sepanjang masa?



Hamba Tuhan:

Hakikatnya iya. Tapi cara memandang dan menghayatinya kan bisa berkembang sesuai perkembangan zaman.

Saya:
Maksudnya?



Hamba Tuhan:

Sebagai contoh saja. Dulu Nabi Muhammad kemana-kemana kan menggunakan onta. Terus memakan korma. Nah, apa anda harus meniru semua itu secara harfiah?

Saya:
Tidak. Terus apa hubungannya dengan teroris?



Hamba Tuhan:

Ya sama. Dulu Nabi terpaksa berperang melawan kaum kafir Quraisy karena umat Islam terancam. Karena mereka diganggu. Nah, kalau sekarang tidak ada yang mengganggu anda dalam beribadah kenapa anda masih berperang? Yang anda sebut dengan jihad itu?

Saya:
Ya tapi kemaskiatan kan semakin meraja lela sekarang mas?



Hamba Tuhan:

Penyelesaiannya kan tidak harus dengan perang fisik. Itu kan perang hukum rimba. Perangnya masyarakat primitif. Padahal kita mengaku sudah modern. Bahkan sudah postmodern. Itu kan sama dengan membunuh seekor tikus dengan cara membakar rumah.

Saya:
Okey saya sudah paham maksud anda. Tapia apa hubungannya dengan ketertarikan anda diskusi dengan setan?



Hamba Tuhan:

Ya karena pandangan yang sangat harfiah seperti itu. Pandangan yang selalu membabi buta. Sedikit-sedikit bilang iman. Cinta Islam. Membela Islam Sedikit-sedikit jihad. Sedikit-sedikit haram, kafir, jihad. Sebentar-sebentar Allahu Akbar. Tapi maknanya omong kosong. Nuansa perenungan spiritualnya gersang.

Saya:
Jadi?



Hamba Tuhan:

Saya sudah bosan dengan diskusi yang sok suci seperti itu. Bunyinya sangat harum tapi prakteknya busuk. Teorinya muluk tapi amalannya?

Saya:
Hm .. okey okey. Berarti di situ ya kata kuncinya. Tapi bukankah setan itu mahkluk Tuhan yang paling munafik?



Hamba Tuhan:

Untuk menggoda kita memang. Ia berlagak baik, berlagak suci dihadapan kita. Tapi itu ia sengaja untuk menggelincirkan kita. Tapi mereka mengaku dengan terang pada Tuhan bahwa ia membangkang. Dan dia minta izin dan waktu pada Tuhan untuk menggoda manusia sampai akhir zaman. Dan Tuhan mengabulkan permintaan mereka itu.

Saya:
(terdiam)



Hamba Tuhan:

Tapi apa yang terjhadi pada kita? Makanan haram berlabel halal. Niat busuk dengan retorika yang memukau. Ceramah ria berjubah iman.

Saya:
Lho? Anda ini terlalu ekstreem saya rasa. Apa anda bisa tahu isi hati orang?



Hamba Tuhan:

Ya dari setanlah saya tahu. Ia yang memberi tahu bahwa hati kita sudah ditipunya. Dari dialah saya belajar bahwa apa yang terbetik di hati kita yang paling dalam. Dia katakan rata-rata kita munafik. Jadi malaikat tidak dan jadi setan pun juga tidak. Maka tidak jelas lagi siapa yang benar-banar beriman dan siapa yang kafir. Siapa yang benar-benar baik dan siapa yang benar-benar jahat. Jadi sudah amburadul. Sudah blur. Sudah chaos. Makanya segalanya menjadi begini.

Saya:
Hmm ..begitu toh maksudnya. Jadi solusinya?



Hamba Tuhan:

Sudah saatnya kita belajar dari musuh ketimbang belajar dari teman yang diam-diam ternyata seorang pengkhianat. Seorang penjilat. Seorang musuh dalam selimut.

Saya:
Itu yang anda artikan lebih baik berteman dengan setan dari pada dengan manusia?



Hamba Tuhan:

Itu hanya kesimpulan anda. Ini metaforis. Bahasa kiasan. Anda bisa pahami tidak?

Saya:
Maaf saya takut salah mengambil kesimpulan. Makanya saya minta penegasan anda.



Hamba Tuhan:

Makanya anda gunakan nalar. Dan belajar berjiwa sportif seperti pengakuan setan pada Tuhan.

Saya:
Maksudnya?



Hamba Tuhan:

Benturkan kepala anda ke layar monitor

Minggu, 25 September 2011

> Ibadah Haji Bukan Ajaran Islam

Maaf jika anda sangat kaget membaca judul tulisan ini. Saya pun menulisnya juga dengan perasaan berdebar-debar. Takut akan anda marahi. Takut anda akan mengamuk kesetanan.

Tapi ceritanya begini.

Jauh sebelum Islam muncul, bangsa Arab sudah terbiasa berdatangan ke Mekkah untuk melaksanakan ibadah haji setiap tahun. Dan waktunya juga pada bulan Dzulhijjah.

Ritual-ritual haji yang mereka lakukan saat itu sama dengan apa yang dilakukan umat Islam hingga hari ini. Mulai dari ihram, membawa hewan kurban, wukuf di Arafah, menuju Muzdalifah, bertolak ke Mina, tawaf, mencium Hajar Aswad sampai dengan Sa’i.

Nah, begitu Islam datang, kebiasaan ibadah Haji bangsa Arab ini langsung diwarisi oleh umat Islam. Persis dengan segala tata cara dan persitilahannya. Hanya saja ada sedikit revisi misalnya Islam tidak melakukan thawaf dengan telanjang. Walaupun alasan bangsa Arab melakukannya dengan telanjang bukan karena kebejatan moral mereka. Tapi dalam persepsi mereka, mereka malu untuk mengelilingi Ka’bah dan mencium Hajar Aswad dengan memakai baju yang mereka pakai pernah digunakan untuk berbuat dosa.

Jadi haji itu bukanlah ibadah umat Islam. Tapi adalah ibadah warisan dari bangsa Arab pra Islam, atau yang dikenal dengan sebutan masyarakat Arab Jahiliyah.

Nah, apakah anda terkejut?
Jika jawab anda iya berarti kita sama. Saya juga terkejut pertama kali membaca hasil kajian sejarah Islam ini oleh Kalil Abdul Karim, dalam bukunya yang berjudul Syariah: Sejarah Perkelahian Pemaknaan (terjemahan Bahasa Indonesia). Dia adalah seorang Pemikir Islam Kontemporer asal Mesir.

Meskipun sempat terkaget-kaget, saya tidak sanggup untuk membantahnya. Karena saya belum hidup saat peristiwa itu terjadi. Dan saya pun juga belum pernah melakukan penelitian akan hal itu. Nah, sekarang tinggal giliran anda untuk menyikapinya. Silahkan. Tapi hati-hati, jangan sampai ngawur.

Jumat, 23 September 2011

> Aku Iki Urip

Panengeraning Dina Kiyamat . Bebukane amratelakake kang dadi Panengeraning dina Kiyamat, tegesing Kiyamat, jumeneng, kasebut ing gisor iki.

1. Panengeran Kang Dingin.

Kang dingin, yen wis asring uninga kang ora katonton, tanda kurang satuan, ing kono panggonane anyaketi tapa brata anyenyuda pakareman, anetepana panggalih : trima, rila,, temen, utama, mungguh utama iku dumunung ana ing sabar darana.

2. Panengeran Kang Kapindo

Kang kapindo, yen wis asring mireng kang kapiyarsa, kaya ta, mireng rerasaning jin setan, sato kewan, tanda kurang setengah taun, ing kono panggonaning kurmat sapanunggalane anglakoni panggaweyan becik, kinantenan angati-ati marang uripe dewe.

3. Panengeran Kang Kaping Telu.

Kang kaping telu, yen wis salin ing paningale, kaya ta, ing sasi Muharram, Shafar, andulu langit katon abang; Mulud, Rabiul Akhir, srengenge katon ireng; Jumadilawal, Jumadilakhir, rembulan katon ireng; Rejeb, Ruwah, banyu katon abang; Pasa Syawal, wewayangane dewe katon loro; Zulkaedah, Besar, geni katon ireng; kabeh iku tanda kurang rong sasi, ing kono panggonaning wasiyat karo riwayat, tegese amemeling karo wewarah, kinantenan taberi asesuci.

4. Panengeran Kang Kaping Pat.

Kang kaping pat, yen dariji panungguling asta dibekuk, kapetelake dalah epek-epeke, dariji manis kaangkat, yen wis kaangkat anjunjung dariji manise mau, tanda kurang patang puluh dina, ing kono panggonaning afiyat, tegese pangapura. Iya iku anenuwun pangapura marang Pangerane, saha banjur angapura marang kang pada kaluputan, utawa aminta pangapura marang kang pada rumasa kalarakake atine.

5. Panengeran Kang Kaping Lima.

Kang kaping lima, yen asta kawawas ing netra loro darijine wis katon kalong, ugel-ugele wis katon pedot, tanda kurang sasasi, ing kono panggonaning amatrapake pikukuhing ngelmu kasampurnan kaya kang kasebut ing ngisor iki :

a. Iman, tegese angandel, kang diandel kudrate, tegesing kudrat : kuwasa.

b. Tauhid, tegese muhung sawiji, tegese pasrah marang iradate, tegesing iradat : karsa.

c. Makrifat, tegese waskita, kang diwaskitani ngelmune iya iku anguningani dununging Dzat, sifat, asma, afngal, tegesing Dzat : kanta, sifat : rupa, asma : aran, afngal : pakreti.

d. Islam, tegese slamet, kang slamet iku chayate, tegesing khayat : urip, dumunung ana ing sifat jalal, jamal, kahar, kamal, tegesing jalal : agung, kang agung iku Dzate, dening anglimputi ing alam kabeh, tegesing jamal : elok, kang elok iku sifate, dening dudu lanang dudu wadon, dudu wandu, sarta ora arah ora enggon, tanpa warna tanpa rupa, tegesing kahar : wisesa, kang wisesa iku asmane, dening ora nama sapa-sapa, tesegesing kamal : sampurna, kang sampurna iku afngale, dening bisa gumelar pada sanalika pakretine, saka kawasa tanpa sangsaya.

Mungguh dununge mangkene, iman dumunung ana ing eneng, tauhid, dumunung ana ing ening, makrifat dumunung ana ing awas, islam dumunung ana ing eling.

6. Panengeran kang Kaping Nem.

Kang kaping nem, yen wis asring katonton warnane dewe, tanda kurang satengah sasi, ing kono panggonaning Pamuja, aneges karsane Kang Kawasa, patrape ing saben apangkat arep sare, Pamujane kasebut ing ngisor iki :

“Ana pujaningsun sawiji, Dzat iya Dzatingsun, sifate iya sifatingsun, asmane iya asmaningsun, afngale iya afngalingsun, Ingsun puja ing patemon tunggal sakahananingsun, samprna kalawan kudratingsun”.

Ing nalika iku ciniptaa kang pinuja tunggal, kaya ta Bapa, Biyung, Kaki, Nini, Garwa, Putra, Wayah, sapadane kang dadi pelenging cipta bisaan anunggal ing jaman kalanggengan.

7. Panengeran Kang Kaping Pitu.

Kang kaping pitu, yen wis rumasa larakasandang, tegese ora arep apa-apa, tanda kurang pendak dina, ing kono panggonaning tobat, patrape manawa lagi wungu sare, kasebut ing ngisor iki :

“Ingsun analangsa maring Dzatingsun dewe, regeting jisimingsun, gorohing atiningsun, serenge ing napsuningsun, laline ing uripingsun salawas-lawase, ing mangko Ingsun ruwat sampurna ing sadosaningsun kabeh kalawan kudratingsun”.

8. Panengeran Kang Kaping wolu.

Kang kaping wolu, yen wis karasa gerah uyang saranduning sarira ing jaba jero kabeh, terkadang asring andadekana wetuning sesuker tinja taun, kara tinja kalong, utawa cacing kalung karo cacing tembaga, ing wekasan pucuking parji karasa anyep, andadekake teranging nutfah, iku tanda wis parek ing dina Kiyamat, amung kurang ing saantara dina, ing kono waktuning Dajal laknat katon arep agawe arubiru, marang kahanan kita, iya iku pangonaning katekan rancana saka sadulur papat, kalima pancer dumunung ana ing badan kita dewe, panangkise anapekena rahsaning jati wisesa, tegese angenirake angen-angen, banjur karuwata kaya ing ngisor iki :

“Ingsun angruwat kadangingsun papat kalima pancer kang dumunung ana ing badaningsun dewe. Mar marti Kakang Kawah Adi Ari-ari Getih Puser, sakehing kadangingsun kang ora katon, lan kang ora karawatan, utawa kadangingsun kang metu saka marga hina lan ora metu saka ing marga hina, sarta kadangingsun kang metu bareng sadina kabeh pada sampurna nirmala waluya ing kahanan jati, dening kudratingsun”.

Nuli asaksiya kalayan Dzat kita dewe, kaya asahid marang wahananing sanak kita, iya iku kahananing dumadi kang gumelar ing alam dunya, wis kasebut ing ngarep ana wekasaning wewejangan.

9. Panengeran Kang Kaping Sanga Utawa kang Wekasan.

Kang kaping sanga, yen ketek ana ugel-uegeling asta wis ora ana, andadekake oncate pramananing kanaka, sarta pramananing tingal wis sepen, andadekake rupeking pandulu rengating alis, utawa garebeging talingan wis meneng, andadekake pengeng sanalika, ing wekasan garing-gingen kang sarira banjur kambu gandaning sawa, iku tanda wis muncad ing dina Kiyamat, jumeneng kalayan pribadine, ing kono panggonaning anucekake sakehing anasir, tegesing anasir : bangsa, iya iku bangsaning khak kang dumunung ana ing Dzat, sifat, asma, afngal, kaya ta : anasir badan asal saka ing bumi , geni, angin, banyu, iku kaciptaa suci mulya mulih marang asale, saampurnaa anunggal kalayan anasiring roh, kang sumende ana kahananing wujud, ngelmu, nur, suhud;

a. Tegese wujud : wahana, iya iku getih, amarga getih iku dadi kanyatahaning roh

b. Tegese ngelmu : paningal, iya iku paningaling netra balaka, amarga paningal iku dadi pamawasing roh

c. Tegese nur : cahya, iya iku cahya kang anglimputi ing sarira, amarga cahya iku dadi pratandaning roh

d. Tegese suhud : saksi, iya iku napas, amarga napas iku dadi saksining roh.

Dene enggone anucekake kasebut ing sajroning cipta mengkene :

“Ingsun anucekake sakalaliring anairingsun kang abangsa jasmani, suci mulya sampurna anunggal kalawan sakaliring anasiringsun kang abangsa rochani, nirmala waluya ing kahanan jati dening kudratingsun”.

Yen wis mangkono, nuli Nur Muhammad tumimbul, gumilang-gilang ana ing ana ing wadana, tanda bakal binuka kijabing Pangeran, meh katone sakehing cahya, ing kono panggonaning ngawinake badan karo nyawa, kasebut ing sajroning cipta mangkene :

“Allah kang kinawin, winalenan dening Rasul, pangulune Muhammad, saksine malaekat papat, iya iku Ingsun kang angawin badaningsun, winalenan dening Rahsaningsun, kaunggahake dening cahyaningsun, sinaksenan dening malaekatingsun papat, Jabrail, iya iku pangucapingsun, Mikali, pangambuningsun, Israfil, paningalingsun, Ijraril, pamiyarsaningsun, srikawine sampurna saka ing kudratingsun”.

Nuli anyiptaa sangkan paraning Tanazultarki, kasebut ing ngisor iki :

“Ingsun mancad saka alam Insan Kamil, tumeka maring alam Ajsam, nuli tumeka maring alam Misal, nuli tumeka maring alam Arwah, nuli tumeka maring alam Wachidiyat, nuli tumeka maring alam Wahdat, nuli tumeka maring alam Achadiyat, nuli tumeka maring alam Insan Kamil maneh, sampurna padang terawangan saka ing kudratingsun”.

Nuli anyiptaa ing pambirat asaling cahya sawiji-wiji kasampurnakake saka kudrat kita, supaya aja nganti kalimputan dening cahya kang andadekake durgamaning sangkan paran, mangkana pambirate ing sajroning cipta :

“Cahya ireng kadadeyaning napsu Luwamah sumurup maring cahya abang, cahya abang kadadeyaning napsu Amarah sumurup maring cahya kang kuning, cahya kuning kadadeyaning napsu Sufiyah sumurup maring cahya kang putih, cahya putih kadadeyaning napsu Mutmainah sumurup maring cahya kang amancawarna, cahya kang amancawarnakadadeyaning pramana sumurup maring Dzating cahyaningsun awening mancur mancarong gumilang tanpa wewanyangan, byar sampurna padang terawangan, ora ana katon apa-apa, kabeh-kabeh pada kalimputan dening Dzatingsun saka ing kudratingsun”.

Ing nalika iku upama ana karasa apa-apa ing badane, angusapa puser kaping telu (3), upama angrasa liwung kaya mendem, angusapa dada kaping telu (3), upama angrasa arip arep sare, angusapa batuk kaping telu (3), upama angrasa arep lali, angusapa embun-embun kaping telu (3), banjur tata-tata dandan kaya ing ngisor iki ptrape :

1. Wiwit asidakep suku tunggal anutupi babahan nawa sanga, dirijining asta pada antuk ing selaning dariji kaya angapu-rancang, jempol diadu pada jempol, banjur tumumpang ing dada, dibener sesipatane lawan tengahing dada, salonjoring sikil awit jempol sikil katemokake pada jempol sikil dipapak, polok ketemokake pada polok digatuk, dengkul katemokake pada dengkul dirapet, palanangan sapalandungane sinipat karo jempol sikil aja nganti katindihan.

2. Nuli amawas pucuking grana, disipat ing dada tumeka ing puser, ing palanangan, ing jempol sikil, banjur angeningake cipta.

3. Nuli angeremake netra kang alon, angingkemake lambe kang adamis, untu gatuka pada untu kang rata, ilat katekuk manduwur kapadalake ing cetak, banjur pasrah analangsa ing Dzate dewe.

4. Nuli amegeng napas ing sanalika banjur anyipta matrapake panjenenganing Dzat, wiwit angumpulake kawula gusti mangkene :

“Ingsun Dzating Gusti Kang Asifat Esa, anglimputi ing kawulaningsun tunggal dadi sakahanan, sampurna saka ing kudratingsun”. Ing kono pamegenging napas tinurunake metu ing grana kang alon aja nganti kasusu.

Yen wis sareh, amegeng napas maneh ing sanalika banjur anyipta maha sucekake ing Dzat kita kaya mangkene :

“Ingsun Dzat Kang Maha Suci Kang Asifat Langgeng, kang amurba amisesa kang kawasa, kang sampurna nirmala waluya ing jisimingsun kalawan kudratingsu”. Ing kono pamegengeng napas katurunake metu ing grana maneh, kang alon aja nganti kasusu.

Yen wis sareh, amegeng napas maneh ing sanalika banjur anyipta angrakit karatoning Dzat kita kang amaha mulya kaya mangkene :

“Ingsun Dzat Kang Maha Luhur Kang Jumeneng Ratu Agung, kang amurba amisesa kang kawasa andadekake ing karatoningsun kang agung kang maha mulya, Ingsun wengku sampurna sakapraboningsun, jangkep saisen-isening karatoningsun, pepak sabalaningsun kabeh ora ana kang kekurangan, byar gumelar dadi saciptaningsun, ana sasedyaningsun, teka sakarsa-karsaningsun kabeh, saka ing kudratingsun”. Ing kono pamegeng napas tinurunake metu ing grana maneh, kang alon aja kasusu.

Yen wis sareh, amegeng napas maneh ing sanalika banjur anyipta angracut ing jisim kita kaya mangkene :

“Jisimingsun kang kari ana ing alam dunya, yen wis ana jaman karamat kang amaha mulya, wulu kulit daging getih balung sungsum sapanunggalane kabeh, asale saka ing cahya muliha maring cahya, sampurna bali Ingsun maneh, saka ing kudratingsun”. Ing kono pamegeng napas tinurunake metu ing grana maneh, kang alon aja kasusu.

Yen wis sareh, amegeng napas maneh ing sanalika banjur anyipta anarik marang para akrab sapanduwur sapangisor kang wis pada ngajal, kasampurnakake kaya mangkene :

“Jaganingsun sapanduwur sapangisor kabeh, kang pada mulih ing jaman karamating alame dewe-dewe pada suci mulya samprnaa kaya Ingsun saka ing kudratingsun”. Ing kono pamegeng napas tinurunake metu ing grana maneh, kang alon aja kasusu.

Yen wis sareh, amegeng napas maneh ing sanalika banjur anyipta angukud gumelaring alam dunya kasampurnakake kabeh kaya mangkene :

“Ingsun andadekake alam dunya saisen-isene kabeh iki, yen wis tutug ing wewangene, Ingsun kukud mulih mulya samprna dadi sawiji kalawan kahananingsun maneh saka ing kudratingsun”. Ing kono pamegeng napas tinurunake metu ing grana maneh, kang alon aja kasusu.

Yen wis sareh, amegeng napas maneh ing sanalika banjur anyipta ambabar marang tedak turune kang pada kari kaya mangkene :

“Tusasingsun kang maksih pada kari ana ing alam dunya kabeh, pada nemuwa suka bungah sugih singgih aja ana kang kekurangan, rahayu salameta sapanduwure sapangisore saka ing kudratingsun”. Ing kono pamegeng napas tinurunake metu ing grana maneh, kang alon aja kasusu.

Yen wis sareh, amegeng napas maneh ing sanalika banjur anyipta amasang pangasihan marang para tumitah kabeh kaya mangkene :

“Sakehing titahingsun kabeh, kang pada andulu kang pada karungu pada asih welasa marang Ingsun saka ing kudratingsun”. Ing kono pamegeng napas tinurunake metu ing grana maneh, kang alon aja kasusu.

Yen wis sareh, amegeng napas maneh ing sanalika banjur anyipta amasang kamayan marang para mahkluk kang pada angarubiru, utawa ora angendahake marang jisim kita kaya mangkene :

“Sakehing mahklukingsun kabeh, kang ora angendahake maringsun, pada kaprabawa ing kamayan dening kudratingsun”. Ing kono pamegeng napas tinurunake metu ing grana maneh, kang alon aja kasusu.

Dene enggone amatrapake panjenenganing Dzat kabeh mau yen karingkes dadi sawiji ana pratingkahe, wiwit pamegenging napas amung sapisan bae, ing sanalika amatrapake kaya mangkene :

“Sakaliring cahya kabeh pada kalimputan dening Dzatingsun, iya Ingsun Dzating Gusti Kang Asifat Esa, iya Ingsun Dzat Kang Maha Suci asifat Langgeng, iya Ingsun Dzat Kang Maha Luhur Kang Jumeneng Ratu agung, kang amurba amisesa kang kawasa angracud jisimingsun, anarik jaganingsun, angukud jagadingsun, amababar turasingsun, amasang pangasihan marang titahingsun, amasang kamayan marang mahklukingsun kabeh sampurna saka ing kudratingsun”. Banjur kaciptaa ing sasurasane, sarta pamegenging napas tinurunake metu ing grana kang alon aja nganti kasusu.

Mungguh cancude ing sajroning amegeng napas mau uger enget ing cipta bae, patrape kabeh iku iya wis kacakup, sabab yen sajroning jaman karamatullah ing tembe waktuning makam ijabah, tegese panggonan katarima, apa saciptane dadi, amarga sirnaning mudah kari wajah, mudah iku Dzating kawula, wajah iku Dzating Gusti Kang Asifat Langgeng.

Yen wis mankono, maras kita tumangkep ing ati, andadekake seseke ing napas, ing kono banjur anarika napas saka kiwa mubeng anengen, saka tengen mubeng ngiwa, kakumpulake dadi sawiji ana ing lintang johar akhir, iya iku puser, katarik manduwur bener kang sareh, leren tinata ana ing maligening Bait al Muharram, iya iku dada, banjur anyipta cancuding amatrapake panjenenganing, dienget aja nganti tumpang suh kumpuling napas, tanapas, anpas, nupus, napas iku tetalining jisim, dumunung ana ing ati suweda, tegese woting ati, wahanane dadi angin kang metu saka badan wae, tanapas, iku tetalining ati, dumunung ana ing puser, wahanane dadi angin kang manjing marang badan bae, anpas iku tetalining roh, dumunung ana ing jejantung, wahanane angin kang tetep ana ing jero bae, nupus iku tetalining rahsa, dumunung ana ing puat kang aputih, iya iku ana ing woding jejantung, wahanane dadi angin kang metu angiwa anengen saka badan, pakartine anglimputi sakaliring jasmani rochani.

Yen wus kumpul dadi sawiji, napas, tanapas, anpas, nupus, mau banjur katarik manduwur kang alon, leren tinata ana ing maligening Bait al Makmur iya iku ing sirah, ing kaciptaa licin dadi nukat gaib, tegese saliring jasmani kaciptaa luluh dadi banyu, nuli kaciptaa luyut dadi nyawa, nuli kaciptaa lenyep dadi rahsa, nuli kaciptaa layat dadi cahya gumilang tanpa wewayangan ing kahanan kita kang sajati.

Yen wis mangkono, erah kita parad banjur karasa walikaten salir anggaotaning sarira kabeh andadekake : netra bawur, talingan pengleh, grana mingkup, lidah mangkeret, ing wekasan cahya surem, swara sirna, ora bisa aingali, miyarsa, angganda, amirasa, amung kari cipta bae, amarga wis kinukud tataning sarengat, tarekat, hakekat, makrifat :

* Sarengat iku lakuning badan, dununge ing lesan

* Tarekat lakuning ati, dununge ing grana

* Hakekat lakuning nyawa, dununge ing talingan

* Makrifat lakuning rahsa, dununge ing netra, mula sejatining sarengat iku lesan, tarekat : grana, hakekat : talingan, makrifat netra, kaupamakake bawure kaca wirangi, utawa esating banyu zamzam, nuli pamiyarsaning talingan, kaupamakake rentahing godong sajaratilmuntaha, utawa kangsrahing hajar al aswad, nuli panggandaning grana, kaupamakake guguring wukir ikrap, utawa rubuhing ardi tursina, nuli pamirasaning lesan, kaupamakake bubrahing wot siratalmustakim, utawa rusaking ka’batullah, ing kono banjur karasa nikmat saliring anggaotaning sarira kabeh, angluwihi nikmating sanggama ing nalika metokake rahsa, amarga awit binuka kijabing Pangeran, waktuning sirnaning warana banjur katoning jaman karamatullah, tegese jaman kamulyaning Allah, pangrasane ing dalem adam kukumi tekane sakehing cahya kang pada anglimputi ing Dzating karaton, ing nalika iku amung amustiya pepuntoning tekad kang santosa, kaya ngibarating aksara Alif kang ajabar jer apes, unine : A, I, U, tegese : Aku Iki Urip, banjuranyipta brangta ing Dzat, supaya aja kengetan marang kang keri kabeh.

- Kandjeng Pangeran Karyonagoro

Kamis, 22 September 2011

> Ibrahim itu Seorang Atheis

Apakah anda mengira Nabi Ibrahim itu seorang yang beriman secara tiba-tiba? Turun ploh dari langit begitu saja, lalu kemudian dia langsung mengakui, menyambah dan taat pada Tuhan? Anda keliru. Ibrahim itu seorang Atheis.

Ada banyak model paham Atheis lho bro, sebagaimana juga banyak aliran dalam Islam. Termasuk juga pada Kristen. Tapi saya tidak hafal. (Karena metode menghafal itu tidak bagus, bisa merusak ingatan. Makin rajin menghafal makin tumpul pemahaman)

Ada Atheisme filosofis. Yaitu tidak meyakini Tuhan berdasarkan proses penalaran atau dengan menggunakan metode filsafat, seperti yang terjadi pada Fuerbach, Nietzsche, Sartre, Betrand Russel dan lain-lain.

Kemudian ada Atheisme Psikologis, yaitu tidak meyakini adanya Tuhan melalui penghayatan ilmu jiwa atau psikologi. Tuhan diyakini hanya semacam proyeksi dari rasa sakit psikologis, sehingga manusia membutuhkan sosok yang adi kodrati sebagai tempat berlindung kegelisahan psikisnya. Persis seorang anak yang merintih meminta perlindungan pada ayahnya. Inilah yang dilakukan Sigmud Freud dan kritiknya pada agama Kristen tentang konsep Tuhan Bapa.

Dan ada Atheisme Naturalistik, yaitu Atheis yang berangkat dari fenomena alam. Berbagai objek dan gejala alam diteliti dan dicermati. Tapi ternyata tidak ditemukan dimensi Ketuhanan pada berbagai gejala alam selain hanya mekanisme hukum alam yang natural. Alami dan sudah berjalan sendirnya. Dan tidak ditemukan suatu “X “yang memicu segala proses terjadinya fenomena alam. Inilah yang terjadi pada para Ilmuwan alam, seperti pada Darwin.

Oya sebelum melangkah, perlu saya tegaskan bahwa penggunaan kata Ibrahim berbeda dengan Nabi Ibrahim. Kata Ibrahim mengacu pada zaman sebelum dia menerima wahyu dari Tuhan. Sedangakan kata Nabi Ibrahim berarti pada pasca Kenabiannya.


Baik, sekarang mari kita cermati beberapa ayat Alquran di bawah ini:



“Ketika malam telah menjadi gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata: “Inilah Tuhanku” Tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata: “Saya tidak suka kepada yang tenggelam. Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata: “Inilah Tuhanku”. Tetapi setelah bulan itu terbenam dia berkata: “Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat”. Kemudian tatkala dia melihat matahari terbit, dia berkata: “Inilah Tuhanku, ini yang lebih besar”, maka tatkala matahari itu telah terbenam, dia berkata: “Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan. Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar(hanif), dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.”

(QS: surat al-An’am, ayat 76-79)


Nah, dari keeempat ayat tersebut, secara simbolis tampak proses perjalanan Ibrahim dalam mencari Tuhan. Dia berangkat dari mencermati gejala alam. Dia mencari satu sosok yang mengatasi keagungan alam atau jagat raya. Pertama dia melihat bintang yang jauh dan berkedip-kedip indah. Sehingga terbetik dalam pikirannya itulah Tuhan. Tapi begitu cahaya bintang itu hilang, dia mulai ragu. Kenapa Tuhan bisa hilang? Sementara objek-objek alam lainnya masih ada. Tidak mungkin. Tuhan tidak mungkin lebih kecil, tidak mungkin Tuhan kalah permanen dan bisa tenggelam diantara objek-objek alam.

Di lain waktu kemudian dia melihat bulan. Indah dan terlihat lebih besar dari bintang. Ibrahim terkesima. Dan keraguannya pada bintang bergeser dan terjawab pada sosok Bulan. “Inilah Tuhan. Jauh lebih besar dari bintang. Maka pantas dia jadi Tuhan.” Tapi bulan pun akhirnya juga tenggelam ke peraduannya. Maka Ibrahim kembali lagi menjadi ragu. Mana mungkin Tuhan tenggelam. Namanya juga Tuhan. Masak kalau sama obek-objek alam lainnya.

Akhirnya Ibrahim melihat Matahari. Lagi-lagi Ibrahim terkesima. Cahayanya lebih terang dan tajam. Menerangi langit dan bumi. “Tidak salah lagi ini pasti Tuhan. Ini yang terbesar dari bintang dan bulan. Lebih perkasa dan berpengaruh kehadirannya. Terbukti dari ukuran, ketajaman dan penyebaran cahayanya.” Tapi giliran matahari tenggelam di ufuk senja, lagi-lagi Ibrahim kecewa. “Tuhan tidak mungkin tenggelam. Ah….”

Nah, apa yang terjadi pada Ibrahim?

Lebih kurang sama dengan apa yang dialami para ilmuwan ketika meneliti gejala alam. Hanya saja Ibrahim tidak menggunakan mikroskop. Tidak menggunakan teropong bintang. Tidak berada dalam labor kimia dan fisika. Tapi hanya dengan menggunakan mata telanjang.

Tapi pada intinya prosesnya sama. Pintu masuk Ibrahim mencari Tuhan melalui fenomena alam. Dan setiap fase itu ditolaknya. Bermula dari yakin pada satu model keyakinan (Bintang) kemudian dia tolak. Dia bunuh keyakinannya pada Bintang. Kemudian bergeser dan berpindah meyakini Bulan. Tapi akhirnya juga dia tolak. Sampai kemudian berakhir pada Matahari. Maka lengkap sudah Ibrahim membunuh tuhan-tuhan palsu disetiap fase keyakinannya.

Ini mengintakan saya pada konsep pembunuhan tuhan-tuhan palsu pada Nietzsche. Mengingatkan saya pada konsep Dekonstruksi Derida. Dimana manusia pada awal pencariannya meruntuhkan segala model keyakinannya. Meruntuhkan konstruk-konstruk pikiran. Dan diujung segala dekonstruksisasi itu adalah nihil. Kosong. Tak ada lagi yang diyakini.

Lebih kurang itulah model Atheisme Naturalistik. Tidak ditemukan Tuhan pada gejala alam. Tidak ditemukan Tuhan dengan metode empirisme, seperti yang sangat kental pada Hume.

Sesaat ketika itu Ibrahim mengalami masa transisi dalam pencariannya.
Fase Atheisme Naturalistiknya.

Tapi Ibrahim tidak berhenti. Dia meloncat secara metafisis dan meyakini pasti ada sesuatu dibalik segala yang ada. Pati ada sesuatu dibalik segala objek-objek alam. Dibalik segala gejala alam. Ibaratnya Ibrahim hijrah dari seorang empirisis menuju seorang spiritualis. Dari metode empiris ke metode spekulasi metafisis.

Ini mengingatkan saya pada Pascal, seorang ilmuwan dan pemikir Prancis Abad-17. Dia menyatakan bahwa ketika pengalaman demi pengalaman macet. Ketika penalaran demi penalaran macet. Ketika pertanyaan-pertanyaan terakhir macet dan terus menerus gagal, maka disaat itulah manusia harus meloncat ke iman. Dan loncatan itu bersifat irrasiaonal (sebagian menyebutnya supra rasional). Dan proses ini tidak lagi dengan mengunakan rasio akal pikiran. Tapi adalah dengan logika hati.

Lebih kurang itulah yang terjadi pada Ibrahim dalam pencariannya akan Tuhan.

Hmm …oke,
Cuma ada satu pertanyaan buat anda. Kenapa untuk menjelaskan Ibrahim saja anda harus mengutip sekian pengalamn dan pemikiran dari tokoh-tokoh di luar agama Islam?

Ya bagi saya itulah suatu bukti bahwa Roh Tuhan, spirit Universal itu tidak memihak. Tidak peduli siapapun manusianya. Mulai dari Sidarta (Buddha), Musa, Daud, Ibrahim, Yesus, Muhammad, Plato, Augustinus, Pascal, Nietzsche dan anda semua, adalah medan penubuhan jejak Tuhan yang tersebar di muka bumi. Sepanjang waktu dan sepanjang masa. Asal semua manusia mau membuka diri pada panggilan Sang Ada. Pada sapaan Tuhan. Melalui jalan apa saja. Dan setiap jalan adalah pintu, tarekat, cara, metode untuk mencari dan mengenal Tuhan. Meminjam istilah Filsafat Perennial, pada hakikatnya pada diri manusia itu sudah inklud semacam chip di hati dan pikirannya. Sebagai radar pemancar sinyal spiritual dari Tuhan. Dan hanya manusia-manusia yang mau membuka dirilah yang akan mendapatkannya.

Itulah sebabnya bagi saya saling cross referensi dari berbagai pengalaman spiritual para Nabi dan pemikir menjadi mungkin. Karena kenyataannya Tuhan tidak menumpuk hidayah dan petunjukNya hanya pada satu zaman, pada suatu masa apalagi hanya pada seorang Ibrahim atau Muhammad saja misalnya. Karena Tuhan itu bukanlah milik satu golongan. Apalagi milik satu orang. Tapi Tuhan adalah milik kita semua. Milik semua manusia.

Nah, lebih kurang begitulah penafsiran saya.
Bagaimana menurut anda

Rabu, 21 September 2011

> Setan Setan Pembela Al Quran

Saudara-saudara ….

Seperti biasa,saya kembali menyatakan sikap untuk kita semua terhadap isu seputar pembakaran Alquran. Dan hari ini penekanan saya lebih pada sosok pribadi para pembela Alquran,khususnya mereka yang terlibat diskusi panas di sini.

Kita juga mencintai Alquran. Firman Tuhan,tapi ….

Saudara bisa saksikan di setiap halaman yang mengulas soal isu ini. Lebih banyak setan pembela Alquran dari pada yang menegakkan ajaran Alquran itu sendiri.

Kenapa saya katakan setan pembela Alquran?

Saudara kan tahu,sosok sempurna yang mengamalkan ajaran Alquran adalah Nabi Muhammad. Sehingga ketika ada sahabat beliau yang bertanya pada Aisyah seperti apa akhlaknya. Aisyah menjawab ya seperti Alquran.

Apa artinya jawaban Aisyah?

Seakan identik kepribadian Nabi dengan semangat ajaran dari Alquran. Yaitu akhlaknya. Dan saudara harus camkan. Misi belia diutus Tuhan ke muka bumi ini adalah untuk merubah aklak manusia. Itu beliau nyatakan. Soal urusan dunia? Soal tehnologi? (pertanyaan untuk zaman sekarang). Beliau katakan:“Anda lebih tau urusan duniamu”.

Apa artinya?

Nabi bukan seorang ilmuwan. Bukan seorang pemikir. Bukan seorang tehnokrat. Bukan seorang ini dan itu. Tapi beliau uswatun hasanah. Contoh yang menjadi suri teladan.

Suri teladan soal apa?

Ya apalagi kalau bukan soal akhlak. Soal bagaimana agar kita benar-benar menjadi sosok manusia yang mulia. Dan itu beliau buktikan dalam sepanjang sejarah hidupnya. Dari beliau kecil sampai mati. Tidak terhitung jumlahnya kaum kafir menangis dan berlutut di bawah ajarannya karena tersentuh oleh pribadinya. Oleh akhlaknya. Dan di atas itulah ia berjuang menegakkan Islam. Membangun masyarakat Alqurani. Tapi ….

Apa yang terjadi di sini?

Sekian banyak pengunjung yang mengaku sebagai pembela Alquran di sini,akhlaknya lebih setan dari iblis! Tidak tergambar sama sekali akhlak Alquran dalam kata-katanya. Anda bisa baca sendiri di setiap komentar yang berjejer di bawah halaman tulisan yang selabel dengan halaman ini.

Bisakah Alquran dibela dengan marah? Dengan kesurupan? Dengan amukan. Dengan arogansi. Dengan kampaye. Dengan slogan?

Satu lagi saudara …
Umumnya yang menggugat Universitas ini,tidak mau menunjukkan diri. Mereka anonim!

Apa artinya prilaku mereka dengan anonim?

Mereka tidak mau bertanggung jawab. Mereka sosok yang suka berbisik di balik layar. Sehingga siapa yang dibisikkannya tidak bisa mengenal dirinya.

Jika yakin dengan kebenaran yang disampaikan,kenapa mereka harus sembunyi? Kenapa mereka harus takut? Tapi katanya mereka berjihad? Kenapa diskusi saja sudah sembunyi?

Tahukah saudara siapa yang paling terkenal dengan sikap seperti ini?
Siapa lagi kalu bukan setan. Sampai hari ini saya belum pernah melihat wajah setan. Tapi setiap saat ia selalu mengintip saya. Mengalir dalam darah saya,untuk selalu berbisik dan menggoda saya agar tergelincir dari kebenaran.

Nah saudara-saudara,
Begitula prilaku mereka terhadap blog ini. Mereka geram,mereka gatal,dan mereka ingin terlibat. Ingin menujukkan bahwa mereka cinta pada Alquran. Cinta pada Islam. Dan mereka ingin membela sejadi-jadinya. Dengan sebegitu kerasnya terhadap kita di sini. Karena menurut mereka kita di sini menghujat Alquran. Tapi mereka lupa,yang mereka lakukan dengan cara-cara anonim,bahasa yang menembak dan menghakimi keimanan orang lain,tanpa argumentasi kecuali hanya emosi,itu namanya apa?

Tapi mereka lupa saudara-saudara….
Mesin pencatat amal yang digunakan Tuhan bukanlah robot Alexa dan Google PR,yang bisa kita rekayasa. Tapi sama sekali tidak ada yang bisa menandingi keakuratannya. Sehebat dan secerdas apapun mahklukNya,tidak ada yang bisa menandingi apalagi menipunya,dan …lebih-lebih lagi pura-pura beriman dan sok suci.

Apa alat yang digunakan Tuhan untuk kita di bumi?

Rabalah hati saudara ..
Di situlah alarm Tuhan bekerja!

> Hakekat Islam Bagi Saya

Tentu saja tulisan ini pendapat saya. Bukan fatwa!

Islam, saya pahami sebagai keselamatan. Dan keselamatan itu impian setiap manusia, bahkan segala mahkluk di alam semesta. Sedang medium dari keselamatan itu adalah mekanisme hukum alam yang berlaku Universal. Tidak pandang bulu. Siapapun akan ditimpa hukum alam tanpa terkecuali. Contoh yang paling gamblang adalah MATI. Setiap orang akhirnya mati. Para Nabi dan orang-orang yang dianggap suci pun akhirnya juga mati. Bagi saya ini petanda bahwa hukum alam tidak memihak. Adil sesuai kondisinya masing-masing.

Begitu juga untuk keselamatan. Siapapun yang menyerempet bahaya, maka jelas akan diluluhlantakkan oleh bencana hukum alam. Dan siapa yang bisa beradaptasi, menyelaraskan diri dengan segala perangkat hukum alam, baik yang bersifat fisis maupun yang bersifat psikologis, akan selamat. Tidak bisa dibantah, hasilnya setimpal dengan usaha dan kondisi yang mensyaratkannya. Dengan kata lain, apa yang dialami dan diterima manusia adalah akumulasi total dari kehendak, usaha dan kondisi lingkungannya.

Itulah Islam bagi saya. Dan itulah yang disebut sebagai rahmatan lil alamin. Rahmat bagi semesta alam. Melampaui ruang dan waktu. Abadi sepanjang masa. Hanya orang tolol yang tidak akan mengaminkan mekanisme hukum alam. Paling tidak, jadul dengan cakrawala ilmu pengetahuan.

Karena itu, mengaminkan, mengatakan YA terhadap hidup, dengan segala dinamikanya, bahkan dengan segala carut marutnya, adalah sebuah sikap Islami dalam pengertian yang sesungguhnya. Bahwa manusia, tidak punya pilihan untuk menolak realitas yang tak pernah bisa dibantah. Dengan cahaya kesadaran itulah kesabaran otentik bisa tumbuh mendasar dalam diri manusia. Bahwa dia, tak bisa hidup diluar realitas. Bahwa manusia tidak bisa menggadaikan penerimaannya terhadap kenyataan dengan ilusi dan utopia yang dibangunnya secara imajiner.

Dengan kata lain, akhirnya manusia harus kembali pada dirinya. Menerima segenap kenyataan yang ada pada dirinya. Dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Dengan segala tantangan dan evolusi kosmis yang mengitari hidupnya. Segala doa, segala jeritan dan tangisan, akhirnya harus mendarat pada sikap menerima kenyataan sambil tersenyum: “Memang inilah hidup!” Bukan mencari perlindungan pada dunia lain. Pada Nabi, Yesus, Buddha, Bapa, Tuhan dan segala sosok eksternal diluar kediriannya. Selagi manusia menjual dirinya demi sesuatu diluar dirinya, maka dia akan masuk jurang psikologis yang dalam, yang pada akhirnya akan dibungkam oleh sikap kultusisme, dogmatisme, tahyul, mitos dan indoktrinasi diri. Semua itu, tanpa disadari akhirnya akan menghabisi kedirian manusia. Dan itu, meski dihayati sebagai ketaatan, bagi saya, hanya sebuah tipuan. Tipuan yang dibangun secara bertahap sejak masa kanak-kanak. Baik secara pribadi maupun secara sosial dari masa ke masa.

Dan itu bagi saya bukan Islam, tapi tahyul dan klenik.
Kitab Suci, nabi, Yesus, Buddha, Bapa, Tuhan dan seterusnya menjadi antidot, menjadi placebo, obat penenang psikologis dari rasa kegamangan psikologis yang terlunta-lunta. Padahal, hukum alam, sudah built in dalam segenap evolusi kehidupan. Siapa yang menyetubuhinya, dengan segala kesadarannya, dengan usaha tanpa tedeng aling-aling, akan merasakan bahwa segalanya ada mekanisme alamiahnya. Manusia tidak perlu menjerit dan menghamba pada juru selamat dan Tuhan imajiner. Karena jalan itu, jalan keselamatan itu adalah sekuler! Jalan itu alamiah. Jalan itu ada disetiap sudut muka bumi. Titah alam semesta melalui mekenisme hukum alam. Dan siapa yang selaras dengannya akan selamat. Tinggal soal, siapkah manusia untuk menjalaninya, tanpa tangis dan rengekan pada dunia lain yang ilusif dan utopis.

Itulah hakikat Islam bagi saya!
Sekularisme.
Diluar itu, bagi saya hanya Islam Sloganisme!
Lebih tepatnya, Islam Ritualisme.

Dan ingat!
Ini penghayatan saya pribadi.
Dilarang meniru adegan berbahaya ini tanpa mentor spiritual anda.

Selasa, 20 September 2011

> Yang Nekat Clik Akan Dapat Rejeki Masuk Neraka

Aku melarangmu menggambar wajah utusanKu, karena Aku tak ingin kalian menyembahnya. Ia adalah manusia dan aku tak ingin kalian memuja manusia, saudaramu yang sejajar.
Aku tak mau kalian meniru2 wajahnya, meniru cara berpakaiannya, meniru gaya bicaranya.
Karena itu hanya akan membuat kalian melupakan bagimana mencontoh akhlaknya dan keluhurannya.
Biarlah wujudnya tetap tak terbayangkan, agar kalian dapat mengenal sifat2Ku dengan meneladani perilakunya.

Tetapi kalian jadikan kata2 petunjuk dariKu sebagai candu
Menidurkan akal kalian dalam kebekuan
Membakar nafsu kalian untuk saling menghakimi
Membangkitkan kesombongan dalam kepastian kalian akan sebuah kebenaran.

Kalian sebut namaKu dalam pekik amarah
Kalian sebut jalanKu dalam menyebar petaka

Maka mulai hari ini, Aku cabut ajaranKu
Kubiarkan kalian berjalan dalam kegelapan
Karena seperti dalam terangKu, kalian mengikuti kegelapan
Maka dalam kegelapan kalian akan menemukan cahayaKu

Biarlah dalam kebimbangan kalian belajar bertanya
Bukannya sibuk mempertanyakan orang lain.
Biarlah dalam kegelapan kalian belajar saling berpegangan tangan
Daripada dalam cahaya kalian saling menumpahkan darah
Biarlah dalam keraguan kalian belajar kerendahan hati
Daripada dalam kepastian hati kalian menjadi dipenuhi keangkuhan

Semua ini harus Kulakukan
Karena Aku masih mencintai kalian

Dan siapakah Aku? Akulah yang selalu kalian sebut, tapi yang juga kalian sudah lupakan, Rahayu

> Saya Pilih Neraka

Apakah anda termasuk orang yang mengidam-idamkan sorga? Dan bersigigih menghindari neraka? Jika iya maka selamat untuk anda. Sukses untuk anda. Pastikan anda benar-benar akan masuk sorga. Jangan tiru impian ngawur orang kafir di bawah ini.

Saya:
Mas kafir, kenapa ya anda tidak ingin masuk sorga?

Kafir:
Pertama sorga itu sudah antri mas. Tidak akan nyaman lagi. Pasti akan sumpek.

Saya:
Lho kenapa anda bilang begitu?

Kafir:
Ya karena yang mengincar sorga sangat banyak saya lihat. Jadi pasti akan berdesak-desakan di pintu sorga.

Saya:
Alasan lain msaih ada mas?

Kafir:
Itu kan baru yang pertama mas. Yang paling tidak nyamannya gini mas.
Calon-calon penghuni sorga itu banyak yang seram mas..hi..

Saya:
Lho bukankah yang akan masuk sorga itu orang beriman?

Kafir:
Ya makanya. Saya lihat teman-teman saya yang mengincar sorga galak-galak mas. Main hujat main caci maki. Nama saya ini dulu kan bukan kafir mas. Mereka yang ganti. Sudah 3 kali ganti nih mas. Pertama nama asli saya kan Afkir. Terus mereka ganti dengan Sesat. Kemudian Jahannam. Terakhir baru Kafir. Ini sudah permanen katanya sampai untuk hari kiamat. Tidak perlu diupdate lagi.

Saya:
Lho kok bisa-bisa seenaknya mereka begitu?

Kafir:
Ya sama tahulah mas. Kelakuan saya kata mereka memang sesat dan kafir mas. Jadi sejak mereka panggil saya kafir ya baik di KTP dan segala surat menyurat nama saya juga saya ganti dengan Kafir. Kolom agama juga saya isi dengan agama Kafir. Tapi karena saya dulu pernah kuliah S3. Maka saya lengkapi nama saya menjadi
DR. Kafir Neraka, SPd.

Saya:
Anda ini kok aneh ya. Memangnya anda kira di neraka itu enak?

Kafir:
Ya mendingan mas ngumpul di sana sama setan. Wong saya di dunia ini sudah biasa kok bergaul dengan setan. Kalau dengan calon penghuni sorga saya gak pandai bergaul dengan mereka. Saya jadi bahan hujatan terus. Dikotbahi terus. Dan disetiap ujung kotbahnya selalu saya diancam dengan neraka. Nah, seandainya saya juga memilih masuk sorga, dan nanti juga ketemu dengan mereka di sana, tentu mereka juga akan melakukan hal yang sama di sana. Apa lagi di sana Tuhan juga sudah bisa dilihat. Pasti Tuhan juga akan dihasut mereka untuk menjelek-jelekkan saya. Oya kalau boleh tahu mas sendiri rencananya mau milih kemana sih?

Saya:
Ya sama! 

> Dear: Abang Teroris

Dear Abang Teroris,
Hehe, sebelumnya saya bingung mau manggil Om atau Abang, biar lebih akrab panggil Abang aja kali ya, mendingan mana daripada ‘Tante’??hayoo !, hehe, semoga abang nggak keberatan.
Seperti pada kebanyakan surat, saya mau tanya kabar abang dulu neh, semoga abang sehat walafiat, dan dalam lindungan Tuhan YME.

Gini nih bang, saya tuh kagum banget ama abang, bisa-bisanya abang ngubrak-abrik negara kita ini. Betapa tidak, setelah bosen ama bom yang besar, abang pandai berinovasi dengan bom yang kecil, kreatif!!, super sekali, abang bisa bayangkan wajah-wajah ketakutan orang-orang negeri ini, haha x__x. Kalau begini, saya udah ‘agak’ enak ngerjain tetangga, tinggal beli amplop, masukin buku yang nggak kepake, cantumin nama ama no Hp palsu, lemparin deh ke teras tetangga, pasti Polisi datang, TV Berita pada ngeliput, dan saya dengan bebas majang muka saya di Tipi, haha…
Kali-kali aja ada tawaran jadi Artis, orang2 jakarta udah nyoba cara beginian, dan berhasil, masak saya ngga bisa?? hehe x_x. Kalau saya jadi artis mahh, bakal saya kasi royalty ke abang, sebagai inspirator,hehe… Tapi masalahnya, abang nggak mau ngasi alamat asli, no hp nggak aktif, wuah kagak bisa juga donk.

Ada lagi nih, abang tuh pasti jago Kimia kan?? Kalau ada kesempatan, saya ingin mengundang abang mengajar di sekolah saya, mau nggak?? Kebetulan sekolah kami lagi membutuhkan guru yang ber jam terbang tinggi seperti abang, daripada jadi teroris mulu, ajarin aja kami cara membuat bom buku, biar waktu ngerakit, ehh bisa sambil membaca, menambah wawasan…ya kan? Jujur saya orang yang kurang suka membaca buku. Saya tuh hanya suka baca buku yang ‘menantang’ kayak bukunya abang, bisa meledak…haha…unik, sampe-sampe tangan pak dodi (bukan tetangga saya) patah, mungkin kalau saya yang baca….ledakannya bisa membuat wajah saya yang ganteng ini jadi tambah ganteng, iya nggak?? Paling tidak, jerawatnya berkurang dikit, hehe.

Bicara soal buku, abang memang orang yang patut dicontoh, bayangin bang!! Orang-orang sebaya saya aja jarangg baca buku, nah… Abang yang kayaknya dah mulai ‘uzur’ hobinya baca buku, haha unik… Malah, karena kebanyakan koleksi, abang kirim ke orang-orang dengan GRATIS!! wueleh…benar-benar orang berhati mulia, kalau abang berminat mengirim ke rumah saya boleh-boleh aja, tapi…yaa itu tadi, takut banyak yg nawarin jadi ‘artis’, hehe.

Ada 1 hal yang mengganjal hati saya nih bang, ‘kata orang-orang’ (perhatikan tanda petik ya bang) teroris itu kejam, jah*nam, l*knat, jah*t, de el el.. Kalau emang bener yah saya cuma kasi saran, kebetulan saya pernah denger dari sebuah lagu,

“buat abang-abang teroris, sering-seringlah mendengar lagu ‘cinta’, biar romantis, sayang ama anak dan istri”

Buat yang punya lagu, maaf… Saya kutip dikit, hehe.

Terima kasih bang, udah buat kami kuatir, terima kasih membuat jantung kami berdetak lebih cepat, sebab kata Dr. Trondolo (tetangga saya, kapan2 saya kenalin) jantung yang berdetak lebih cepat, tanda orang sehat..hehe..

Sekian bang, Jangan lupa berdoa disana..wasssuuuu!

> Percoyo Tanpo Waton

Orang Islam mengatakan...:
* Assalamualaika warahmatullahi wabarakatuh, apapun agama anda, semoga Tuhan saya mengampuni anda........

Tapi anda wajib untuk tidak percaya pengakuan saya ini.
Karena itu anda harus melihat buktinya DISINI.

Nah, apa yang menjadi persoalan bagi saya terhadap komentar tersebut?
Ya apalagi kalau bukan satu pertanyaan yang indah:

Sejak Kapan Umat Islam Mengontrak Tuhan?

Seolah-olah Tuhan itu milik mereka. Atau seolah-olah ada banyak Tuhan di langit. Lalu Tuhan yang dia punya marah pada saya dan dia mendo’akan agar Tuhan miliknya mau mengampuni saya.

Lalu bagaimana sikap saya?

Sok tahu!
Begitu yakinnya dia tentang Tuhan. Seolah-olah Tuhan adalah teman akrabnya sama makan bakso. Lalu asal ada yang macam-macam, Tuhan kenalannya siap tempur untuk menbackupnya. Seolah-olah Tuhan sudah dikontraknya dan Tuhan itu harus patuh mengikuti do’anya, untuk orang lain yang berbeda pandangan dan keyakinan dengannya.

Lalu bagaimana pandangan saya tentang Tuhan?
Atau Tuhan itu milik siapa?

Bagi saya Tuhan itu ibarat udara. Dia netral tidak memihak. Siapapun bisa dan bebas menghirupnya. Atau tidak menghirupnya sama sekali juga terserah. Tapi yang jelas, Tuhan selalu ada dan ingklude di setiap zarah, di setiap partikel atau atom alam smesta.

Tuhan adalah ROH Kosmik. Tak ada satu titik pun yang lepas dari lingkupan Tuhan. Karena itu tak ada manusia manapun yang lepas dan terkunci dari kasih Tuhan. Semuanya, hidup dan hadir di dunia ini atas Kasih Tuhan.

Itulah yang membuat saya bingung jika ada umat Islam yang begitu lantang mengatakan bahwa Tuhan seakan-akan miliknya. Kasus yang saya kutip di atas hanya salah satu contoh. Tapi bukan satu-satunya kasus. Tapi masih buaaanyak umat Islam yang begitu yakin mengklaim bahwa Tuhan seoalah-olah adalah milik mereka. Dan cendrung mengklaim bahwa pemahaman merekalah yang benar tentang Tuhan.

Lalu bagaimana dengan agama lain?
Ah ... biasanya juga tidak jauh beda.
Kecuali sebagian umatnya yang sudah menggunakan otak 

> Makna Mim dan Ain Dalam Manunggaling Kawula Gusti

APA MAKNA MIIM DAN AIN DALAM MANUNGGALING KAWULA GUSTI sehingga dapat menemukan Tuhan dan bertemu dengan Nya dan Mengapa ketika mencari Tuhan dibalik huruf alif dan nun maka tidak bisa bertemu dengan Nya?

Tafsir Miim (numerology Arabiyah):

Huruf miim merupakan muhammad rosulillah atau Ahmad, yang merupakan pintu menuju Ahad yang merupakan wahdaniyah Allah. Perbedaan antara Ahad dan Ahmad adalah huruf arab Miim (muhammad rosulillah penutup jalur risalah dan kenabian).

Miim juga berarti malakuti / keagungan / penguasaan atas seluruh langit bumi, ayat Kursi merupakan ayat yang mengandung banyak huruf miim didalamya.

Huruf miim bernilai 40, 40 hari khalwat dengan ikhlas dengan mengamalkan surat al ikhlas dan ayat Kursi (ayat yang banyak mengandung huruf miim /sujud jadi sujud adalah cara menggapai keagungan). Juga surat al ikhlas di awali dengan qulhuwa allohu ahad. Jadi perwujudan ahad di dunia adalah ahmad, ketika manusia menjadi ahmad maka merupakan tajalli/ penampakan sang Mahakuasa dalam diri manusia. Sekali lagi bedakan Ahmad dan Ahad terletak huruf miim.

Huruf miim membentuk, posisi sujud dalam solat, sujud merupakan posisi kedekatan dengan Allah, bahkan sujud merupakan simbol dari wahdaniyah Allah. Metode untuk mendekat (muqorrobin/ kewalian) kepada Tuhan yang paling cepat adalah dengan sujud yang lama dalam Sholat. Hadits qudsi Allah berfirman : Barangsiapa memusuhi waliku sungguh kuumumkan perang kepadanya, tiadalah hamba Ku mendekat kepada Ku dengan hal hal yg fardhu- 17 rokaat, dan Hamba Ku terus mendekat kepada Ku dengan hal hal yg sunnah- 34 rokaat qobliyah dan bakdiyah- baginya hingga Aku mencintainya, bila Aku mencintainya maka aku menjadi telinganya yg ia gunakan untuk mendengar, dan matanya yg ia gunakan untuk melihat, dan menjadi tangannya yg ia gunakan untuk memerangi, dan kakinya yg ia gunakan untuk melangkah, bila ia meminta pada Ku niscaya kuberi permintaannya. (shahih Bukhari hadits no.6137).

Tafsir Ain,Yaa,Sin,Nuun,Aliif (numerology Arabiyah):

Huruf ain bermakna sayidina Ali bin Abu tholib merupakan pintu gerbang keilmuan. Sesuai hadits Nabi yang menyatakan bahwa Muhammad rosulluloh adalah gudang ilmu dan Sayidina Ali adalah pintunya. Huruf ayn membentuk posisi rukuk dalam sujud, dalam riwayat asbabun nuzul quran ada ayat yang berkenaan dengan Ali bin abu thalib, yaitu orang yang rukuk kemudian dalam posisi rukuk dalam solat melakukan sedekah berupa cincin. Inilah ayat quran itu: Walimu hanyalah Allah, Rasul-Nya dan mereka yang beriman yang menegakkan salat, membayar zakat seraya rukuk. (QS. al-M`idah: 55).

Kunci sholat yang merupakan adab tatakrama/ kepasrahaan total ila allohu ada di rukuk/ huruf ain, sujud/ huruf miim adalah kedekatan (muqorobin- fana asma dan tajalli asma), barangsiapa tidak tahu adab ( rukuknya) maka tidak layak untuk dekat (muqorobin).

Huruf Ain bernilai 70.sedang huruf Ya bernilai 10 dan huruf Sin bernilai 60. jadi secara matematis yaitu 70(ain)= yaa(10)+sin(60) jadi Ya + Seen = Ain merupakan Quran dalam surat 36 adalah surat Ya Seen. ayat ke 58 dari surat Yasin adalah Salaamun Qawlam Mir Rabbir Raheem. Jadi 5+8=13, posisi huruf ke 13 dalam abjad Arab adalah huruf Miim/ Sujud. Jadi untuk mengerti Ain/ rukuk kita harus mengerti tafsir huruf Yaa dan Tafsir huruf Sin. Dengan mengerti Yaa dan Sin kita akan sampai kepada Sayidina Ali bin Abu Tholib.

Kyai Kholil Bangkalan, salah seorang pencetak kyai besar Nahdlatul Ulama, selama perjalanan pesantren Keboncandi, Pasuruan-Sidogiri kyai kholil Bangkalan sewaktu muda selalu membaca YaSin, hingga khatam berkali-kali.

Huruf Ya adalah akhir dari abjad Arab and Alif awal dari abjad Arab. Huruf Ya/ hamba memimpin / cenderung ke arah Alif / Allah. Huwal Awwalu wa Hu wal Akhiru.

* Rincian huruf Awwalu :

* Alif(1)+waw(6)+lam(30)=37-3+7=10,(Ya=10),

* 10 -1+0=1-pertama.

* Rincian huruf Akhiru :: Alif(1)+Kho(600)+Ro(200)= 801-8+0 +1= 9 – terakhir adalah 9, angka 9 dalam numerology arab adalah huruf Ta yang bermakna penyucian atau Tahara / penyucian dan bulan ke 9 dalam Arab / Qomariah adalah bulan ramadhon yaitu bulan puasa.

Penyucian kalbu dari kecintan diri dan dunia merupakan tingkat awal penyucian untuk bersuluk kepada Allah. Sesungguhnya kotoran maknawi terbesar yang tidak bisa disucikan meskipun dengan tujuh lautan dan para nabi pun tidak mampu menghilangkannya adalah kotoran kejahilan ganda (pura-pura tahu padahal tidak tahu). Kekeruhan ini mungkin akan memadamkan cahaya petunjuk dan meredupkan api kerinduan yang merupakan buraq untuk bermikraj mencapai berbagai maqom spiritual.

Dan Alif(1)+ Ta(9)=10- (Ya=10=hamba) , nilai huruf (Ya=10), jadi seorang Hamba yaitu simbol Ya harus melakukan Puasa / penyucian jiwa/ tazkiyah nafs simbol (Ta=9) untuk Alloh semata simbol (Alif=1) atau Hamba harus sabar dengan KetentuanNya atau nrimo ing pandum, karena hasil puasa Lillah Billah menjadikan orang sabar atau innalloha maashobirin (Sesungguhnya Alloh bersama (MA terdiri huruf miim dan ain lihat al Baqarah:153 ) orang yang sabar. Lihat bersama adalah Ma yaitu maasshobirin. Disini terungkap rahasia mim dan ayn yaitu MA seperti yang diucapkan oleh Husain bin Mansur al Hallaj. jadi Sabar adalah kunci menemukan Tuhan. Para mufassir menafsirkan sabar dengan melakukan puasa. Pahala puasa hanya Allah yang tahu. Artinya Hak menilai puasa langsung di tangan Allah bukan di tangan para malaikat. Sabda Rosullulloh saw Puasa yang dilakukan khusus untuk-Ku/ puasa Lillah Billah dan cukuplah Aku sebagai pahalanya.

Mempelajari Ilmu Ketuhanan akan menjadikan orang bersabar, seperti dialog Nabi Musa as dan Nabi Khidr as yaitu Bagaimana kamu dapat sabar terhadap persoalan yang kamu sama sekali belum memiliki pengetahuan yang cukup tentangNya (QS 18:68). Barangsiapa menghadapi kesengsaraan dengan hati terbuka, menunjukkan kesabaran dengan penuh ketenangan dan martabat, termasuk dalam golongan orang terpilih dan bagian untuknya adalah Berikanlah kabar gembira (keberhasilan dan kejayaan) kepada orang yang sabar (QS 2:155),

Dalam Islam, kemampuan mengendalikan emosi dan menahan diri disebut sabar. Orang yang paling sabar adalah orang yang paling tinggi dalam kecerdasan emosionalnya. Ia biasanya tabah dalam menghadapi kesulitan. Ketika belajar orang ini tekun. Ia berhasil mengatasi berbagai gangguan dan tidak memperturutkan emosi-nya.

Gabungan rincian Awwalu dan Akhiru adalah Seorang Hamba (Ya=10=hamba) karena Akhiru(9)+ Awwalu (1)=10- (Ya=10=hamba), jadi seorang Hamba menampung Asma Allah yang lengkap dan memiliki potensi untuk menampakkan sifat ketuhanan.

Huruf Sin bernilai 60 dalam numerology Arab, merupakan simbol dari sirr Muhammad, sirr adalah rahasia ketuhanan yang disimpan dalam diri manusia sebagai hamba. Huruf sin dalam INSAN. huruf alif nya adalah Allah, huruf sin adalah rahasia / sirr ketuhanan, 2 huruf nun adalah simbol hukum dunia dan akhirat yang merupakan representasi /perwakilan kitab suci al Quran.

Huruf Yaa/ simbol Hamba digunakan untuk memanggil seseorang atau menarik perhatian sesorang. Ya adalah simbol seorang Hamba menyembah dan menyebut Tuhannya Ya Allah Ya Robbi dll.Yaa juga digunakan oleh Allah memanggil Hambanya.Ya juga berarti simbol antara yang disembah dan menyembah, tetapi posisi Ya=10 / hamba selalu cenderung kepada Alif=1 atau Allah karena Allah sebagai Awwalu, dalam ilmu huruf,

Alif(1)+waw(6)+lam(30)=37-3+7=10 adalah Yaa menyatu dengan Alif (10-1+0=1) atau dibalik Yaa ada Alif atau di dalam Manusia ada Tuhan atau istilah Wahdatul Wujud nya Ibnu Arobi yaitu antara penyembah dan yang disembah itu sama tapi tidak serupa atau menurut istilah ajaran Syekh Siti Jenar, yaitu Manunggaling Kawula Gusti. PERSAMAAN antara manusia dan Allah. Hal inilah yang dimaksudkan dalam sabda Nabi saw.: Sesungguhnya Allah menciptakan manusia dalam kemiripan dengan diriNya sendiri. Lebih jauh lagi Allah telah berfirman: Hambaku mendekat kepadaKu sehingga Aku menjadikannya sahabatKu. Aku pun menjadi telinganya, matanya dan lidahnya. Juga Allah berfirman kepada Musa as.: Aku pernah sakit tapi engkau tidak menjengukku! Musa menjawab: Ya Allah, Engkau adalah Rabb langit dan bumi; bagaimana Engkau bisa sakit? Allah berfirman: Salah seorang hambaKu sakit; dan dengan menjenguknya berarti engkau telah mengunjungiKu. Memang ini adalah suatu masalah yang agak berbahaya untuk diperbincangkan, karena hal ini berada di balik pemahaman orang-orang awam. Seseorang yang cerdas sekalipun bisa tersandung dalam membicarakan soal ini dan percaya pada inkarnasi dan kersekutuan dengan Allah.

Tafsir huruf Nun dan Alif- Pencari Tuhan dibalik huruf alif dan nun maka tidak bisa bertemu dengan Nya:

Bernilai 50 dalam numerology Arab.

Tafsir huruf INSAN, memiliki 2 huruf nun merupakan simbol alam dunia/ jasad dan alam akhirat/ ruh/ jiwa. Ruh yang disucikan akan memperoleh Nur/ surga sedangkan Ruh yang dikotori akan memperoleh Nar/ neraka.

Tafsir Alif dan Nun: Penggambaran Simbolis Huruf dan Alif Nun merupakan lambang sebuah perahu (syariat) dan sebuah Jiwa / individu /personal mengarungi lautan / medan ujian, kayuh / sampan (membentuk huruf Alif) kiri kanan adalah wilayah pilihan manusia (sunnatulloh adalah qadha qadar baik buruk) yang telah ditetapkan oleh Allah arti simbol Alif. Individu yang sedang menaiki perahu (simbol Nun), sampan/kayuh adalah alat/ pilihan yang akan mengerakkan jiwanya menuju 3 pilihan yaitu, pertama, arah perahu ke kiri berarti ashabul syimal/ Nun menjadi Naar/ neraka, kedua arah perahu ke kanan berarti ashabul yamin/ Nun menjadi Nur/cahaya, ketiga arah perahu tidak ke kiri dan tidak ke kanan tetapi tengah berarti sabiqunal awwalun/ terdahulu mencapai tujuan ini adalah golongan para pencinta yaitu menyembah karena kerinduan ingin bertemu dengan sang Khaliq ini adalah jawaban isyarah tersembunyi dari Husain bin Manshur al Hallaj- yaitu para nabi :

Dengan simbol miim (arti bathinnya adalah sujud) yaitu Muhammad saw dan ain (arti bathinnya adalah rukuk) yaitu sayidina Ali bin Abuthalib.

Huruf Nun Mengingatkan Kita juga kepada Zunnun/ Nabi Yunus as yang naik perahu di tengah lautan dan ditelan Ikan karena meninggalkan Kaum nya sebelum ada perintah dari ALLAH.

Zikir Zunnun / N.Yunus doa keselamatan menghadapi medan ujian : wa dzan nuni idz dzahaba mughadziban fa dhanna an lan naqdiro alayhi fa nada fid dhulumati an laila antan subhanaka inni kuntu minadolimin fastajabna lahu wa najjaynahu minal ghammi wa kadzalika nunjil mukminina (Anbiya :87-88).

Kesimpulan:
Tafsir Yaa Sin akan membuka rahasia huruf `MA yaitu miim dan ain seperti yang dikatakan oleh Husain bin Mansur al Hallaj:

Quran dalam surat 36 adalah surat Ya Seen. ayat ke 58 dari surat Yasin adalah Salaamun Qawlam Mir Rabbir Raheem.

Rahasia Ketuhanan ada dalam diri manusia, agar manusia mampu menampakkan atau men-tajallikan Ketuhanan dalam dirinya maka perintah solat (Rukuk, Sujud) adalah sarana Manunggaling Kawula Gusti dan sodaqoh ( menebarkan hasil usaha kebenaran/ pengabdian masyarakat/ agen perubahan/ social agent) kepada sesama makhluk Tuhan (kesalehan sosial) yang merupakan perwujudan dari Salaamun Qawlam Mir Rabbir Raheem

Tafsir Yaa Sin adalah simbol manusia sempurna yaitu hamba yang mampu menampung rahasia Allah dan didalam sirr itu seorang penyembah dan disembah bertemu dan berdialog, ibarat sebuah pohon lengkap dengan pokoknya, cabangnya dan puncaknya. Imam al Baqir berkata: Maukah kamu akau beritahu pokok-pokok Islam, cabang dan puncaknya dan pintu kebaikan? Sulaiman bin Khalid berkata: Tentu, lalu jawab Imam al Baqir: Pokoknya adalah sholat, cabangnya adalah zakat, dan puncaknya adalah membela kaum tertindas dan menegakkan keadilan

Tafsir Rukuk/Huruf Ain

Etika rukuk adalah meninggikan maqam rububiyah Nya yang agung, mulia dan merendahkan maqam ubudiyah seorang hamba yang lemah, faqir dan hina. Rukuk adalah awal ketundukkan dan sujud adalah puncaknya.Yang melakukan rukuk dengan sempurna dan benar akan menemukan keselarasan pada sujud. Imam Shadiq berkata rukuk yang benar kepada Allah adalah menghiasi dengan cahaya keindahan asma Nya. Rukuk adalah yang pertama dan sujud adalah yang kedua. Dalam rukuk ada adab penghambaan dan dalam sujud ada kedekatan/Qurb dengan Zat yang disembah. Simbol rukuk adalah hamba dengan hati tunduk kepada Allah, merasa hina dan takut di bawah kekuasaan-Nya. Merendahkan anggota badan karena gelisah dan takut tidak memperoleh manfaat rukuk.

Tafsir Sujud/Huruf Mim

Sujud merupakan puncak ketundukan dan puncak kekhusyukan seorang hamba, sebaik-baik wasilah taqarrub ila Allah, sebaik-baik posisi untuk mencapai cahaya-cahaya tajalli Asma Allah dan maqam Qurb dengan Nya. N. Saw bersabda : lamakanlah sujudmu, sebab tiada amal yang lebih berat dan paling tak disukai oleh syetan saat melihat anak Adam sedang sujud, karena dia telah diperintahakan sujud dan dia tidak patuh. Sujud merupakan sebab mendekatnya hamba dengan sang Kholik. Wahai orang yang beriman, mintalah pertolongan dengan sabar dan solat, sesungguhnya Allah bersama orang yang sabar (al Baqarah:153).

Tafsir Salam / Huruf Yaa Sin

Salam adalah salah satu nama Allah. Arti Salam dari sisi Allah adalah keselamatan zat, sifat, perbuatan-Nya. Adapun Zatnya terpelihara dari kelenyapan, perubahan dan dari segala kekurangan. Salam dari sisi Hamba adalah doa,yaitu memohon keselamatan kepada Allah untuk orang yang kita ucapkan salam / selamat dari segala cobaaan dan bencana dunia akhirat. Salam juga berarti ungkapan Kepasrahan / ketundukan kepada Sunnatulloh ( Quran Hadits). Menurut Imam Shadiq salam adalah orang yang melaksanakan perintah Alloh dan melakukan sunnah Rosulillah dengan ikhlas (intinya Ahad dan Ahmad), juga selamat dari bencana dunia dan akhirat. Salam juga bermakna penghormatan kepada hamba yang sholih (assalamu alaina wa ala ibadilahis sholihin) dan malaikat pencatat amal.

Al Futuhat al Makkiyah, Karangan Ibnu Aroby, merujuk empat perjalanan akal dalam bab 69 tentang rahasia rahasia shalat sebagai perjalanan spiritual manusia. Perintah sholat 51 rokaat kepada Nabi Muhammad saw saat isro miroj: Tuhan memerintahkan hambaNya itu supaya setiap Muslim setiap hari sembahyang limapuluh kali. Kemudian untuk umatnya menjadi 17 rokaat wajib di lima waktu dan sisanya 34 rokaat menjadi sunah muakkad- qobliyah dan bakdiya.
> Mulla Shadra dalam bukunya al Asfar al Arbaah mengatakan:

Ketahuilah bahwa para pesuluk diantara orang Arif/ Irfan dan para Wali menempuh empat perjalanan akal :

Perjalanan makhluk kepada kebenaran diskusi metafisika umum (min al khalq ila al Haq).

Pesuluk mempelajari dasar-dasar metafisika umum dan dalilnya.pesuluk cenderung pada kajian semantik dan metafisika dasar terhadap firman Ttuhan dalam Quran.

Perjalanan bersama kebenaran didalam kebenaran- pengalaman metafisika khusus dengan pengalaman pribadi (bi al Haq fi al Haq).

Pesuluk akan melihat sifat dan namaNya yang tertinggi baik nama yang mewujudkan rahmatNya dan murkaNya. Hukum nama nama Allah ini di dalam kejamakannya akan mewujud di dalam diri pesuluk.Hal ini dikenal dengan makam wahidiyah atau tujuh substansi halus (lataif).
Pesuluk akan mengalami rasa takut dan harapan (al khauf wa al raja).

Perjalanan dari Kebenaran menuju makhluk (min al Haq ila al al khalq).

Setelah mengalami fase peniadaan diri,pesuluk menerima karunia Tuhan dan kembali kepada kesadaran diri. Pesuluk menyaksikan penciptaan dan alam kejamakan dalam diri makhluk tetapi dengan mata yang lain, dengan pendengaran yang berbeda. Puncak perjalan ketiga membawa pesuluk menuju kesucian/Wilayah (kewalian).

Perjalanan bersama Kebenaran di dalam makhluk (bi al Haq fi al khalq).

Maqam penetapan hukum dan pembedaan dari baik dan buruk. Ini adalah derajat kenabian, penetapan hukum dan kepemimpinan atas umat manusia yang berhubungan dengan urusan urusan mereka yang beragam dan berbeda-beda serta bagaimana mereka saling berinteraksi satu sama lain. seorang arif tak akan bisa mencapai maqam spiritual tertinggi jika tidak memanifestasikan keimanan-puncak, yang telah diraihnya lewat dua perjalanan pertama, dalam bentuk concern sosial politik untuk mereformasi masyarakat dan membebaskan kaum tertindas dari rantai penindasannya. Tidak lain maqam penetapan hukum (legislatif) atau melibatkan diri dalam kemasyarakatan dan hubungan social, merupakan perwujudan penebaran salam kepada makhluk yaitu Salaamun Qawlam Mir Rabbir Raheem yang merupakan inti tafsir Yaa Sin. Pesanku kita orang timur, berbudayalah dengan kebudayaan leluhurmu, bukan jadi orang timur yang ke arab2an atau Ontaisme yang sok membela Agama Allah, Allah tidak butuh itu, rahayu > Kp Karyonagoro