Rabu, 10 Agustus 2011

> Salut buat Setan

Sebuah kata, tak pernah netral.
Makna kata, diisi, dibangun. Sesuai cakwrala pandang manusia. Sesuai paradigma berpikir manusia. Sesuai kepekaan akan citra bahasa. Meski kata yang terucap sama, tapi maknanya bisa berbeda dalam imajinasi manusia.

Begitulah riwayat bahasa, tempat tinggal manusia yang paling hakiki.
Tanpa bahasa, manusia tak lebih dari seenggok batu.
Bahasa, membuat manusia terbang melampaui dirinya,
Melayang-layang hingga menjelajah alam semesta,
Tembus, hingga menukik ke jantung hati,
Jauh, hingga terbang ke langit ketujuh.

Setan,
Adalah metafor keburukan atas kemenangan malaikat dalam kosa kata manusia.
Setan adalah hantu terkutuk dalam do’a orang-orang beriman.
Hingga proyek abadi keimanan adalah mengusir setan dari sajadah Tuhan

Tapi sayang ….
Setan tinggal nama. Tinggal simbol. Jejaring semiotik yang kalah hegemoni.
Manusia membunuh setan dengan ayat-ayat suci
Tapi sayang, yang diserang hanya kata-kata.
Yang dibunuh hanya kata-kata.
Sebuah upaya peminggiran sosok yang tertindas. Sosok minoritas dalam mayoritas.

Kata setan …
Sudah terukir dalam kamus hitam kaum beriman
Tapi sayang, kata setan ditulis dengan hati yang juga hitam.
Tapi sayang, yang mengutuk setan lebih setan dari setan.

Itu sebabnya saya memlih untuk menjadi setan
Saya ingin menebus kematian setan dalam wajah munafik kaum beriman.