Senin, 29 Agustus 2011

> Mohammad itu Manusia

Maaf, tulisan ini akan menjungkirbalikkan keagungan Nabi Muhammad yang anda puja-puja selama ini. Silahkan anda marah naik pitam dan berteriak Allahu Akbar astagfirullah masya Allah dan berteriak tobaaaaaattt ……!

Saya menggugat Nabi Muhammad karena saya menggagumi sosoknya.

Bukan seperti sosok yang diteriak-teriakkan dalam banyak pengajian.
Dalam setiap kotbah agama. Dalam kebanyakan diskusi agama tentang Islam.

Rasanya sudah sampai mau pecah anak telinga saya mendengar pernyataan seperti ini dimana-mana:

“Ow …. itu Nabi. Jangan disamakan dengan kita manusia biasa ini”
“Namanya juga Naaaabi. Utusan Tuhan yang tidak pernah berbuat salah”

Saya ingin mencoret semua puja puji yang berlebihan terhadap Nai Muhammad.
Dia tetap pernah salah
Dia tetap pernah keliru
Dia tetap pernah sedih pernah cengeng
Dia tetap pernah ragu dan bimbang
Dia tetap pernah marah
Dia tetap pernah dan sebagainya

Lalu dimana kemuliaan pribadinya?

Dia selalu mengakui segala kilafnya
Dia selalu minta maaf pada para sahabatnya
Dia selalu minta ampun pada Tuhan
(bukankah dia rajin istigfar setiap hari?)
Dia selalu berusaha merubah tingkah lakunya
Dan dia selalu sederhana dan rendah hati
Dan dia selalu pemaaf
Dan juga selalu berusaha untuk arif dan bijaksana

Muhammad begitu ketakutan dan lari tunggang langgang pulang ke rumahnya ketika pertama kali meneria wahyu di gua Hira. Lalu minta diselimutkan oleh isterinya Khadijah. Dan berkai-kali Khadijah menghiburnya untuk meyakinkan dirinya bahwa yang dia hadapi adalah sebuah pentunjuk akan datangnya Kebenaran. Khadijah memberikan alasan karena dia adalah seorang yang selalu condong pada kebenaran. Hingga untuk lebih meyakinkannya sampai Khadijah membawa Muhmmad pada sepupu Khadijah, seorang pendeta Nasrani yang mengatakan bahwa apa yang diterimanya adalah sebuah wahyu dan Muhammad akan menjadi Nabi.

Nabi Muhammad pernah memasang kancing bajunya sendiri.

Nabi Muhammad belum berani melakukan dakwah Islam secara terbuka di awal Kenabiannya. Melainkan hanya secara sembunyi-sembunyi di rumah Darul Al Arqam. Tapi begitu Umar bin Khattab, seorang jagoan Mekkah yang sangat berani yang pernah membunuh anak perempuannya sendiri, masuk Islam maka barulah Nabi Muhammad melakukan dakwah secara terbuka dan terang-terangan. Itu adalah atas dukungan Umar bin Khatab yang begitu bersemangat dan lantang menyatakan diri siap sebagai pelindung Nabi di belakangnya.

Nabi Muhammad juga pernah begitu gelisahnya ketika masa turunnya wahyu terputus.

Nabi Muhammad pernah begitu bimbang memutuskan apa strategi jihad yang akan dilakukan dalam suatu perang menghadapi serangan kaum kafir mekkah di medan pertempuran. Sedangkan barisan umat Islam mulai kewalahan. Sedang wahyu belum juga turun memberi petunjuk. Maka ketika dia menyampaikan seruannya pada para sahabatnya, maka para sahabatnya bertanya apakah itu wahyu atau pendapatnya pribadi. Maka Nabi menjawab bahwa seruannya itu adalah pendapatnya pribadi.

Karena Nabi mengaku itu adalah pendapatnya maka para sahabatnya juga ingin mengajukan pendapat. Dan Nabi pun langsung mempersilahkannya. Maka berpendapatlah Umar bin Kathab saat itu. Tapi tak lama sesudah itu turunlah wahyu dari Tuhan, yang isinya membenarkan pendapat Umar bi Khatab (maaf saya tidak mengutip ayatnya).

Nabi Muhammad pernah tidak boleh maju ke barisan pertempuran perang oleh para sahabatnya. Melainkan dibiarkan tetap duduk tenang di atas barak sederhana jauh di belakang barisan pertempuran. Tujuan para sahabatnya adalah agar Nabi tidak gugur di medan pertempuran. Karena umatnya tidak ingin wahyu yang belum sempurna turun akan terputus jika Nabi Muhammad ikut gugur bersama mereka. Tekad para sahabatnya biarlah mereka gugur dalam pertempuran asal ajaran Islam turun lengkap sempurna dan bisa tersebar untuk semua umat manusia yang akan disiarkan oleh Nabi.

Dan tidak terhitung banyaknya hal-hal seperti contoh di atas yang menunjukkan bahwa ternyata sosok Nabi Muhammad memang seorang manusia biasa yang sangat manusiawi.

Dan karena sifat-sifat manusiawinya itulah dia layak menjadi contoh yang akan ditiru oleh seluruh umat manusia sepanjang masa. Untuk ditiru akhlaknya (bukan cara dia merakit komputer). Itulah yang dikenal dengan istilah uswatun hasanah. Menjadi suri teladan bagi umat yang mau mengikuti ajarannya.

Apa jadinya jika sosok Nabi Muhammad adalah sosok seorang Superman yang serba bisa, serba wah dan serba adi kodrati (supra natural)? Saya pribadi berani menyatakan Nabi seperti itu tidak pantas menjadi suri teladan. Tidak pantas untuk ditiru. Karena tidak akan ada yang sanggup untuk meniru sikap dan perbuatannya. Sangat mustahil. Sosok Nabi Muhammad akan terdengar seperti sosok Dewa Dewi di alam khayangan. Sosok lampu Aladin sim salabim. Dan itulah gejala kultus dan dogmatisme yang menyesatkan, sehingga lupa bahwa Nabi hanyalah seorang agen spiritual pembawa wahyu. Bukan sosok yang diagungkan secara berlebihan, sehingga tanpa disadari tujuan utama dalam Islam untuk hanya mengagungkan Tuhan seakan dinomorduakan.

Jadi ada dua dimensi yang melekat pada diri Muhammad:
Pertama dimensi kemanusiaannya dengan segala sifat-sifat manusiawinya yang bisa ditiru oleh manusia. Dan kedua adalah dimensi Kenabiannya, yaitu dia menerima wahyu dari Tuhan. Inilah sisi yag tidak bisa ditiru oleh umat manusia. Bahkan Muhammad sendiri juga tidak bisa mengharapkan hal itu terjadi sesuka hatinya, seperti para pesulap yang bisa memainkan sulapnya kapan saja ia inginkan. Karena wahyu turun bukan atas kehendaknya. Melainkan atas kehendak Tuhan. Itulah sebabnya dia juga merasakan gelisah (sisi manusiawinya) ketika wahyu itu terlambat turun.

Jadi masihkan kita akan membayangkan sosok Nabi Muhammad sebagai sosok mahkluk aneh dengan segala cerita-cerita dongeng yang menggiurkan tapi tidak bisa ditiru sama sekali?

Tuhan tidak akan merekomendasikan sesuatu yang tidak bisa kita teladani.
Karena Nabi Muhammad memang diutus untuk manusia.
Bukan untuk malaikat!