Minggu, 02 Oktober 2011

> Dongeng Al Quran

Dalam diskusi-diskusi santai dengan teman-teman saya pernah melempar sebuah pertanyaan. Dalam Alquran dinyatakan bahwa penyebab turunnya Adam dan Hawa ke bumi adalah gara-gara tergelincir dosa di sorga, yaitu karena memakan buah yang dilarang Tuhan. Ini menyiratkan bahwa kalau Adam dan Hawa baik-baik saja di sorga tentu mereka dan keturunannya (kita manusia) tidak akan turun ke bumi dan tetap hidup bahagia di sorga.

Ini bisa berarti bahwa dari semula Tuhan tidak berencana untuk melemparkan manusia ke bumi. Artinya manusia terdampar ke bumi adalah di luar perencanaan Tuhan semula. Atau, kalau memang Tuhan sudah merencanakan, kenapa harus melewati sorga dulu. Kenapa harus ditunggu Adam dan Hawa tergelincir dulu baru kemudian manusia terlempar ke bumi? Kenapa Tuhan tidak dari awal langsung campakkan manusia ke bumi? Jadi ada ketegasan dan kepastian perbuatan Tuhan. Tapi yang digambarkan Alquran seolah-olah Tuhan tidak perkasa dengan planning dan keputusannya.

Dalam kesempatan lain saya juga pernah melempar sebuah pertanyaan lain. Kalau memang Adam adalah manusia pertama, kenapa ketika Tuhan hendak menciptakan manusia, malaikat protes: “ nanti manusia itu akan membuat bencana di muka bumi”. Dari mana malaikat tahu bahwa manusia mempunyai sifat demikian? Apakah itu berarti malaikat sok tahu atau arogan? Atau memang dia sudah tahu sebelumnya. Kalau ya, berarti tentang manusia sudah ada dalam memori malaikat, dan itu berarti bahwa Adam bukanlah manusia pertama, karena sudah ada manusia sebelum Adam yang menjadi rujukan memori malaikat.

Ini hanyalah sebagian kecil saja hal-hal yang terasa ganjil dalam Alquran bila di teropong dengan kaca mata nalar. Masih banyak kisah-kisah dan hal-hal lain yang menurut saya, di hadapan nalar, kedengarannya bagai sebuah dongeng. Berhadapan dengan persoalan ini bisa diajukan 2 pilihan. Pertama, atas nama nalar semua itu bia ditolak.

Kedua, jika Alquran akan tetap diyakini sebagai firman Tuhan, ia harus dipahami secara simbolik. Artinya ayat-ayat itu adalah ungkapan metaforis, kiasan-kiasan. Tujuannya adalah untuk mengetuk kesadaran manusia untuk berbuat baik, bukan pada kebenaran kisah atau logika ayat demi ayat. Apabila kisah demi kisah itu sudah mengetuk hati dan mendorong seseorang untuk berbuat baik berarti misi Alquran sudah tercapai.

Bukankah Nabi Muhammad bersabda: “Aku diutus ke dunia untuk merubah akhlak manusia”. Dalam hadis lain beliau juga bersabda: “Tuntutlah ilmu walaupun sampai ke negeri Cina”. “Hikmah adalah barang seorang Muslim yang hilang, pungutlah ia dimana pun kamu temukan”. Ini menyiratkan bahwa target Nabi Muhammad bukanlah untuk memahami kebenaran, bukan untuk mensyiarkan ilmu pengetahuan (sains), melainkan adalah menyeru agar manusia berbuat baik agar umatnya menjadi orang yang bermoral.

Yang menjadi persoalan adalah banyak pendapat, keyakinan, yang bersikeras bahwa Alquran adalah segala-galanya. Tidak diperlukan lagi sumber-sumber lain (termasuk hasil-hasil temuan ilmiah, sains dan sejenisnya selain alquran untuk memahami kebenaran, prinsip kenyataan dan kehidupan. Sehingga dalam banyak perdebatan seputar agama dan ilmu pengetahuan, banyak pendapat yang bersikukuh mencari pembenaran ilmu pengetahuan dengan Alquran. Setiap ditemukan hal-hal baru dalam sains, para apolog (pembela fanatik) Alquran selalu mengatakan bahwa itu sudah ada sebelumnya dalam Alquran. Bahkan jika sebuah temuan ilmiah tidak selaras dengan Alquran maka hasil temuan itu ditolak atau harus ditolak, untuk menjaga keutuhan dan kemurnian Alquran.

Tetapi anjing menggonggong kafilah berlalu. Waktu terus bergulir, penelitian dan penemuan-penemuan ilmiah terus berlangsung. Suka tidak suka, yakin tidak yakin, banyak dari hasil temuan sains telah memberi manfaat yang nyata dalam kehidupan nyata sehari-hari, apakah di bidang kedokteran, ilmu bintang, fisika, teknik, dan sebagainya.

Jika memang Alquran adalah segala-galanya, kenapa Nabi Muhammad masih mendorong umatnya mencari ilmu ke negeri Cina (yang bukan Islam), atau mencari hikmah (ilmu) dari sumber di mana pun kita temukan? Kenapa beliau tidak suruh ke Alquran saja? Secara tersirat bukankah ini bisa diartikan sebagai sportifitas Nabi, bahwa untuk soal akhlak (moral), tirulah aku, dan jadikan Alquran sebagai pedoman. Tetapi untuk menuntut ilmu (memahami prinsip-prinsip realitas) carilah dimana pun kamu temukan. “Kamu lebih tahu urusan duniamu”. Artinya Nabi ingin mengatakan bahwa aku bukanlah ahli segala-galanya.

Bertebaranlah di muka bumi ini. “Alam dengan segala isinya menjadi tanda-tanda bagi orang yang berpikir”. Artinya alam adalah ayat-ayat yang hidup, yang selalu siap untuk ditemukan makna dan manfaatnya bila kita terus dan terus menggalinya. Dengan kata lain, Alquran bukanlah satu-satunya ayat Tuhan.

Sehubungan dengan ini ada pula yang gigih menyatakan bahwa Alquran adalah pusat kebenaran, miniatur kehidupan dan ringkasan ilmu Tuhan, sehingga jika ada orang yang mampu menguasai Alquran maka ia sudah menyamai ilmu Tuhan. Padahal, bukankah ada ayat yang mengatakan bahwa jika kering air laut untuk dijadikan sebagai tinta, maka tidak cukup untuk menuliskan ilmu Tuhan. Bukankah ini menggambarkan bahwa betapa dahsyatnya keberadaan Tuhan dangan segala sifatnya, termasuk ilmuNya? Bukankah alam dan kehidupan yang terbentang ini menyimpan banyak misteri yang terus menggelitik dahaga keingintahuan dan kerinduan manusia akan kebenaran yang tak pernah berhenti? Tidakkah itu bisa dipahami sebagai ayat-ayat Tuhan yang terbentang hidup dalam pengalaman nyata manusia?

Begitulah. Banyak kisah dalam Alquran memang bisa menyentuh ketakjuban dan keasadaran manusia. Tetapi di sisi lain kisah-kisah itu juga bisa menjadi obat tidur yang meninabobokan nalar manusia. Setiap kisah dan perumpamaan-perumpamaan dalam Alquran ditelan mentah-mentah sebagai pil ajaib untuk meneropong dan memahami kebenaran.

Kadang-kadang dalam fantasi nakal saya, pikiran ini membayangkan sebuah dialog ironis. Ketika seseorang bertanya pada temanya: “Bagaimana cara membuat komputer?”. Temannya menjawab: “Carilah dalam Alquran. Semuanya sudah ada di sana!”