Jumat, 16 September 2011

> Kotbah Jumat Ustad Besar Karyonagoro “ AL Quran itu Bukan Firman Tuhan ”

Sabaaar……Anda jangan langsung naik pitam membaca judul tulisan ini. Baca dulu isinya. Nanti yang mengelurkan pernyataan ini sama-sama kita lempar dengan granat. Karena dia memang kurang ajar. Sekarang coba kita simak dulu apa yang dia katakan:

Saya:
Pernyataan anda kok garang sekali ya?

Kurang Ajar:
Itu masih lumayan. Bagaimana jika saya katakan ayat Alquran itu telah jadi berhala?

Saya:
Waduh! Ngeri mas. Maksudnya gimana ya?

Kurang Ajar:
Ayat Alquran tidak lagi dikunyah. Tapi ditelan langsung bulat-bulat.

Saya:
Bukankah seharusnya memang begitu mas? Ayat Alquran itu kan firman Tuhan yang tidak ada keraguan di dalamnya?

Kurang Ajar:
Betul. Ayat Alquran itu firman Tuhan. Dan perlu anda pahami firman Tuhan itu seluas isi langit dan bumi. Semua yang terbentang di alam ini merupakan ayat-ayat Tuhan yang hidup. Dan anda tidak akan sanggup mencatatnya,walaupun sampai kering air laut untuk dijadikan tinta untuk menuliskanya. Dan Alquran,merupakan percikan dari sititik firman Tuhan yang Maha Luas.

Saya:
Jadi:?

Kurang Ajar:
Ya jadi jangan dikira dengan membaca Alquran anda sudah menangkap makna dari firman Tuhan. Itu baru kumpulan tulisan mati. Bahasa Arab. Kalau bahasa Tuhan tidak akan bisa anda pahami. Anda terbatas. Tapi Tuhan mengerti semua bahasa. Karena mamang Dialah yang menciptakannya.

Saya:
Maksudnya gimana nih mas. Arah pembicaraannya kemana gitu lho?

Kurang Ajar:
Tapi anda ingin penjelasan kenapa saya katakan ayat Alquran jadi berhala. Maksudnya ketika ayat itu anda pahami secara harfiah maka ia tak obahnya seperti patung. Mati. Kaku. Tidak punya keluasan makna lagi.

Saya:
O begitu toh maksudnya. Okey. Sekarang ayat Alquran sebagai granat?

Kurang Ajar:
Itu kelanjutan dari berhala. Ketika anda baca ayat itu secara harfiah lalu dengan seenaknya menjadikan ayat itu untuk menilai orang lain. Anda baca beberapa ayat untuk menghujat keimanan,sikap dan prilaku orang lain. Tanpa anda pahami hikmah ayat itu dan situasi dalam kehidupan nyata sehari-hari.

Saya:
Maaf mas,bingung lagi nih…

Kurang Ajar:
Contoh. Nabi Muhammad itu kan suri teladan umat Islam. Segala perbuatannya menjadi contoh yang akan kita tiru. Apalagi akhlaknya. Karena seperti kata isterinya Aisyah,akhlak beliau itu sama dengan Alquran. Identik. Artinya anda pahami inti sari dari hikmah Alquran,ya seperti itulah akhlak Nabi.

Saya:
Hmm … jadi?

Kurang Ajar:
Tapi bagaimana cara anda meniru perbuatan Nabi?

Saya:
Ya di amalkanlah dalam kehidupan kita sehari-hari.

Kurang Ajar:
Betul… maskud saya begini. Misalkan Nabi memakan korma,makan gandum,dan naik onta. Apakah itunya yang anda tiru?

Saya:
Ya kalau bisa iyalah mas. Karena itu kan sunnah? Semakin dekat kehidupan kita seperti apa yang beliau lakukan berarti semakin dekat pula kita pada Islam yang sebenarnya. Tapi dia contoh sosok hamba Tuhan yang mengamalkan nilai-nilai Islam secara kaffah?

Kurang Ajar:
Hahaha…! Berarti anda juga sudah menjadikan Nabi sebagai berhala.

Saya:
Lho?

Kurang Ajar:
Yang anda tiru itu hakikat dari perbuatannya. Bukan harfiahnya. Kalau Nabi makan korma ya anda makan nasi. Hakikatnya kan makanan. Agar nikmat kesehatan yang diberikan Tuhan anda pelihara. Kalau dia naik onta ya anda naik motor atau mobil. Hakikatnya kan kenderaan. Kalua nabi berzakat dengan korma atau gandum,ya anda bisa dengan beras. Dengan uang. Intinya kan anda ikut peduli membantu orang lain. Ada solidaritas sosial. Ada pemerataan rezeki atau kekayaan yang diberikan Tuhan.

Saya:
Hmm … begitu toh. Yang granatnya mas?

Kurang Ajar:
Yang granat? Ya itu seperti yang dilakukan para teroris. Mereka baca ayat secara harfiah,tanpa dipahami maknanya secara luas,dan tanpa memahami situasi dengan arif,lalu mereka jadikan itu sebagai landasan untuk menilai dan menghakimi iman orang lain. Malah dijadikan sandaran untuk mengamuk,untuk membakar dan membom rumah anda.

Termasuk juga para demonstran yang mangamuk dan main bakar di jalanan. Mereka teriak Allahu Akbar untuk melempari,dan membakar kantor dan toko anda. Itu ucapan Allahu Akbar kan sudah dilecehakan untuk jadi granat.

Atau ketika terjadi perdebatan panas dalam sebuah seminar dan diskusi agama. Ketika salah seorang yang mengeluarkan pendapat dengan sinis menghujat pendapat lawan bicaranya,lalu sekelompoik hadirin yang berpihak padanya akan langusng berteriak:“huuuu .. Allahu Akbar!”Itu arti ucapan Allahui Akbar saat itu apa? Apalagi kalau bukan untuk menghina kelompok lain yang berbeda pendapat dengan mereka. Dijadikan ayat Alquran untuk menilai jelek pendapat orang lain. Dijadikan granat untuk meneror orang lain.

Saya:
Hmm .. okey. Jadi kesimpulannya?

Kurang Ajar:
Ya kembalikan fungsi Ayat Alquran sebagaimana mestinya. Yaitu sebagai petunjuk. Sebagai penyejuk hati dan hidup manusia. Sehingga ketika kita sajikan dangan penuh makna dan hikmah,orang jadi tersentuh. Mungkin jadi menangis. Bukan asal kutip sebagai alat untuk mendukung emosi kita. Untuk pembenaran atas rasa marah dan rasa jijik kita pada orang lain yang menurut kita imannya tidak benar. Biarlah Tuhan yang menilai iman orang lain. Toh iman kita sendiri juga belum tentu benar dalam penilaian Tuhan. Jadi kalau soal iman,perbanyaklah rasa malu. Bukan teriaknya yang diperbanyak! Toh Nabi saja yang sudah dijamin masuk sorga oleh Tuhan tetap istigfar setiap hari,karena selalu merasa belum sempurna imannya. Apalagi kita!