Senin, 15 Agustus 2011

> Sasmita Sastra ~ Sastra Jendra

Secara "garis besar", Ha Na Ca Ra Ka Da Ta Sa Wa La Pa Dha Ja Ya
Nya Ma Ga Ba Tha Nga kalau diuraikan adalah sebagai berikut (garis besar
saja, karena detailnya begitu luas/multi dimensi tak terkira penuh
dengan kawruh kasunyatan sejati yang tak habis diuraikan dalam bahasa
kewadagan apalagi tulisan).  Dan dibawah ini adalah garis besar uraian
dari sisi spiritualnya guna dipakai sebagai "mile stones" dalam
menempuh jalan rahayu untuk dapat kembali ke sangkan paraning dumadi.




    1.
Ha, Huripku  Cahyaning Allah (Hidupku adalah Cahaya Allah). Sebelum ada
apa-apa,  sebelum alam semesta beserta isinya ini tercipta, adalah Sang
Hidup  ya Allah ya Ingsun yang ada dialam awung-uwung yang tiada awal
dan  akhir, yaitu alam/kahanan Allah yang masih rahasia/ Alam Sejati.  
Itulah Kerajaan Allah ya Ingsun. Sebelum alam semesta tercipta,  Allah
berkehendak menurunkan Roh Suci, ya Cahaya Allah.  Ya Cahaya  Allah
itulah Hidupku, Hidup kita yang Maha Suci.


Alam Sejati adalah alam yang tidak mengandung anasir-anasir (unsur-unsur
hawa, api, air dan bumi/tanah) yang berada didalam badan manusia, dimana
Cahaya Allah bersemayam.  Alam Sejati diselubungi/menyelubungi dua alam
beranasir yaitu halus dan kasar. Dapat pula diartikan, badan manusia
berada didalam Alam Sejati.




    1.
Na, Nur Hurip Cahya  wewayangan (Nur Hidup Cahya yang membayang). Hidup
merupakan kandang  Nur yang memancarkan Cahaya Kehidupan yang membayang
yang merupakan  rahasia Allah.  Kehidupan yang Maha Mulia.  Tri Tunggal
Mahasuci  berada dipusat Hidup. Ya itulah Kerajaan Allah.


Sang Tritunggal adalah Allah ta'ala/Gusti Allah/Pengeran/Suksma
Kawekas, Ingsun/Rasul Sejati/Guru Sejati/Suksma Sejati/Kristus dan Roh
Suci/Nur Pepanjer/Nur Muhammad.  Diuraikan diatas, bahwa ketiga alam
yaitu badan kasar, badan halus dan Alam Sejati, mengambil ruang didalam
badan jasmani kasar secara bersamaan.  Namun kebanyakan kita manusia
tidak atau belum menyadari akan Alam Sejati, atau samar-samar. Nur Hidup
bagaikan cahaya yang samar membayang.




    1.
Ca, Cipta rasa  karsa kwasa (Cipta rasa karsa kuasa).  Nur Hidup memberi
daya kepada  Rasa/Rahsa Jati/Sir, artinya Cahaya/Nur/Roh Suci
menghidupkan  Rasa/Rahsa Jati/Sir yang merupakan sumber kuasa. Maka
bersifat Maha  Wisesa.  Rasa/Rahsa Jati/Sir menghidupkan roh/suksma yang
mewujudkan  adanya cipta. Maka bersifat Maha Kuasa.





    1.
Ra, Rasa kwasa  tetunggaling pangreh (Rasa kuasa akan adanya
satu-satunya wujud  kendali/yang memerintah).  Rasa Sejati yang memberi
daya hidup  roh/suksma sehingga roh/suksma dapat menguasai nafsu
(sedulur lima),  sehingga terjadilah sifat Maha Tinggi.





    1.
Ka, Karsa kwasa  kang tanpa karsa lan niat (Karsa kuasa tanpa didasari
oleh kehendak  dan niat). Yang mendasari adanya kuasa agung adalah kasih
yang  tulus, tanpa kehendak, tanpa niat.  Pamrihnya hanyalah terciptanya
kasih yang berkuasa memayu hayuning jagad kecil dan jagad agung.





    1.
Da, Dumadi kang  kinarti (Tumitah/menjadi ada/terjadi dengan membawa
maksud, rencana  dan makna). Ini berkaitan dengan Karsa Allah
menciptakan manusia,  makhluk lain dan alam semesta beserta isinya yang
sesuai dengan  Rencana Allah.





    1.
Ta, Tetep jumeneng  ing dat kang tanpa niat (Tetap berada dalam zat yang
tanpa niat).   Dat atau zat tanpa bertempat tinggal, yang merupakan awal
mula  adalah dat Yang Maha Suci yang bersifat esa, langgeng dan eneng.  
Hidup sejati kita menyatu dengan dat, ada didalam dat.  Maka didalam
kehidupan saat ini agar selalu eksis selaras dengan dat Yang Maha  Suci,
situasi tanpa niat atau mati sajroning urip (mati didalam  hidup) dengan
kata lain hidup didalam kematian, seyogyanya selalu  diupayakan.





    1.
Sa, Sipat hana kang  tanpa wiwit (Sifat ada tanpa awal).  Ini adalah
sifat Sang Hidup,  Allah, di Alam Sejati, tiada awal dan tiada akhir,
"AKUlah alpha  dan omega".  Demikian pula "hidup" sejati
nya manusia sudah  ada sebelumnya, tiada awal mula, bersatu di Alam
Sejati yang  langgeng, yang merupakan Kerajaan Allah, ya Sangkan
Paraning Dumadi.





    1.
Wa, Wujud hana tan  kena kinira (Wujud ada tiada dapat
diuraikan/dijelaskan).  ADA nya  wujud namun tiada dapat diuraikan dan
dijelaskan. Ini adalah  menerangkan keadaan Allah, yang sangat serba
samar, tiada rupa,  tiada bersuara, bukan lelaki bukan perempuan bukan
waria, tiada  terlihat, tiada bertempat, dijamah disentuh tiada dapat.
Sebelum  adanya dunia dan akherat, yang ada adalah Hidup Kita.





    1.
La, Lali eling  wewatesane (Lupa dan Ingat adalah batasannya).  Untuk
dapat selalu  berada didalam jalan hayu/rahayu maka haruslah selalu
eling/ingat  akan sangkan paraning dumadi dan eling/ingat akan Yang
Menitahkan/  Sumber Hidup.  Selalu ingat akan tata laku setiap tindak
tanduk yang  dijalankannya agar selaras dengan Karsa Allah.  Lali/lupa
akan  menjauhkan dari sangkan paraning dumadi dan menjerumuskan kealam
kegelapan. Contoh lupa adalah bagaikan Begawan Wisrawa dalam
menguraikan Sastra Jendra Hayuningrat kepada Dewi Sukesi.  Tak tahan
akan goda/ tak kuasa ngracut, mengendalikan nafsu-nafsu keempat
saudara, maka sang Begawan kesengsem birahi kepada Dewi Sukesi yang
harusnya menjadi menantunya.





    1.
Pa, Papan kang  tanpa kiblat (Papan tak berkiblat).  Ini adalah
menerangkan Alam  Sejati, ya Kerajaan Allah yang tiada dapat diterangkan
bagaimana dan  dimana orientasinya, bagaikan papan yang tiada
utara-selatan-barat-timur-atas-bawah.





    1.
Dha, Dhuwur  wekasane endhek wiwitane (Tinggi/luhur pada akhirnya,
rendah pada  awalnya).  Untuk memperoleh tingkatan luhuring batin
menjadi insan  sempurna memang tidak dapat seketika, mesti diperoleh
setapak-setapak dari bawah. Demikian pula dalam hal ilmu  kasampurnan,
dalam mencapai tataran ma'rifat tidaklah dapat  langsung meloncat.
Untuk bisa mengetahui dan memahami makna Ha, maka  haruslah dicapai dari
Nga.  Sebelum mencapai sembah rasa, haruslah  dilalui sembah raga dan
sembah kalbu/ sembah jiwa terlebih dahulu.  Pertama, adalah panembah
raga/ kawula terhadap Roh Suci, kedua,  adalah panembah Roh Suci kepada
Guru Sejati, dan terakhir adalah  panembah Guru Sejati/ Ingsun kepada
Allah Yang Maha Agung ya Suksma  Kawekas.





    1.
Ja, Jumbuhing  kawula lan Gusti (Bersatunya antara hamba dan Tuan nya).
Bersatunya  titah dan Yang Menitahkannya. Untuk mencapainya maka
kesempurnaan  hiduplah yang diupaya yaitu sesuai apa yang dimaksud dalam
sahadat.   Maka semasa hidup di mayapada/dunia, bersatunya/ sinkronisasi
Roh  Sejati, Ingsun yang jumeneng pribadi dan busana-busana haruslah
terjaga. Bagaikan keris manjing dalam wrangkanya dan wrangka manjing
didalam keris. Untuk dapat mencapai kesatuan antara kawula dan Gusti
maka tuntunan seorang guru yaitu Guru Sejati menjadi dominan. Untuk
memperoleh nya maka tidaklah mudah, haruslah dengan disiplin keras
bagaikan kerasnya usaha seorang Bima menemukan Dewa Ruci, yaitu  wujud
Bima dalam ujud yang kecil (manusia telah menemukan AKU nya  sendiri)
dalam mencari tirta pawitra.





    1.
Ya, Yen rumangsa  tanpa karsa (Kalau merasa tanpa kehendak). Hanya
dengan rila/rela,  narima, sumarah/pasrah kepada Allah tanpa pamrih
lain-lain, namun  dorongan karena kasih sajalah yang akhirnya dapat
menjadi perekat  yang kuat antara asal dan tujuan, sini dan sana.





    1.
Nya, Nyata tanpa  mata ngerti tanpa diwuruki (Melihat tanpa dengan mata,
mengerti  tanpa diajari). Kalau anugerah Allah telah diterima, maka
dapat  melihat hal-hal yang kasat mata, karena mata batin telah
"terbuka".  Selain itu, kuasa-kuasa agung akan diberikan oleh
Allah lewat Guru  Sejatinya sendiri ya Suksma Sejatinya, sehingga
kegaiban-kegaiban  yang merupakan misteri kehidupan dapat dimengertinya
dan  diselaminya. Mendapatkan ilmu kasampurnan dari dalam sanubarinya,
tanpa melalui perantaraan otak/akal.





    1.
Ma, Mati bisa bali  (Mati bisa kembali).  Kasih Allah yang luar biasa
selalu memberikan  ampunan kepada setiap manusia yang "mati"
terjatuh dalam dosa  dan salah.  Matinya raga atau badan wadag hanyalah
matinya keempat  anasir yang tadinya tiada, kembali ketiada. Namun roh
yang sifatnya  kekal tiada pernah mati, namun kembali ke Alam Sejati ya
Kerajaan  Allah yang tiada awal dan akhir. Namun, apabila selama
hidupnya di  mayapada tidak sesuai dengan Karsa Allah, melupakan Allah
dan ajaran  Guru Sejati, tiada dapat ngracut busana kamanungsan nya
untuk  tindakan-tindakan budi luhur, maka tidaklah dapat langsung
kembali  ke Alam Sejati, namun terperosok ke alam-alam yang tingkatannya
lebih rendah sesuai dengan bobot kesalahannya, atau dititahkan  kembali,
yang kesemua itu untuk dapat memperbaiki  kesalahan-kesalahannya.





    1.
Ga, Guru Sejati  kang muruki (Guru Sejati yang mengajari).  Sumber
segala sesuatu  adalah Allah yang dipancarkan lewat Sang Guru
Sejati/Ingsun/Rasul  Sejati.  Maka hanya kepadaNya lah tuntunan harusnya
diperoleh.   Petunjuk Guru Sejati hanya dapat didengar dan diterima
apabila sudah  dapat berhasil meracut busana kamanungsan nya.  Disinilah
akan  tercapai guruku ya AKU, muridKU ya aku.


(Seperti apa yang telah diucapkan oleh Yesus Kristus:

"Aku adalah Dia dan Dia didalam Aku"




    1.
Ba, Bayu Sejati  kang andalani (Dengan bantuan Bayu Sejati). Daya


kekuatan sejati yang merupakan bayangan daya kekuatan Allah lah yang
mendorong "pencapaian" tingkat-tingkat yang lebih tinggi atau
maksud-maksud spirituil yang berarti.




    1.
Tha, Thukul saka  niat (Tumbuh/muncul dari niat).  Niat menuju kearah
sangkan paraning  dumadi yang didasari kesucian, tanpa kehendak dan
keinginan ataupun  pamrih keduniawian.  Timbulnya niat suci karena
dasarnya adalah  cinta /kasih Illahi.





    1.
Nga, Ngracut  busananing manungsa (Merajut/menjalin pakaian-pakaian
ke-manusiaan-nya). Busana kamanungsan adalah empat anasir, yang
dimanifestasikan dalam wujud-wujud sedulur empat, serta lima sedulur
lainnya. Kesembilan saudara tersebut harus dikuasai, diracut/dijalin
dengan memahami kelebihan dan kekurangannya, agar tercapai
"iklim"  harmoni/balance dalam perjalanan manusia hidup di maya
pada ini,  yang pada akhirnya tercapailah kesempurnaan hidup ~ bersambung di bawah tulisan ini.

http://kandjengpangerankaryonagoro.blogspot.com/