Minggu, 04 September 2011

> Zikir

ZIKIR DI MANA PUN DAN KAPAN PUN

Ada dua tafsiran mengenai ayat “inn-a ‘l-shalât-a tanhâ ‘an-i ‘l-fakhsyâ’-i wa ‘l-munkar-i wala dzikr-u ‘l-Lâh-i akbar—sebab salat mencegah orang dari perbuatan keji dan mungkar, dan mengingat Allah sungguh agung (dalam hidup),” Q. 29: 45). Tafsiran pertama bahwa yang dimaksud dzikr-u ‘l-Lâh adalah salat itu sendiri. Tetapi ada tafsiran lain yang mengatakan bahwa dzikr-u ‘l-Lâh bersifat umum, yaitu ingat kepada Allah. Dan tujuan salat sendiri adalah untuk ingat kepada Allah “… dirikan salat untuk mengingat Aku,” (Q. 20: 14). Ingat kepada Allah adalah inti dan tujuan salat. Karena itu orang yang salat tetapi ingatannya kepada Allah hanya sedikit, merupakan indikasi kemunafikan, “Bila mereka sudah berdiri hendak mengerjakan salat, mereka berdiri malas-malas, hanya supaya dilihat orang dan hanya sedikit mengingat Allah,” (Q. 4: 142); “Dan janganlah seperti mereka yang melupakan Allah, dan Allah pun akan membuat mereka lupa akan diri sendiri,” (Q. 59: 19).

Zikir yang dimaksud di sini adalah zikir secara umum, yang dapat dilakukan orang ketika duduk, berdiri, berbaring; setiap saat ingat kepada Allah. Dan medium untuk ingat kepada Allah banyak sekali, seperti syukur, takbir, membaca al-Qur’an, beramal, dan segala pekerjaan yang membuat kita berhubungan lebih dekat dengan Allah adalah zikir.

Sebenarnya yang membuat kita lebih terhindar dari perbuatan jahat adalah karena kita selalu ingat kepada Allah. Karena itu, setelah dikatakan salat dapat mencegah orang dari perbuatan jahat, kemudian disebukan “wala dzikr-u ‘l-Lâh-i akbar”, bahwa ingat kepada Allah itu lebih agung. Jadi setiap saat selalu ingat kepada Allah, menghayati akan kehadiran-Nya yang beserta kita, “ke mana pun kamu berpaling, di di situlah kehadiran Allah,” (Q. 2: 115). Karena itu kita harus belajar menghayati Allah sebagai omnipresent, Mahahadir, “di sini” beserta kita. Memang betul bahwa Allah al-‘âlî al-‘azhîm, tetapi yang dimaksud adalah undiscribable, tidak tergambarkan. Itulah sebabnya kenapa secara ilmiah Islam disebut sebagai iconoclastic, agama yang tidak memperkenalkan gambar suci. Karena sesuatu yang suci memang tidak bisa digambarkan, dan sekali digambarkan ia menjadi lebih rendah dari kemampuan kita sendiri.

Islam yang iconoclastic, bukan hanya tidak mengenal penggambaran Tuhan, tetapi juga malaikat dan bahkan Nabi Muhammad–kecuali Syiah yang boleh menggambar Nabi Muhammad. Maka ketika di Kongres Amerika, di gedung Kapitol ternyata ada patung Nabi Muhammad bersama dengan patung-patung yang lain diprotes oleh umat Islam Amerika, meskpiun patung itu sudah ada sejak 60 tahun lalu. Keberadaan patung Nabi Muhammad di sana dimaksudkan sebagai penghormatan kepadanya sebagai salah seorang pemberi hukum (Law Givers) kepada umat manusia. Pedang di tangan kanan Nabi Muhammad bukanlah lambang perang, melainkan lambang keadilan.