Senin, 29 Agustus 2011

> Disaat Tuhan Menjadi Berhala

Rasanya sulit untuk mencari tempat dimana saya bisa bebas bicara tentang Tuhan. Padahal Tuhan, adalah kosa kata yang paling relevan untuk semua manusia. Dimana pun dan sampai kapanpun. Jangan-jangan kucing saya juga membicara tentang Tuhan, hanya saja saya tidak mengerti bahasa mereka. Karena Tuhan itu Maha Besar melebihi seisi langit dan bumi, melebihi segalanya, luas… luas tak terhingga, bukankah pembicaraan tentang Tuhan juga bisa meluas tak terhingga? Apakah bila pembicaraan tentang Tuhan sudah dibatasi final pada satu titik, apakah itu tidak berarti kita sudah mengecilkan Tuhan?

Sudah tidak terhitung banyaknya koran, majalah, televisi, radio dan internet melaporkan kasus demi kasus heboh demi heboh soal kepercayaan. Tapi semuanya tetap berhasil dibredel oleh hakim spiritual yang bernama manusia. Baik atas nama individu, masyarakat maupun Negara. Karena keyakinan, Tuhan, yang dipahami, yang diyakini, tidak sesuai dengan kurikulum baku tentang Tuhan.

Karena itu jangan coba-coba saya memahami Tuhan dengan cara sendiri. Bahaya sob bahaya!

Lebih baik saya lari tunggang langang sembunyi ke dalam hati. Ke dalam bilik yang paling jauh di dasar hati. Di balik pikiran yang tak pernah berhasil memikirkan Tuhan.

Saya jadi ragu,
Sebenarnya Tuhan itu milik siapa. Kenapa ketika saya berusaha memahami Tuhan saya langsung dimarahi. Disemprot dan dilempari granat kata-kata. Bukankah Tuhan tidak pernah memaksa bahwa saya harus memahaminya seperti apa. Alquran mengajarkan bahwa Dia akan mengikuti seperti apa yang dipahami hambaNya. Fleksibel sekali.

Apakah itu sebuah pernyataan bahwa manusia tidak akan pernah berhasil memahami Tuhan. Karena memang kemampuan manusia terbatas. Tidak ada sensor yang terpasang di tubuh manusia yang bisa menangkap Tuhan persis seperti apa adanya Dia pada diriNya sendiri.

“Tapi dalam Alquran sudah ada kok sob bagaimana Tuhan harus dipahami. Ada 99 namaNya. Ada banyak sifatNya. Pokoknya banyak ayat kan yang menjelaskan tentang Tuhan.”

Benar sob. Tapi hati dan pikiran saya ini kan Tuhan juga yang menciptakan, yang kerjanya memang berpikir. Apakah salah ya kalau pikiran memikirkan Tuhan?

“Benar juga sih. Tapi kan sudah ada panduannya sob. Nanti kalau dipikir terus sampeyan kan bisa sesat atau gila”

Sesat karena senang memikirkan Dia biar saja sob. Dari pada tidak pernah memikirkan Dia.

Hmm … memang susah. Tuhan sudah seperti kapling tanah. Ini punya saya dan itu punya dia. Ini Tuhan saya dan itu Tuhan dia. Sayangnya daftar model Tuhan yang disediakan manusia sangat sedikit. Jadi harus memilih diantara pilihan yang tidak bisa dipilih.

Kalau Islam ya saya Islam. KTP Islam. Sholat ya sholat. Dan seterusnya. O ya, Aquran ya Alquran. Tapi semua yang dinyatakan Alquran tentang Tuhan kan bukan Tuhan itu sendiri. Itu baru setitik gambaran tentang Tuhan. Bukan keseluruhan tentang Tuhan. Ilmu Tuhan saja tidak bisa dituliskan. Walaupun sampai kering air laut untuk dijadikan tintanya. Apalagi segala hal tentang Tuhan.

Tapi kenapa kalau ada yang memahami Tuhan dengan cara yang berbeda kok dihukum manusia ya? Apakah mereka adalah para hakim spiritual yang diangkat oleh Tuhan? Nabi saja tidak berani bertindak gegabah tanpa wahyu. Buktinya ketika masa wahyu terputus, beliau gelisah. Karena banyak persoalan umat di zamannya membutuhkan bimbingan Tuhan untuk menyelesaikannya. Sebagai petunjuk bagaimana beliau harus bersikap dan bertindak. Jadi Tuhan dihayati memang suatu kekuatan supra natural yang melampaui kekuasaan manusia.

Tapi sekarang kok banyak yang berani main hakim terhadap iman orang lain ya. Terhadap pemahaman dan penghayatan orang lain tentang Tuhan. Apa Tuhan sudah pada dibeli sekian Mega Bite oleh masing-masing mereka ya? Sehingga yang lain, yang diluar dari itu tidak boleh bicara tentang Tuhan. Dan pantas diuber dan diburu-buru menjadi buronan spiritual. Seperti erotisme nasionalisme saja. Seperti memperebutkan ideologi.

Padahal Tuhan itu di atas segala-galanya. Tidak ada yang tahu persis Tuhan itu seperti apa. Dan cara Dia menilai manusia seperti apa. Siapa yang tergolong beriman dan yang tidak, hanya Dia yang tahu. Tapi kok banyak yang mengatakan si anu anu tidak beriman dan sudah sesat. Katanya alat ukurnya kan ada Alquran. Tapi bukankah Alquran itu baru pedoman? Pedoman umum. Bukan seperti termometer yang bisa mengukur angka suhu udara dengan pasti. Katanya juga ada hadist yang lebih detail. Ya tapi hadist sendiri bukan Nabi yang menulis. Sudah lebih kurang 2 abad sejak Nabi meninggal.

Alangkah indahnya seandainya saya hidup di zaman para Nabi. Setiap persoalan yang ada akan bisa saya tanyakan langsung pada beliau. Tapi …. Sepertinya belum tentu juga akan menjawab semua pertanyaan yang berat-berat ya. Buktinya pertanyaan sahabatnya tentang roh, Nabi pasrah mengaku tidak tahu. Itu urusan Tuhan katanya. Berarti Nabi pun juga bukan sosok manusia pilihan yang sok tahu. Tapi kenapa sekarang banyak yang tahu tentang batasan iman dan ciri-ciri Tuhan. Sehingga yang keluar dari apa yang mereka pahami akan disemprot dan bisa-bisa dibakar lumat jadi abu.

Apakah Tuhan sudah menjadi berhala ya?
Yang ditarik-tarik dan diperebutkan seperti memperebutkan sebuah wilayah?
Seperti mempertahankan sebuah ideologi buatan manusia sendiri?
Bukan menjadi sebuah cakawala, visi atau tujuan yang hendak dicapai?

Selalu dan selalu saja hanya pertanyaan demi pertanyaan yang bisa saya dapatkan.
Dan setiap jawaban selalu melahirkan petanyaan baru.
Begitulah seterusnya tanpa berkesudahan.

Tuhan,
Engkau tetaplah sebuah Misteri Agung!