Kamis, 20 Oktober 2011

> Budaya Nusantara VS Agama timur tengah

“Kalau tidak memberi dana untuk perawatan, kami bom patung raksasa ini.” Kata pemimpin Taliban enteng, sambil mengelus-elus jenggot lebat.

“Gila, masak peninggalan budaya mau di bom!”

“Biaran saja! Tak usah diladeni! Hari ini dikasih, besok-besok pasti minta lagi.”

“Sayang, peninggalan sejarah dan budaya jadi sasaran.”

“Kan bisa dijadikan objek wisata, sumber duit, bodok amat itu orang, mau hancurkan!”

“Mereka memperlakukan perempuan dengan biadab, bisa-bisa diberi uang juga untuk menindas perempuan!”

Hampir semua negera mengecam.

Taliban tak mengertak, mahakarya berseni tinggi simbol kejayaan leluhur masa silam, berdiri kokoh ribuan tahun di jalur Jalan Sutra tersebut, diledakkan.

Cerita di atas, digubah dari peristiwa heboh beberapa tahun silam, ketika Taliban masih berkuasa di Afganistan.

Mungkin Anda pernah mendengar peristiwa tersebut. Dan, Anda juga tahu bagaimana Taliban memperlakukan perempuan.

Entah “gizi” apa yang merasuk ke otak dan jiwa sebagian besar laki-laki di sana, sangking “jeniusnya” menafsirkan ajaran Islam, sampai-sampai perempuan harus mengkarung seluruh badan, menyisahkan sedikit celah untuk mata; perempuan tidak boleh sekolah, kalau sekolah diintimidasi, dipukuli, sampai di siram dengan air keras; derap langkah perempuan juga dibilang haram, karena bisa merangsang nafsu laki-laki; apapun dari perempuan, asal laki-laki merasa bisa terangsang, maka haram. Kalau yang terjadi sebaliknya, ya tak apa-apa.

Pembaca, mungkin Anda masih ingat, ancaman membom Borobudur, dari kelompok yang salah menafsirkan agama, beberapa tahun silam.

Terbayang tidak, apa jadinya, kalau Borobudur dan Prambanan akan diledakkan, dengan alasan itu berhala dan relief di kedua candi menampakkan dada, kelamin perempuan dan laki-laki?

Nah, bagaimana dengan Nusantara (baca: Indonesia) Akankah perempuan di sini, atas nama agama, bernasib (atau lebih ringan sedikit) seperti perempuan di Afganistan khususnya, Timur Tengah umumnya?

Tidak!

Kenapa?

Karena raga Nusantara yang melahirkan Indonesia Raya, ditopang jiwa Bhinneka Tunggal Ika, jiwa yang lebih kuat, lebih besar dari budaya (baca agama) Timur Tengah!

Mau bukti?

Para pendiri negara ini, salain sangat intelek, juga penganut agama-agama produk Timur Tengah, namaun mereka sapakat negara ini tidak berazaskan Islam atau Kristen, tetapi berazaskan Pancasila sebagai dasar negara!

Adat kebiasaan yang mewarnai agama, yang muncul di daerah padang pasir, beriklim kestrim (siang sangat panas, malam sangat dingin), memang harus beradaptasi dan “tunduk” pada budaya tuan rumah (baca: Nusantara) yang lahir di tempat tropis nan subur. Terutama cara berpakaian! Hidup di padang pasir dengan iklim ganas, tentu wajar melilitkan kain menutupi sekujur tubuh, kalau tidak bisa mati kedinginan dan meleleh disengat matahari. Bukankah tidak ada orang Eskimo di kutub berbusana singlet saja?

Agama adalah bagian dari budaya! Dan budaya harus beradaptasi dengan lingkungan dan manusia di luar produk budaya itu lahir. Hal senada, secara apik,

Silahkan simak tulian dan tanggapan yang sangat menarik tersebut

Salam Nusantara, rahayu