Senin, 01 Juli 2013

Gila! Gelar Kepahlawanan Cut Nyak Dhien Akan Dicabut?

Gila! Gelar Kepahlawanan Cut Nyak Dhien Akan Dicabut?

Larangan duduk ngangkang di Lhoksemawe yang dihimbau oleh Walikota Lhoksemawe Suaidi Yahya belum jadi Perda. Sifatnya baru himbauan. Tapi himbauan ini disertai dengan ditangkapnya 35 orang wanita yang dibonceng mengangkang. Apakah orang boleh ditangkap karena tidak mendengarkan himbauan mengenai cara duduk dari seorang Walikota?

Ini berlebihan.

Menurut Suadi, himbauan agar tidak mengangkang itu merupakan implementasi syariat Islam yang tercantum dalam qanun (peraturan daerah) anti-khalwat (mesum) yang berlaku di Aceh. Menurut dia, duduk dan berbusana sudah diatur dalam Islam. Suadi berpendapat perempuan dalam Islam harus sopan dan feminin. “Kalau duduk mengangkang itu seperti laki-laki, dilarang agama,” katanya.

Bagaimana dengan Cut Nyak Dhien? Pahlawan Aceh ini, bukan hanya duduk ngangkang saat berkuda. Dia juga tidak berjilbab. Sebagai janda, tinggal di hutan bersama dengan banyak laki-laki yang bukan muhrimnya saat bergerilya. Kalau beliau hidup di jaman sekarang, tentu sudah kena hukum cambuk, karena malam-malam ada di hutan dengan para pria yang bukan muhrimnya. Cut Nyak Dhien sama sekali tidak mencerminkan “kearifan lokal” masyarakat Aceh versi saat ini.

Apakah kemudian gelar kepahlawanan Cut Nyak Dhien layak dicabut, karena beliau bukan wanita seperti dalam pendapat Suaidi Yahya: kalau duduk mengangkang itu seperti laki-laki, dilarang agama. Dan tidak sesuai dengan pasal-pasal perda yang dikenakan kepada perempuan Aceh?

Jawabannya ada pada masyarakat Aceh sendiri. Apakah masih mau mengakui Cut Nyak Dhien sebagai pahlawan yang patut dibanggakan oleh masyarakat Aceh. Namun, bangsa Indonesia, bangga memiliki pahlawan bangsa sekaliber Cut Nyak Dhien.

Walikota Lhoksemawe, Suaidi Yahya dan teman-teman wanitanya.