Kamis, 08 September 2011

> Siti Jenar dan Wali Sanga [Bag 89]

‘Namun biarlah waktu yang menjawab, Kanjeng. Sebab kita tidak mungkin bisa merubah alur kehidupan yang akan terjadi. Bukankah kita hanya sebatas mengetahui dengan keterbatasan ilmu kita, Kanjeng.’ urai Sunan Kalijaga dengan bahasa batinnya.

***

Prajurit Demak yang pernah berhadapan dengan Syekh Siti Jenar, si Kerempeng dan si Tambun sedang berbincang-bincang di bawah pohon beringin menunggu giliran berjaga di gerbang alun-alun Demak Bintoro.

“Syekh Siti Jenar ternyata temannya para wali.” ujar si Tambun. “Namun apakah dia juga termasuk salah seorang wali di antara wali songo?” matanya menatap si Kerempeng.

“Tanyakan saja pada Kanjeng Sunan Kalijaga. Jangan pada saya!” jawab si Kerempeng tinggi.

“Tapi jika melihat kesaktian dan kehebatan ilmunya saya yakin bahwa dia masih termasuk wali.” si Tambun mengerutkan dahinya, coba menebak-nebak. “Buktinya dengan Sunan Kalijaga sangat akrab, terkadang bicara melalui tatapan matanya. Tentang pembicaraannya tidak kita pahami.”

“Andika sepertinya tertarik oleh Syekh Siti Jenar, Gendut?” si Kerempeng berdiri.

“Benar,” jawab si Tambun tenang. “Saya jadi ingin memiliki ilmunya.”

“Kenapa mesti berguru pada Syekh Siti Jenar yang tidak jelas asal usulnya? Bukankah Kanjeng Sunan Kalijaga juga sangat sakti dan beliau jelas asal usulnya.” terang si Kerempeng.

“Ya, tetapi tidak mudah untuk mendapatkan ilmu dari para wali tanpa melalui tahapan-tahapan yang berat.” ujar si Tambun.

“Apa bedanya dengan Syekh Siti Jenar?” si Kerempeng menyandarkan punggung ke pohon beringin.

“Jelas beda. Kalau Syekh Siti Jenar sangat mudah memberikan ilmu,” tambah si Tambun.

“Tahu dari mana?” si Kerempeng penasaran.

“Itu dugaan saya.” jawab si Tambun.

“Lha, baru menduga-duga. Saya kira sudah tahu dan yakin.” ucap si Kerempeng.

“Meskipun hanya berupa dugaan tapi saya yakin.” si Tambun membetulkan penutup kepalanya. “Jika Syekh Siti Jenar sangat mudah memberikan ilmu. Makanya ingin membuktikannya, kalau tahu tempat tinggalnya atau padepokannya akan saya datangi.” jelas si Tambun seraya mengangkat tombak, langkah kakinya pelan menuju gerbang alun-alun Demak Bintoro untuk melaksanakan tugas mengganti yang lain.

“Cari saja kalau mau!” ujar si Kerempeng melangkah dibelakangnya. “Saya rasa mudah mencari tempat tinggal orang sakti seperti Syekh Siti Jenar. Tentu orang-orang Demak Bintoro pada kenal seperti halnya para wali.” sama-sama menuju gerbang alun-alun.

“Pasti.” si Tambun mengangguk-anggukan kepala. “Karena dia salah seorang dari wali, hanya saja tidak termasuk wali sembilan. Mungkin karena tidak tinggal di pusat kota Demak Bintoro. Mungkin juga dia punya tugas lain di pedesaan dalam penyebaran agama Islam?” langkahnnya terhenti tepat di depan gerbang alun-alun Demak Bintoro.

“Kenapa andika punya dugaan, bahwa Syekh Siti Jenar seolah-olah ditugaskan menyebarkan ajaran Islam di Pedesaan?” tanya Si Kerempeng.

“Pertama karena dia jarang berkumpul di dalam masjid Demak. Keduanya dia sangat terlihat akrab dengan Kanjeng Sunan Kalijaga yang memilki kesaktian seimbang dengannya.” terang si Tambun.

“Bisa jadi?” si Kerempeng mengerutkan dahinya. “Namun meskipun Kanjeng Sunan Kalijaga orang sakti tapi pembicaraannya tentang agama bisa dipahami oleh kita, berbeda dengan Syekh Siti Jenar yang kadang-kadang ucapannya membingungkan kita?”

Bersambung……