Selasa, 04 Oktober 2011

> Daging Babi Haram...Masa?

Dalam Al – Qur’an surat Al Maidah ayat 3 tertulis : “ Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya [395], dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. …. “
Berdasarkan ayat tersebut diatas, secara tekstual atau skriptural, tak dapat dibantah bahwa memakan daging Babi adalah haram hukumnya ! Janganlah menghalalkan apa yang diharamkan oleh Tuhan !.

Yang perlu direnungkan atau mungkin dipertanyakan adalah ; Apa sebenarnya yang melatar belakangi pengharaman tersebut diatas. Kaum tekstual atau skripturalis menganggap hal itu tak perlu dipertanyakan, karena merupakan sebuah NAS atau ketetapan Tuhan. Keimanan kita harus menjadi landasan akan pelaksanaan garis ketetapan tersebut.

Namun kaum Konseptualis, yang menggunakan akal pikirannya, sebagai anugrah paling berharga dari Sang Khalik, untuk memahami Al – Qur’an, dengan cara membayangkan ( conceive ) tentang gambaran mendasar ( general notion ) sebuah perkara, akan berusaha mendapatkan jawaban, apa sebenarnya latar belakang pengharaman tersebut. Karena, mereka menganggap ayat tersebut merupakan ayat mutasyabihat ( tersamar ), sebagai sebuah konsep tentang suatu perkara besar yang berkaitan dengan hidangan, yang menjadi santapan manusia.

Ternyata dalam surat berikutnya yaitu Al Anam ayat 145, terdapat keterangan tambahan terhadap pengharaman tersebut, yang berbunyi : ” Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi karena sesungguhnya semua itu kotor atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa yang dalam keadaan terpaksa, sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.

Secara konseptual yang diharamkan adalah menyantap hidangan yang kotor, baik jasmaniah maupun rohaniah. Bangkai, kucuran darah dan Babi adalah kotor dalam pengertian jasmaniah. Sedangkan binatang yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah adalah kekotoran secara ruhaniah. Secara konseptual, bangkai, kucuran darah dan babi seharusnya tidaklah diartikan sebagai barang atau benda yang kotor semata, tetapi harus diartikan sebagai representasi dari beberapa jenis kekotoran berdasarkan sifat kekotoran yang dimiliki oleh ketiga makhluk atau benda tersebut.

Bangkai terbayangkan sebagai benda yang kotor dengan telah munculnya jasad renik yang ditandai dengan bau busuk, yang dengan demikian berimplikasi lebih jauh akan menimbulkan penyakit bila disantap. Darah adalah barang atau benda yang menjijikkan, yang membuahkan kesan dan bayangan yang muncul sebagai cairan dari luka binatang atau manusia, yang dengan demikian menjijikkan. Babi adalah sebagai binatang liar yang hidup dihutan, yang habitat maupun makananannya tidak terjaga, sehingga kesan jorok yang melekat pada tubuhnya. Dengan demikian seyogyanya ayat yang menyatakan haram terhadap hidangan sebagai santapan manusia adalah : untuk kepentingan jasmani, adalah semua yang busuk, jijik dan jorok adalah dharamkan. Untuk kepentingan ruhani, atau secara spiritual, hidangan yang mendistorsi keimanan kita adalah haram hukumnya !.

Dalam Al – Qur’an dinyatakan ; segala binatang ternak adalah halal untuk dimakan. Karena dengan diternakkan maka dapat dihindari kekotoran karena habitat dan makananannya, serta dapat diawasi cara mematikannya, sehingga tidak menjadikannya busuk, berkesan jijik dan jorok.

Yang menjadi pertanyaan adalah ; jenis babi yang tidak termasuk babi hutan sebagai binatang liar dan dapat diternakkan, dan  dengan demikian terjaga segala aspek kebersihannya, adalah termasuk yang diharamkan atau dihalalkan ? Saya perlu saran anda untuk menjawab pertanyaan diatas.